Rekan-rekan millister, dengan senang ketemu dimillist Budaya-Tionghua. Membaca gaya tulisan dimillist ini, sepetinya sebagian besar adalah generasi muda keturunan Tionghua yang haus memahami budaya leluhurnya. Memahami Budaya-Tionghua bisa dipelajari dari banyak arah. Dari arah bahasa dengan huruf pictigrafi yang satu-satunya tertinggal dibumi ini, dari arah sejarah, sastra, tradisi perayaan, sistem pemerintahan, konsep pendidikan, konsep kemiliteran, tradisi sosial masyarakat dan sistem nilai-nilai moralitasnya. Dan yang agak sulit dipahami adalah konsep kerohanian metafisikanya. Ciri yang menyolok dari budaya Tionghua adalah usianya yang amat-amat pajang ! Walaupun demikian, nilai-nilai moral dan konsep dasarnya tetap berkesinambungan hingga sekarang. Inilah uniknya ! Misalnya, konsep sistem pemerintahannya tetap dipakai hingga sekarang, yaitu Kemanusiaan (humanity), Tatatertib berdasar Kesusilaan (Li) dan Moralitas (Tao-te). Berbeda denga dunia Barat dimana Ketuhanan yang bersumber dari budaya Yahudi, Hukum dari budaya Romawi dan Keilmuan-rasional yang bersumber dari budaya Yunani. Oleh perbedaan essensial ini, tak heran orang mengatakan East isi east, West is west, bukannya tanpa alasan. Tetapi, zaman berubah dengan cepat, transportasi dan komunikasi yang canggih, menyebabkan budaya satu mendekat pada budaya yang lain. Contohnya ya di Indonesia ini, dimana budaya-Tionghua lama tersekat, sekarang para keturunan Tionghua bingung untuk memahami kembali. Suatu budaya yang samar-samar pernah dirasakan, dikenal, tetapi rasanya sudah jauh sekali, muncullah situasi kesalah pahaman dengan mengatakan Qing-ming (Ceng-bing) seolah sama dengan Besuk orang-mati! Budaya-Tionghua, dimana inti kerohaniannya adalah ajaran Khonghucu, hekekatnya adalah agama kehidupan. Agama yang mengajarkan didunia ini hidup bukan sekedar hidup, melainkan hidup dengan mengemban Fiman-Tian untuk selalu berada didalam Tao, menjadi manusia yang sesuai dengan kodrat yang difirmankanNya. Manusia yang berusaha menemukan Tao itu disebut manusia Junzi (baca: Junce). Ada orang setelah belajar kitab agama Khonghucu, Sishu-Wujing yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, lalu bisa menghayatinya secara agamis, dia menjadi penganut agama Khonghucu; tetapi, ada juga orang tidak berhasil menghayati ajaran Khonghucu sebagai agama, melainkan terhenti sebatas moral dan filsafat. Kedua-duanya sah-sah saja. Hanya saja, pelajarilah dahulu inti budaya-Tionghua itu secara seksama, sekarang di Indonesia banyak bermunculan tempat-tempat yang membahas ajaran Khonghucu, silakan mengikuti. Sekarang gereja, kathedral dan vihara ikut merayakan Imlek, tentu umatnya juga boleh membaca kitab Sishu-Wujing demi memahami inti kerohanian budaya Tionghua. Selamat belajar!
--------------------------------- Expecting? Get great news right away with email Auto-Check. Try the Yahoo! Mail Beta. [Non-text portions of this message have been removed]