----- Original Message ----- 
From: Sunny 
To: Undisclosed-Recipient:; 
Sent: Tuesday, September 04, 2007 2:54 PM
Subject: [iscab] Bayi Bule



http://www.fajar.co.id/kolom/news.php?newsid=630

Bayi Bule
(03 Sep 2007) 

ADA masalah dalam urusan administrasi kependudukan kita. Padahal UU soal ini 
termasuk PP-nya sudah keluar sejak beberapa bulan lalu. Urusan ini sesungguhnya 
ditangani oleh satu direktorat-jenderal yang Dirjen-nya kebetulan juga orang 
Sulsel Dr Rasyid Saleh, MA. 


--------------------------------------------------------------------------------

Dia menjadi motor keluarnya aturan soal kependudukan ini dan bekerja keras agar 
beberapa tahun mendatang, setiap orang hanya punya satu nomor kependudukan 
termasuk kartu penduduk. Maka urusan yang selalu geger dalam pilkada maupun 
pemilu, daftar pemilih tidak ada lagi. Selama ini KPUD selalu jadi
kambing hitam. Ketika berada di Surabaya bersama Dr Rasyid pekan lalu, saya 
menyaksikan bagaimana ia "marah-marah" karena masih ada dinas kependudukan yang 
seenaknya bicara urusan ini dan bekerja tidak sesuai aturan undang-undang. 
''Saya harap ini terakhir Anda bicara seperti itu,'' katanya tegas.

Saya kebetulan -- punya satu kerja yang sama dengan Dr Rasyid Saleh -- untuk 
menyelesaikan "pemukim" warga yang kebetulan punya darah Tionghoa, India dan 
Arab. Mereka bukan WN-asing tetapi juga tak diberi status WNI. Jumlahnya 
mencapai puluhan ribu. Mereka sudah hidup bertahun-tahun tanpa status WNI. Di 
Tangerang mereka termasuk bukan kelompok berada dan popular dengan nama "Cina 
Benteng".

Atas perintah Mendagri dan Menteri Hukum dan HAM, kami bertekad menyelesaikan 
masalah itu dalam dua-tiga bulan ke depan. Bagaimana mungkin, orang yang sudah 
hidup bertahun-tahun di Indonesia tidak jelas status
ke-WNI-annya. Padahal menurut Undang-Undang No 12/2006
tentang Kewarhanegaraan Indonesia, jika ada anak asing yang tidak jelas orang 
tuanya dan diyakini lahir di Indonesia, maka dia adalah orang Indonesia asli. 
Jadi kalau di suatu subuh, kita melihat sebuah keranjang di bawah pohon dan di 
dalamnya ada seorang bayi yang baru lahir, bermata 'biru' dan berambut "pirang" 
dan kita amat yakini sebagai anak orang bule, jika tak
diketahui orang tuanya, maka ia menurut Undang-undang adalah anak Indonesia 
asli. 

Maka logika bahwa anak bayi saja (yang jelas-jelas bule) diakui sebagai anak 
Indonesia, lalu mengapa pula kelompok pemukim yang sudah hidup turun-temurun, 
masih sulit atau dipersulit status kewarganegaraannya?

Inilah yang harus diselesaikan. Masih terlalu banyak persoalan yang harus 
diselesaikan dan mengapa pula urusan ini belum-belum juga beres selama 
berpuluh-puluh tahun. 

Perjalanan bangsa setelah 62 tahun menikmati kemerdekaan ini harus kita 
direnungi. Di samping berbagai kemajuan pembangunan yang telah tercapai
masih kita lihat di depan mata beratnya tugas kita menyejahterakan rakyat. 
Masih tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari ketimpangan ekonomi dan sosial 
dalam masyarakat. Selain faktor klasik mental manusia yang menyebabkan banyak 
permasalahan sosial ini, salah satu faktor penyebab yang cenderung diabaikan 
adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang terlalu cepat dan kurang terkendali. 

Masyarakat yang tidak beruntung dan tak memiliki ekonomi yang cukup kuat, 
menjadi lebih merana lagi karena tak punya status kewarganegaraan. Mereka tak
bias memperoleh KTI-sebagai WNI. Mereka dalam situasi ekonomi yang begini sulit 
juga tak bias mendapatkan atau menikmati subsidi apapun yang diberikan 
pemerintah.

****

Maka sudah selayaknya, program dua departemen untuk mengakhiri masalah kelompok 
pemukim harus direspons dengan baik oleh para aparat RT/RW hingga tingkat Camat 
di setiap daerah. Kerumitan kerja gaya birokrasi harus diakhiri. Dalam beberapa 
pertemuan dengan aparat pemda baik di Jakarta, Tangerang maupun Jawa Timur, ada 
kesan kalau masalah bisa susah lalu kenapa harus dimudahkan. Saatnya aparat 
pemerintah di semua lini mengambil langkah pregresif menyelesaikan urusan ini.

Mengubah pola pikir: kalau bisa mudah kenapa harus disulit-sulitkan. Apalagi, 
jalan menuju ke Surga memang tidak hanya satu. **


 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to