Suatu hari di Summer Palace, Sabtu Siang Setelah menghabiskan setengah harian di Forbidden City dan kemudian makan siang di salah satu food court di Wang-fu jing, tukar uang di bank of china, akhirnya diputuskan untuk menghabiskan sisa waktu di summer palace. Rasanya putusan ini akan tepat untuk mengusir panas terik siang hari di pertengahan bulan Juli ini, mengingat ada telaga KunMing yang cukup besar disana.
Entah berapa kali sudah pergi ke Beijing selama lima belas tahun terakhir, tetapi entah kenapa Summer Palace selalu dilewati, sejak kunjungan pertama dulu. Tidak terasa banyak sudah yang berubah di Summer Palace. Dengan subway berhenti satu stasiun setelah gong-zhu fen, kemudian naik taksi untuk menghemat waktu. Perubahan pertama langsung terasa saat masuk pintu gerbang taman ini, karena dulu letaknya bukan disini. Kalau dulu pintu diletakkan disisi timur, sekarang berada disisi selatan. Setelah membeli karcis masuk, ada tertulis di satu papan tulis, pegunjung hari itu sudah mencapai 33607, dan diharapkan pengunjung akan mencapai 40000. Sekarang baru jam 1.15, agaknya target itu akan tercapai melihat jumlah orang yang masuk melalui gerbang setiap waktu. Makin siang terasa makin banyak. Begitu menginjak ke tepi telaga, makin terasa saja perubahan itu. Semua tertata lebih rapi, pedestrian terbuat dari batu granit yang digosok halus tetapi tidak mengkilat dan terpasang dengan baik. Berdiri di tepi telaga, memandang ke seberang, perahu pualam tampak di ujung sana. Pavilion di puncak bukit kelihatan tipis mengambang di langit yang diselimuti kabut asap putih. Timbul keinginan menyeberang dengan perahu naga. Angin sepoi yang meniup sejenak ditengah ayunan perahu naga membawa kantuk, sayang celoteh orang yang membuat selalu terjaga. Bagaimana bisa mengatur celoteh 50 orang lebih di atas perahu naga ini. Semua sedang gembira. Satu nona guide cerita ke sepasang muda mudi, turis dari barat, bahwa telaga ini buatan, digali oleh sekian ribu orang, dan lihatlah kesana. Bukit yang kamu lihat itu adalah tumpukan tanah dari bekas galian telaga ini. Amazing gumam si turis. Banyak orang mengayuh dengan kaki perahu sewa berdua saja atau berempat, atau mendayung. Memang ditengah terik panas pertengahan musim panas, bermain di atas air terasa sangat menyejukkan. Air telaga kelihatan biru. Mungkin hanya sekarang telaga ini mendengar tertawa banyak sekali orang, dulu hanya buat yang berdarah biru. Dulu hanya untuk kalangan terbatas, sekarang untuk semua. Memandang kilau air, debur ombak dibelah perahu, kilatan sinar mentari, bayangan bukit sungguh terasa indah dan seakan menenggelamkan suara celoteh orang, suara mesin perahu atau bunyi klik kamera. Beijing memang tidak terletak dipinggir sungai yang besar seperti sungai kuning (huanghe - hongho) atau sungai panjang (changjiang - tiang kang). Beijing terletak di daerah datar dengan perbukitan berada di sebelah barat kota, beberapa sungai relatif kecil mengalir kekota. Sejak dulu agaknya arsitek kota membutuhkan air untuk beijing, tidak hanya untuk kehidupan tetapi juga untuk pertahanan, seperti parit yang mengelilingi istana terlarang. Ada beberapa telaga buatan menghiasi kota Beijing. Bagaimana tidak teringat Jakarta? Sungguh terasa air yang tersedia melimpah dan dikirim langit setengah tahun sekali dibuang dengan percuma. Banjir dimusim hujan, kering di musim kemarau. Tidak dikelola dengan baik. Sikap 'take it for granted' ini entah karena apa? Apakah karena pejabat tidak dipilih dengan sistim ujian 'confucius'? Karena pejabat dipilih lebih oleh karena klik atau kesukuan atau alasan primordial yang lain? Sehingga tata kota jadi terbengkalai. Karena pejabat yang lebih berusaha menggemukkan kantong sendiri? Kalau dulu pejabat banyak dituduh main pat gulipat dengan pengusaha etnis tertentu, sedang sekarang alasan itu dipakai untuk menjadi pembenaran permainan pat gulipat banyak pejabat dengan banyak pengusaha. Dengan cepat perahu naga merapat ke seberang. Tempat berangkat terlihat kecil, juga jembatan disampingnya. Paling tidak ada 1 km dari seberang sana. Kenapa jakarta tidak punya sebuah di depok? Bukankah malah banyak situ yang dibuat jaman belanda dulu di timbun. Perahu pualam yang tadi terlihat di jauh, sekarang terpampang di depan. Beberapa pavilion yang dulu kosong, sekarang merangkap menjadi tempat orang berjualan, mulai dari minuman ringan, snack dan ada satu dua resto dengan mie di menu utama. Ada yang mebuat kaligrafi, atau berjualan souvenir yang lain. Orang riuh rendah memilih minuman, snack dan ice cream. Beberapa pohon bambu sepertinya di tanam baru, di beberapa petak. Bambu tunggal dengan dasar tanah datar yang sedikit atau tipis berlumut, dibawah tingkah sinar mentari bayangan daunnya seperti menari nari. Mungkin banyak yang tidak lupa dengan koridor panjang di Summer Palace ini. Ada banyak orang berdiri disana, memandang ke papan berhias cerita di bawah atap. Lukisan lukisan itu di ambil dari episode episode yang terkenal dari cerita jaman dulu, ada Sam Kok, ada Sie Djien Koei, ada See You, ada 108 pendekar Liang Shan. Entah berapa puteri sudah pernah berdiri disini mengagumi cerita cerita itu. Kalau pengunjung sudah mencapai 33607, tentu paling tidak ada 10000 orang berada di summer palace pada saat bersamaan ini. Dengan jumlah orang yang sebanyak itu, agak susah jadinya mencari tempat duduk di langkan koridor ini. Hampir semua pojok terasa penuh terisi oleh orang. Apakah Summer Palace mampu bertahan jika dikunjungi terus oleh orang sebanyak ini? Akhirnya bisa juga duduk di langkan menunggu keponakan menaiki bukit melihat pavilion di atas sana. Beberapa anak terlihat bermain gembira dengan sepupu atau dengan tetangga sebayanya. Beberapa orang membuka bekal, menikmati hasil kerja seminggu sebelumnya dengan anak isteri. Beberapa yang baru datang begitu bersemangat bercerita ke temannya atau juga ada pemimpin tour lokal dengan bendera khasnya bercerita bahwa lukisan ini diambil dari cerita ini dan itu. Kebetulan duduk di bawah atau cukup dekat gambar Kwan Kong dibedah tangannya dan bermain catur. Hampir setiap rombongan selalu berhenti disini, dan kepala rombongan dengan bendera selalu becerita tentang gambar yang ini. Apakah di masa depan negeri ini akan menghasilkan lagi pahlawan yang akan selalu dikenang sepanjang masa? Sambil merenung tanpa terasa melihat ada yang berubah. Entah dari mana selalu saja ada pegawai kebersihan yang muncul setiap kali ada orang membuang botol plastik ke tong sampah. Bahkan bisa dibilang tong sampah pun terasa kosong tak berisi, karena sepertinya sampah tak pernah dibiarkan menumpuk disitu. Setiap beberapa menit selalu muncul pegawai kebersihan membuka tong sampah mengangkut isinya dan menghilang. Dan kalau dilihat ke sekitar, pegawai kebersihan tidak kelihatan menunggu. Mereka entah menghilang kemana. Dan di koridor ini walau banyak orang duduk di langkan membuka bekal dan makan, di halamannya tidak terasa ada sampah tergeletak. Bahkan daun gugurpun dijumput. Sungguh ajaib. Ternyata yang kemarin dilihat di tempat wisata yang lain agaknya sudah menjadi standard di semua tempat wisata. tidak ada sampah berserakan, selalu akan muncul pegawai kebersihan entah dari mana mengambil sampah dan kemudian menghilang. Yang kedua berubah, memang tidak terlihat orang merokok walaupun di tempat terbuka, mereka hanya merokok di tempat tertentu saja, sehingga puntung rokok pun tidak terlihat berserakan. Yang ketiga di taman ini tidak terlihat lagi ada yang meludah. Satu kebiasaan yang sebenarnya muncul karena banyak orang terkena infeksi saluran pernafasan atas (ispa), akibat udara yang terpolusi. Agaknya kampanye gambar orang yang meludah dan mengeluarkan bom mulai menunjukkan hasil. Apa yang terlihat di negeri orang terasa susah untuk tak membandingkan dengan apa yang terjadi di kampung halaman. Di jakarta atau di tempat wisata terkadang masih terasa sampah berserakan dimana mana. Walaupun mungkin yang berbeda hanya standard operating procedure (sop) nya saja, bahwa sampah tidak dibiarkan menumpuk. Lantas apakah yang salah? Hanya masalah manajemenkah? Apakah ini semua karena akan ada Olympiade di tahun 2008 di Beijing? Atau akan menjadi habit yang baru? Waktu meninggalkan gerbang, jam 4.10, terlihat angka di papan tulis jumlah pengunjung mencapai 40300, dan masih ada orang yang masuk. Kan ini musim panas dan matahari baru tenggelam jam 7.30 malam. Salam, harry alim [Non-text portions of this message have been removed]