Budaya-Tionghua,6
  Millist Budaya-Tionghua ini sungguh sebuah platform yang bagus untuk memberi 
kita, terutama kaum keturunan Tionghua-Indonesia yang sudah jauh dari pemahaman 
Budaya-leluhurnya, satu tempat untuk mangasah diri satu sama lain demi 
mengembalikan memori kita tentang kerohanian moralitas maupun 
intelegensia-kecerdasan yang didasari budaya-Tionghua.
  Berbicara tentang budaya Tionghua sulit rasanya jika tidak menyinggung haruf 
Tionghua untuk mengexpresikannya. Sayang, oleh keterbatasan tertentu, dimillist 
ini huruf Tionghua tidak bisa muncul. Kita menyadari dan memaklumi akan 
"Kebebasan yang Terbatas" ini.
  Membahas budaya secara rasional sistematis-ilmiah bisa membuat kepala pusing. 
Pembahasan disini akan sebatas "apa yang dirasakan manusia sebagai mahkluk 
berbudaya". Dimulai dari apa yang panca-indra rasakan menuju 
penyimpulan-intelligensia yang agak abstrak.
  Bagi seorang etnis Jawa , begitu disinggung masalah budaya Tionghua, dalam 
benaknya yang muncul bisa macam-macam. Bisa barong-say, bisa mi-ayam, bisa 
sumpit, bisa kelenteng, bisa …. , ahkirnya membayangkan amoy dan akewnya. Bagi 
seorang etnis Jawa yang intelek, kemungkinan besar berbeda, tetapi yang 
difikirnya pasti sesuatu yang lebih rumit : Kok Tionghua itu ekonominya 
rata-rata makmur ya … !? Apa penyebabnya ? 
  Budaya memang berisi sekumpulan "kebiasaan-hidup", sekumpulan "tradisi". 
  Kebiasaan-hidup seseorang isinya macam-macam, tetapi tidak terlepas dari dua 
kelompok besar. Kelompok pertama adalah kebiasaan-hidup yang terlihat, 
terdengar, tercium, teraba, terasa dst, dst,… . Misalnya kebiasaan berpakaian, 
kebiasaan mengendarai kendaraan, hobi mendengar musik, menikmati lukisan, 
kesukaan rumah-huniannya, hobi makannya, dst,dst…. Kita sebut kebiasaan yang 
menyangkut materi / jasmani.
  Kelompok yang lain adalah kebiasaan hidup dalam pola-berfikir. Pola berfikir 
seseorang sepintas tidak mungkin dipahami, sebab tidak bisa dideteksi dengan 
panca-indera. Pola berfikir seseorang terkandung dua hal pokok. Pertama, 
menentukan apa yang dinilai baik dan apa yang dinilai buruk, apa yang 
menyenangkan dan apa yang menjemukan, apa yang dibenci apa yang disayang, apa 
yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dst, dst, … Kedua adalah pola 
berfikir rasional, menyangkut intelligensia seseorang memberi keputusan 
(Judgment) benar dan salah. Kelompok ini kita sebut kelompok spiritual / rohani.
  Sampai disini jelas sudah, membahas budaya tidak bisa lepas dari dua ketegori 
yang berbeda : Materi / jasmani dan Spiritual / rohani. 
  Pada abad 21 ini, oleh kecanggihan komunikasi dan transportasi, interaksi 
antar manusia semakin rapat, proses penyamaan tidak terbendung. Seorang 
pengajar agama Khonghucu boleh saja pakai jas versi barat dan seorang pendeta 
Kristen boleh berkotbah dengan mengenakan baju Tang (tang-zhuang). Tetapi, 
apabila yang dibicarakan sudah menyangkut nilai-nilai, nah, karena referensinya 
tidak mungkin sama, maka isi pembicaraannyapun tidak bisa menemukan titik temu. 
Dimana perbedaan itu, kita bahas pada kesempatan berikutnya. Salam-sejahtera ! 
Shan-zai ! 
  

         
---------------------------------
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke