http://www.indomedia.com/bpost/072006/12/depan/utama1.htm
Tionghoa Bisa Jadi Presiden Jakarta, BPost Warga keturunan Tionghoa maupun suku bangsa lainnya, kini bisa tersenyum lega. Mereka yang sebelumnya merasa terdiskriminasi, kini memiliki hak-hak politik yang sama. Bahkan mereka bisa maju dalam pencalonan presiden. Hal itu tertuang dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kewarganegaraan yang telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI, Selasa (11/7). Pembahasan RUU Kewarganegaraan berlangsung cukup alot, bahkan disertai isak tangis. "Sekarang, warga Tionghoa sudah bisa mengajukan diri sebagai presiden. Dalam UUD 1945 disebutkan kalau presiden adalah orang Indonesia asli. Nah, mereka kini masuk dalam kategori orang Indonesia asli itu," kata Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, usai pengesahan UU Kewarganegaraan, di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta. Dikatakan, UU Kewarganegaraan--pengganti UU No6 Tahun 1958, memberikan keleluasaan bagi warga keturunan untuk berpolitik. Yang jelas, sebut dia, kategori orang Indonesia asli tidak lagi dilihat dari kategori pribumi dan nonpribumi. Kategori itu mencakup siapa saja yang menjadi warga negara Indonesia sejak lahir dan tidak pernah mendapatkan kewarganegaraan lain, selain Indonesia. "Jadi, kategori Indonesia asli sudah mengalami pergeseran, yaitu mereka yang tidak pernah mendapatkan kewarganegaraan lainnya sejak lahir hingga sekarang," ujar mantan anggota KPU ini. Pengesahan RUU Kewarganegaraan diiringi isak tangis warga keturunan. Sejak rapat dimulai, mereka memenuhi balkon Gedung Paripurna DPR sambil membawa bendera merah putih. Terlihat kalau warga Tionghoa mendominasi balkon dan berbaur dengan wartawan. Rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno akhirnya mengesahkan RUU itu setelah semua fraksi menyatakan setuju. Usai Soetardjo mengetukkan palu, sontak puluhan perempuan yang tergabung dalam Keluarga Perkawinan Campuran (KPC) Melati menangis hingga suasana penuh haru. Mereka lantas mengibarkan Sang Saka Merah Putih sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kawin Campur Selain memberikan hak-hak politik secara penuh kepada warga keturunan, RUU Kewarganegaraan itu juga memberikan kemudahan terjadinya kawin campur antara WNI dengan warga negara asing (WNA). Menkum dan HAM Hamid Awaluddin mengakui, RUU Kewarganegaraan memicu semakin banyaknya WNI mencari pasangan hidup dari warga negara asing. Sebab kenyataannya saat ini kecenderungan itu kian meningkat. Yang jelas, sebut Hamid, kelahiran UU itu mengakomodir banyak pihak termasuk bagi bagi WNI yang ingin menikah dengan warga asing. "Intinya, negara tak mau mencampuri urusan orang mau kawin dengan siapa pun," tukasnya. Dengan lahirnya UU ini, setidaknya telah mengurangi beban WNI yang selama ini mendapat jodoh warga asing. Negara pun bisa senantiasa memberikan perlindungan maksimal kepada warganya. Dikatakannya, anak hasil perkawinan WNI-WNA otomatis diperkenankan menjadi warga negara Indonesia sesuai garis warga negara ayahnya. Sementara untuk perkawinan perempuan Indonesia dengan pria asing, tidak otomatis menggugurkan kewarganegaraan si perempuan setelah perkawinan. "Di situlah progresifnya RUU Kewarganegaraan," cetusnya. Ketua Panja RUU Kewarganegaraan DPR, Murdaya Poo mengatakan, negara pada dasarnya tidak boleh mencampuri terlalu jauh soal perkawinan campur. "Ini era globalisasi kawin campur dimana saja ada. Kalau sudah jodoh, yah mau bagaimana. Kawin kok dipersulit," ujarnya. Ketua Ad Interim Organisasi Perkawinan Campur (KPC) Melati, Ika Twigley, menyambut baik UU ini. Dia mengatakan secara hukum dan psikologis kewarganegaraan mereka terjamin. "Kami disejajarkan dengan warga negara lain. Kami merasa mendapat perlindungan dan juga anak-anak kami sebagai WNI," katanya. "Kita tidak lagi harus terus lapor setiap tahun karena belum menjadi WNI," timpal Koordinator KPC, Aramurad. Namun sebaliknya, Pelaksana Harian Lembaga Anti Diskriminasi di Indonesia (LADI) Rebeka Harsono mengaku kecewa dengan UU ini. Pasalnya, menurut dia, UU itu masih menyimpan sejumlah pasal diskriminatif terhadap perempuan. Senada, Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Ratna Batara Munti, mengatakan, pada dasarnya UU itu belum benar-benar memberikan perlindungan HAM bagi warga negara, khususnya perempuan dan anak-anak. "Intinya, istri dihadapkan pada pilihan untuk setia pada suami atau negara bangsa asal-- yang mana merupakan pilihan sulit bagi seorang perempuan di negeri ini," kata Ratna kepada BPost. UU ini, lanjut dia, membatasi seorang anak lahir dari kawin campur untuk memilih identitas kewarganegaraan dari kedua orangtuanya secara utuh. Setelah usia 18 tahun anak diharuskan memilih salah satu kewarganegaraan orangtua. "Anak tetap saja ditempatkan pada posisi dilematis antara mengikuti kewargenaraan ibunya atau ayahnya," katanya. JBP/aco/yus/ewa/tof/son [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design. http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/