Menurut saya pribadi:
   
  Api untuk berkembang [sifat enterpreneur] selalu ada didalam jiwa bangsa 
china sedari jaman Qing. Tetapi api ini selalu dipadamkan oleh pemerintah dan 
keadaan perang didaratan China. Semangat untuk survive selalu ada dan saya kira 
setiap keturunan mereka yg merantau dapat membuktikannya.
  Sejak jaman Qing pada achir abad 19 setiap initiatip penduduk dipergunakan 
oleh pemerintah Qing dibawah kekuasannya Qixi Tayho dan taykiam Lee untuk 
memperkaya mereka sendiri.
  Saya baru saja melihat serial mengenai keluarga Qiao dari north China yg 
mulai system perdagangan modern. Begitu dia mulai menjadi kaya dia mulai 
diperes oleh Qixi Tayho dgn pajak2 yg luar biasa. Korupnya pemerintah bukan 
main dan bajak2 [warlords] sangat banyak. 
  Sejak jaman Qixi Tayho perang cipil tidak berhenti.Mungkin masih ingat 
gerakan Tayping[boxer]   Begitu Republik datang keadaan perang sipil malah 
berkobar lebih besar dgn mulainya korupsi diantara kaum militer dari pemerintah 
- [kurang lebih sama dgn korupsi kaum militer diIndonesia sekarang] 
  Negara baru jadi republik - cup dan contracoup mulai sampai dr Sun jadi 
presiden. Sayang dia terlalu cepat meninggalkan kita dan pres. Chiang ambil 
alih.   Dia langsung mulai aksi pembersihan negara dari warlords2     Bunuh2an 
adalah daily routine. 
  Baru saja selesai pembersihan  - mulailah konflik KMT kontra KCT dgn longmars 
mereka - Baru ini settle sudah mulai perang jepang dan PD2 dan ini disusul dgn 
perang sipil antara PRC dan ROC dgn battle terachir disungai Yangtze 1949/50. 
  Tetapi negara masih kacau - PRC mulai pembersihan dan ROC mulai pembersihan 
diTaiwan [jaman sekarang disebut cleansing atau secara kasar genocide terhadap 
oposisi]. Pembersihan di PRC baru selesai sewaktu Chairman Deng mengambil alih 
dan negara berhenti bunuh2an. Ini kan kira2 30 tahun setelah Taiwan mulai 
berkembang. 
   
  Taiwan berkembang karena sifat enterpreneur penduduk diberikan semangat 
berkembang dan juga berhasil. Baru sekarang setelah generation terachir dari 
Chairman Deng  SiaoPing - PRC tidak diganggu revolusie2 yg gila2an lagi dan 
enterpreneurial charakter penduduk dapat berkembang dgn hasil yg kita lihat 
sekarang.  Tetapi sama dengan guided development teknik yg dipakai diSingapore 
dan diTaiwan - system ini mulai dipakai diPRC juga.
   
  Mengenai agama dinegara kommunis seperti PRC - ini juga sama seperti sifat2  
enterpreneurial dari penduduk - ditekan. Misunderstanding disini juga ada. 
Menurut system Mao semua gereja2 dikuasai kaum imperialis dari USA atau Roma. 
Ini juga dapat dibuktikan dgn pelarangan dari agama Kristen untuk menghormati 
leluhur dan pelarangan pengikut kristen mengunjungi atau merayakan hari raya 
tradisi China. - ini kan semua berhala. Lagi semua pendeta2 harus tunduk kepada 
ketua gereja diluar China [ ini bertentangan dgn UUD]
  Mao sendiri hidup menurut ajaran KungTze - satu2nya ajaran yg dia tetap 
pegang. Kontranya diTaiwan dgn pres Chiang yg beragama kristen - agama kristen 
kan bebas jadi tidak perlu underground.
  Dengan dibukanya negara untuk pembangunan a'la Deng SiaoPing - 
enterpreneurial initiative dibebaskan dan juga dari agama dibebaskan. Banyak 
pendeta2 mulai berevangelie diPRC negara yg kelaparan filosofie. - tetapi 
jangan lupa meskipun bebas - semua harus guided dan teratur. Oposisie tetapi 
dimatikan kutu2nya dan kalau ada pengikut dari aliran agama kontroversial 
[sesat dimata pemerintah] well hasilnya mereka akan hidup menjadi donor2 organ 
dunia. Jadi jikalau dibilang kommunis anti agama ini memang betul sewaktu 
permulaan revolusie diUSSR tetapi keadaan sudah berubah. Bedanya dgn systemn 
Europah. System pemerintah di China PRC dan ini sama dgn diUSA - Agama tidak 
boleh campur politik.
   
  Andreas
  .

Skalaras <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Memang, saya menilai tulisan yang hanya menonjolkan keburukan di RRT 
sama janggalnya dengan tulisan yang hanya menonjolkan keberhasilan RRT. Kalau 
kita cermat mengikuti perkembangan di sana yang begitu cepat, kita sebenarnya 
akan kehilangan kata2 yang tepat untuk menilainya. mau di bilang buruk? wong 
kemajuannya begitu pesat. mau dibilang hebat? wong banyak borok2 dan kebobrokan 
di sana sini. para ahli sosial dan ekonomi duniapun kewalahan menemukan 
landasan teori yang tepat dalam menilai fenomena yang terjadi sana. 

ada seorang penulis asal Hongkong yang pernah tinggal lama di Taiwan dan 
sekarang menetap di daratan berkata: saat kita hendak bicara masalah di RRT, 
kita memerlukan dua mulut yang dapat bunyi serentak, seperti seorang penyanyi 
di zaman dulu( lupa namanya) yang dapat membunyikan dua nada sekaligus ( konon 
yang satu pakai hidung), mulut kita yang satu menyuarakan hal2 yang positif, 
yang satu menyuarakan hal2 yang negatif, ini baru bisa mengungkap realitas 
dengan baik.

ZFy

----- Original Message ----- 
From: liang u 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Friday, March 09, 2007 10:24 AM
Subject: Re: Balasan: [budaya_tionghua] Re: Komunis anti AGAMA?

Ikut nimbrung sedikit, saya sejak kecil tidak senang politik, sebab politikus 
omongannya tidak bisa dipercaya, ngomongnya bagus untuk kepentingan diri 
sendiri atau partainya, setelah menang pemilu lalu hura-hura korupsi. 
Kalau anda memang kedatangan tamu, siapa saja, anda akan bangga membawa dia ke 
taman yang indah di belakang rumah anda yang ada kolam renangnya, anda akan 
bawa ia naik ke loteng tempat anda beristirahat yang nyaman dsb. Anda tak 
mungkin membawa dia ke wc yang sedang bocor, sehingga baunya ke mana-mana, itu 
logis kan?
Jadi kalau ingin melihat keadaan suatu negara, anda harus jadi wartawan masuk 
ke kampung yang miskin, yang jauh dari jengkauan pemerintah. Itulah yang 
termiskin. Anda akan menemukan yang paling negatif di sana. Tapi anda harus 
mencoba netral, meninjau dengan hati nurani sendiri, jangan membawa misi. 
Wartawan bebas sekalipun akan membawa misi. Jika anda bekerja di Kompas, anda 
tidak akan dipakai terus kalau menyiarkan berita atau ulasan yang selalau 
menentang kebijakan direksi. Kalau anda kerja di New York Times anda tak akan 
dipakai terus kalau menyiarkan berita yang memihak Osama. 
Kalau itu kalau ingin benar-benar netral, bawa hati nurani sendiri, kosongkan 
semua prasangka, datang ke sana, dan bandingkan keadaan mereka dengan keadaan 
sebelumnya, jangan dengan negara yang sudah sangat maju. 
Kalau anda lihat sekarang, hampir semua petani miskin punya telpon di rumah, 
anaknya punya HP. Bajunya bersih, rapi. Tapi mereka termasuk miskin, karena tak 
mampu bayar uang kuliah, tak mampu berobat ke rumah sakit, tak mampu membeli 
rumah di kota dll. Ada yang masih kurang makan? Ada, itu disebabkan orang 
tuanya meninggal terlalu muda karena kecelakaan, karena darah tinggi tak mampu 
berobat sampai mendapat stroke dll. Bantuan pemerintah sudah ada , meskipun 
belum mencukupi. 
Penyebab keganjilan ini adalah:
1. Biaya pengobatan terlalu mahal, karena rumah sakit dikelola secara komersial
2. Kecelakaan atau sakitnya orang tua yang menyebabkan anaknya terlantar
3. Tingginya uang sekolah dibanding pendapatan, terutama perguruan tinggi, juga 
ada kecenderungan dikomersialkan. 
4. Pejabat lokal yang terlalu mementingkan pembangunan ekonomi, memaksa tanah 
dijual murah kepada pengusaha, petani yang kehilangan tanah mirip tukang tik 
yang kehilangan komputer. Sedang pejabat dapat komisi!
5. Harga rumah dikota naik terus karena spekulasi.
6. Harga produk pertanian yang terlalu murah. 
Milis tidak memperkenankan adanya non text, kalau tidak saya bisa menunjukkan 
potret seorang mahasiswi. Anda tak akan percaya kalau ia mahasiswi yang sangat 
miskin, semua dana dipakai bayar uang kuliah, untuk makan ia harus menghemat 
dengan makan mantou (bakpao kosong) makanan paling murah yang harganya 25 sen 
sebuah. Makan mantou tanpa apa-apa. 
Kalau anda hanya bertemu tak akan percaya, bajunya bersih bagus, mempunyai 
telpon genggam dan di rumah ada telpon. Baru kalau ke rumahnya anda percaya ia 
miskin. Mebel yang bokbrok, TV tua tak berwarna, rumah yang bocor dan hampir 
roboh.
Mengapa tak makan pun mereka tetap kuliah? Ini bedanya dengan di kita. Pengaruh 
ajaran Khongcu yang sangat kuat, pendidikan nomor satu. Orang yang sangat 
miskinpun cita-citanya adalah sekolah.
Berita yang disiarkan di milis kita yang menuduh rakyat kelaparan, pemerintah 
sadis dll. memang benar, tapi itu terjadi pada zaman revolusi kebudayaan. 
Disiarkan saat ini di Jakarta di deapan kedutaan dengan menggunakan pengeras 
suara, apa tak aneh? Kejadian sudah berlalu 40 tahun yang lalu!
Pembicara yang mengaku belum punya tempat tinggal menetap di negeri mana, 
mengapa mampu keliling dunia dan berteriak-teriak dengan pengeras suara, dari 
mana uang dia untuk menginap di hotel dan untuk makan? Orang yang kerja 
mati-matian seumur hidup tak mampu keliling dunia seperti dia. Siapa yang 
membiayai. Saya anjurkan lihat hakekatnya jangan sindromnya.
Salam
Liang U

----- Original Message ----
From: Erik <[EMAIL PROTECTED]>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, March 7, 2007 3:57:09 PM
Subject: Balasan: [budaya_tionghua] Re: Komunis anti AGAMA?

Maaf, agak terlambat menjawab anda bung! Tapi sebenarnya juga memang
tidak perlu menjawab.

Saya masih tetap menganjurkan anda untuk datang dan lihat sendiri ke
China sebelum mempercayai laporan-laporan semua berita yang anda
contohkan! Itulah cara terbaik untuk mengerti negeri China dan
masyarakatnya.

Soal wartawan yang hanya diajak mengunjungi tempat-tempat pilihan
tertentu saat mereka berada di China, hanya disuguhi pemandangan yang
indah-indah saja, saya kira hal itu lumrah dan juga dilakukan oleh semua
pemerintah dari setiap negara! Pemerintah Negara mana yang tidak
melakukan promosi habis-habisan kepada wartawan asing?? Terlalu naif
mengharapkan sebuah pemerintah membuka akses pada wartawan asing untuk
melihat dari dekat kenyataan sosial-politik yang terjadi di negaranya. 
Akses itu harus dicari dan diupayakan sendiri oleh si wartawan ybs!

Saya tidak menyangkal contoh-contoh berita yang anda berikan, memang
semua itu benar adanya. Namun bagaimana melihat dan menilai fakta-fakta
itulah yang menjadi masalah. Biar berusaha keras untuk bersikap
obyektif, tetap tidak pernah ada seorang wartawan pun yang mampu
benar-benar membebaskan diri dari subyektifitas pribadinya. Apalagi
jurnalis-jurnalis barat dengan seperangkat sistim nilai 'demokrasi' yang
sudah mendarah daging, orang-tua di China yang menjewer anaknya di
depan umum saja sudah langsung dicap melakukan penganiayaan yang
melanggar HAM si anak, katanya!!

Saya ingin bercerita sedikit pengalaman saya waktu bermukim di China
selama kurang lebih 4 tahun DULU (maksud saya DULU, saat Gaige Kaifang
baru mulai digulirkan, bukan baru-baru ini). Beberapa fakta di bawah ini
mungkin bisa sedikit membantu membuka wawasan anda tentang negeri China:

- Waktu baru-baru belajar menyesuaikan diri dengan kehidupan di China,
saya mengira tidak ada gereja katolik di sana, jadi selama menetap di
sana saya akan sangat dijauhkan dari kegiatan-kegiatan rohani seperti
ikut misa dll sebagaimana biasa di Indonesia. Namun, beberapa minggu
sesudah itu, ternyata ada juga mahasiswa lokal yang beragama katolik,
dan merekalah yang mengajak saya ke gereja. Nah, sepanjang pengalaman
saya ikut dalam kegiatan di paroki sana, saya dapati memang ada beberapa
kelainan (terutama dalam liturgi) bila dibandingkan dengan gereja
Katolik Indonesia, tapi 'penindasan' , 'pengekangan' ?? Apa iya???

- Satu lagi fakta yang mungkin tidak banyak diketahui rekan-rekan. Waktu
Falun Gong belum dilarang, tabloid Dajiyuan (´ó¼oÔª) yang entah
disponsori oleh siapa banyak mendatangi teman-teman lokal saya, dengan
iming-iming sejumlah uang, mereka dibujuk untuk mengarang sesuatu yang
negatif tentang pemerintah China dan Partai Komunisnya . Banyak dari
teman-teman saya itu yang menerima tawaran tsb. karena tergiur oleh
jumlah uang yang ditawarkan (maklum banyak dari mereka berasal dari
desa-desa terbelakang) . Baru dari situ kemudian aparat China melakukan
penangkapan terhadap oknum-oknum lembaga tsb. yang kemudian lagi-lagi
dituding sebagai penindasan terhadap kebebasan dan HAM!!

-Vihara dan kelenteng di China memang tidak banyak pengunjung lokal yang
datang untuk bersembahyang. Lebih banyak adalah turis-turis asing yang
menjadikannya sebagai obyek wisata. Lantas, apakah fakta ini mau
dijadikan bukti adanya penindasan terhadap kebebasan beragama Buddha??

Namun demikian, harus diakui bila dibandingkan dengan negara-negara
Eropa (bukan Amerika!!) masih banyak kekurangan China dalam upaya
penegakan demokrasi dan penghormatan terhadap HAM. Tetapi, kondisinya
tidak separah yang digambar-gembor pers asing. Minimal tidak lebih
parah dari Indonesia!!

Salam,

Erik

------------ --------- --------- --------- --------- --------- -\
------------ --------- --------- --------- ---

In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, ananta darma <ananta_darma@ ...>
wrote:
>
> Bung Erik,
> Saya setuju bahwa kalau kita belum melihat langsung apa yang terjadi
di China, mungkin kita belom bisa percaya 100% atas pemberitaan Barat
tentang negeri itu. Tapi, saya juga mendengar teman-temanku yang
wartawan ketika diajak berkunjung ke negara itu oleh pemerintah China,
mereka hanya disuguhi pemandangan yang indah-indah saja. Sama sekali
mereka tidak diberi kesempatan untuk melihat dari dekat kenyataan
sosial-politik yang terjadi di sana.
>
> Secara pribadi, saya bukanlah orang yang antipati terhadap pemberitaan
Barat. Karena di dalam melihat suatu masalah, saya tidak melihat dari
mana sumber beritanya. Obyektivitas sebuah berita saya kira bisa dilihat
dari fakta-fakta yang disuguhkannya. Hanya saja kita bisa
mengindentifikasika n sumber-sumber mana yang relatif bebas atau netral
posisinya dalam pemberitaan tersebut. Ketika sumber berita itu berasal
dari seseorang atau kelompok yang merasa dipersoalkan, tentu akan ada
bantahan. Seorang jurnalis yang jeli pun akan bisa menilai sejauh mana
kebenaran sanggahannya itu, atau sekedar membela diri.
>
> Ketika NGO semacam Amnesty International atau Komisi HAM PBB
mengungkapkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di China, saya tentu
mempercayai. Karena kredibilitas organisasi tersebut cukup diakui di
dunia internasional. Pernyataan itu juga dilengkapi dengan data-data
yang lengkap yang diolah dari pengakuan para korban atau saksi yang
mengalami sendiri kejadiannya. Ambil contoh tentang penindasan penguasa
China terhadap kaum muslim Uighur, Amnesty International membuat laporan
lengkap tentang kasus ini.
> Lihat http://web.amnesty. org/library/ index/engasa1702 12004
>
> Begitu juga tentang kasus yang dialami penganut Katolik di China.
Ketika Kompas memberitakan tentang peristiwa penangkapan terhadap para
rohaniawan itu, saya juga percaya, karena sumbernya berasal dari Reuters
yang cukup terpercaya.
> Lihat https://www. kompas.com/ kompascetak/ 0408/19/ln/ 1217244.htm
>
> Saya juga semakin mempercayai berita tentang perlakuan tidak adil
yanng dialami para penganut Katolik di China karena melihat beritanya di
website
> Christian Persecution Info. Karena berita itu mengutip sumber-sumber
yang layak dipercaya.
> Lihat http://www.christia npersecution. info/news/ china
>
> Jadi saya kira, kita tidak usah terlalu kuatir dan curiga dengan
pemberitaan yang datangnya dari manapun, termasuk dari Barat tentang
kenyataan yang terjadi di China. Selagi kita bisa menilainya secara
obyektif, Anda bebas menentukan sikap terhadap berita apapun. Toh,
pemberitaan soal kasus tersebut bukan hanya datang dari Barat, tapi dari
dalam negeri China sendiri yang tentu saja disebarkan melalui media
alternatif. Karena itulah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk
menyuarakan kebenaran yang terjadi di negeri itu. Apalagi media di dalam
negeri sudah terkooptasi oleh penguasa China.
>
> salam

__________________________________________________________
8:00? 8:25? 8:40? Find a flick in no time 
with the Yahoo! Search movie showtime shortcut.
http://tools.search.yahoo.com/shortcuts/#news

[Non-text portions of this message have been removed]

[Non-text portions of this message have been removed]



         


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke