Bung Siswanto yb, Tentu tidak baik kalau kita berburuk sangka, ... tapi ingat ditahun 04 pada saat Pilpres, bukankah ada program JK yang tegas menyatakan akan mendahulukan yang dinamakan pribumi, ... lalu diminta Cina pilih didiskriminasi atau di bakar??? (Kira-kira begitulah artinya, sudah lupa-lupa ingat, gimana kata-kata JK ketika itu) Yang pasti, sampai hari ini belum pernah dengar JK mengoreksi kesalahan pandangan diskriminasi rasial yang keluar dari mulutnya sejak awal Pilpres tahun 04 itu.
Kesenjangan sosial tentu harus diperhatikan oleh setiap Pemerintah yang berkuasa dan itu juga tidak seharusnya memandang berdasarkan ras, suku atau etnis. Lha, Tionghoa miskin juga tidak sedikit, dan mereka juga warga Indonesia, kan. Jadi, ya sama saja dan itu tidak usah didata mana yang lebih banyak. Yang jelas, didalam pertumbuhan awal, dengan memperkenankan sementara orang kaya lebih dahulu, akan terjadi kesenjangan sosial, jurang melebar antara kaya dan miskin, ... tinggal Pemerintah menentukan sudah saatnya belum menitik beratkan tugasnya untuk membenahi keadilan, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terbanyak. Apa dan bagaimana Pemerintah menanganinya? Salam, ChanCT ----- Original Message ----- From: johnsiswanto To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, October 28, 2007 8:57 PM Subject: [t-net] Re: Jusuf Kalla Bantah Bersikap Diskriminatif==> Bung Chan CT #59773 Dear bung Chan CT, Selamat hari Minggu bung, ketemu lagi.. saya mau nimbrung nih, sbb: 1. Kalau maling taklak mungkin mengaku maling(dialek Melayu), demikian juga kalau ada yang melakukan tindakan diskriminasi rasial, tentu juga tidak akan mengaku juga (tapi publik khan bisa menilai).. he he he ; 2. Tapi kalau untuk kebijakan mempersempit jurang antara yang kaya dan miskin, tentu saja saya setuju, misalnya dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang, tidak memanjakan satu golongan/kelompok/suku dengan fasilitas tertentu.. Di jakarta ini ada sindiran SDM yang baik, tetapi SDM bukan dimaksudkan untuk Sumber Daya Manusia, akan tetapi Semua Dari Makassar, apakah karena kebetulan ataukah karena memang ada kebijakan (Nepotisme) untuk memberikan kesempatan dari Makassar. Akan tetapi kita tidak boleh berburuk sangka, gak baik.. mari kita saksikan apakah ada praktek diskriminasi atau praktek nepotisme yang merupakan kebijakan resmi negara, kalau ada tentu harus kita lawan, tapi kalau tidak, tak baik kalau kita berburuk sangka.. Salam dan hormat, John Siswanto --- In [EMAIL PROTECTED], "HKSIS" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Iyalah, Dimulut menyatakan "TIDAK DISKRIMINATIF", tapi kalau penekanannya masih saja pada "Saya hanya ingin ada keseimbangan agar tidak pincang, ..." dan jelas yang dimaksudkan masih saja "Pribumisasi", ingin menggantikan posisi Tionghoa yang dikatakan "Ekonomi kuat" menjadi "Pribumi". Mendahulukan dan memberi kesempatan lebih pada "PRIBUMI", maka tetap saja bisa dikatakan itu diskriminasi rasial. Mendahulukan ras, suku atau etnis terteentu yang seharusnya tidak terjadi! Bukankah Tionghoa sudah di-UU-kan sebagai bangsa Indonesia-ASLI! > > Kebijaksanaan berbau rasialis begini sudah berlangsung sejak awal 1950, yang kemudian kita ketahui menghasilkan Ali-Babah dan jelas telah membuat pemborosan yang tidak menguntungkan ekonomi nasional. Disaat mbah Soeharto berkuasa peraturan secara resmi tidak berubah, tapi pelaksanaaan sejak tahun 70-an secara diam-diam diberubah, Soeharto justru mendahulukan kroni-kroni yang Tionghoa disekitarnya, lahirlah ratusan konglomerat-konglomerat Tionghoa dan "berhasil" menunjukkan "KEMAKMURAN" pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak ayal, jenderal Soeharto dinobatkan menjadi "BAPAK PEMBANGUNAN". Luar biasa! > > Tapi, karena perkembangan itu hanya merupakan gelembung sabun yang tidak didukung dasar ekonomi yang kuat, pertumbuhan yang terjadi karena persekongkolan pejabat-tinggi dan pengusaha, maka begitu diterpa badai krisis-moneter akhir 97, terpuruklah ekonomi Indodnesia dan sampai sekarang belum juga pulih setelah lewat 10 tahun. > > Jadi, untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional, tidak seharusnya dahulu mendahulukan pengusaha berdasarkan ras, suku dan etnis seseorang, tapi harus mengutamakan kemampuan usaha, melihat kejujuran seseorang dalam berusaha. Jangan dan sekali-kali jangan mendahulukan seseorang berdasarkan ras, suku, etnis ataupun Agama seseorang yang ujung-ujungnya hanya mendahulukan konco, keluarga sendiri dan tidak terhindar berlangsungnya KKN, yang mengakibatkan banyak usaha macet, kredit menguap tanpa bisa dipertanggungjawabkan. Berarti juga, kebijaksanaan itu menyisihkan pengusaha yang berkemampuan dan yang berhak mendapatkan kesempatan untuk mendorong maju ekonomi nasional yang masih saja terpuruk itu. > > Sadar, sadarlah akan kebenaran ini, pengalaman Malaysia juga menunjukkan tidak seharusnya melaksanakan kebijaksanaan disskriminatif begitu. Dahulu mendahulukan sementara orang kaya lebih dahulu, jangan mendahulukan konco, keluarga atau ras, suku dan etnis tertentu, tapi pengusaha yang benar-benar berkemampuan dan sungguh-sungguh ikut mendorong maju ekonomi nasional. > > Salam, > ChanCT > > Minggu, 28 Oktober 2007 > > > > > Jusuf Kalla Bantah Bersikap Diskriminatif > Silaturahim Politik untuk Mengembalikan Kebersamaan > > > > Makassar, Kompas - Menanggapi kritik terkait upaya mengumpulkan para saudagar berdasarkan asal daerah, seperti Bugis, Makassar, Padang, Aceh, dan Pekalongan, Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah dirinya bersikap diskriminatif terhadap suku bangsa tertentu atau sikap primordialis. > > "Saya berteman dan berdagang dengan pedagang China. Tidak ada sikap diskriminatif (dalam pertemuan saudagar di beberapa daerah). Saya hanya ingin ada keseimbangan agar tidak pincang (dalam soal ekonomi). Apabila pincang, akan muncul masalah sosial dan bisa bentrok," ujar Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya dalam Pertemuan IX Saudagar Bugis Makassar di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/10). > > Dalam pertemuan itu, Kalla juga menegaskan, pengusaha saat ini sedang naik daun untuk berkiprah dalam jabatan politik. > > > Pertemuan saudagar di berbagai tempat di Indonesia, yang disebut Kalla sebagai saudagar Nusantara, dimaksudkan untuk mengingatkan dan mengembalikan spirit, semangat, dan kebanggaan orang Indonesia menjadi pengusaha atau saudagar seperti pada awal abad ke-19. "Spirit, semangat, dan kebanggaan itu hilang saat generasi berganti," katanya. > > Menurut Kalla, bangsa dapat maju jika memiliki kekuatan ekonomi. Kekuatan ekonomi itu didapat karena banyaknya pengusaha yang baik. "Tunjukkan kepada saya. Tidak ada bangsa yang maju tanpa pengusaha," ujarnya. > > Di Indonesia, setelah para birokrat dan anggota TNI/Polri tidak boleh berpolitik, pengusaha yang kemudian tampil menduduki jabatan politik dengan modal yang dimilikinya. "Pengusaha sedang naik daun," ujarnya. > > Memperkuat pernyataannya, Kalla memberi contoh, 50 persen dari anggota Kabinet Indonesia Bersatu adalah pengusaha, tujuh dari 10 gubernur di Pulau Sumatera adalah pengusaha, dan separuh pejabat di Sulawesi Selatan adalah pengusaha. "Kalau mau jadi pejabat, jadilah pengusaha," ujar Kalla sambil menunjuk dirinya sebagai contoh. > > Efek politik > > Kalla juga mengemukakan, kepentingan politik bukan tujuan utama (intensi) dari rangkaian silaturahim dirinya ke sejumlah tokoh nasional dan ke belasan provinsi. Akan tetapi, silaturahim yang terus akan dibangunnya itu menghasilkan efek politik yang terbukti bekerja efektif melebihi mesin partai politik. > > Efek politik dari silaturahim yang dibangunnya dan menjadi modal politik itu terbukti dalam Pemilihan Presiden 2004. Padahal, silaturahim yang dibangunnya itu masih terbatas di antara tokoh masyarakat Bugis dan Makassar dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS). > > "Saya sering katakan, ketua partai saya itu Pak Taha (Muhammad Taha, Ketua KKSS saat Pilpres 2004). Saya bukan dari Golkar, tetapi KKSS partainya. Karena itu, orang Bugis di mana saja menggebu-gebu mendukung. Partai boleh beda, tetapi JK-nya satu," katanya. > > Meskipun menghasilkan efek politik yang dapat menjadi modal, Kalla mengemukakan, efek politik dari silaturahim itu tidak bisa dibangun dalam semalam. > > Silaturahim yang dilakukan Kalla saat hari raya Idul Fitri 1428 Hijriah atau dua tahun sebelum Pilpres 2009 sudah dirancang sejak tahun 2006. Rancangan tahun 2006 itu gagal terlaksana karena mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang hendak ditujunya pertama kali tak ada di tempat. > > Tujuan utama silaturahim ke sejumlah tokoh nasional dan ke belasan daerah seperti disampaikan Kalla adalah untuk mengembalikan nilai tinggi yang hilang karena politik saling membenci dan mendendam. Nilai tinggi itu adalah persahabatan, kekerabatan, dan kebersamaan untuk memajukan bangsa. > > Kembalinya nilai tinggi itu, menurut Kalla, akan mengurangi kepenatan politik dan terbuangnya banyak energi, semangat, dan sumber daya untuk hal-hal yang tak penting untuk kemajuan bersama. Bahwa dengan silaturahim itu menghasilkan modal politik, Kalla berujar, "Itu bonus saja." (INU) > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > # Mohon selalu berbahasa santun dan sopan, kunjungi rumah kita di http://tionghoa-net.blogspot.com # Subscribe : [EMAIL PROTECTED], Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] Motto : Persahabatan, Perdamaian dan Harmoni Yahoo! Groups Links -- No virus found in this incoming message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.488 / Virus Database: 269.15.12/1096 - Release Date: 2007/10/27 _W__ 11:02 [Non-text portions of this message have been removed]