Istilah cina dan tionghoa rasanya timbul karena political reason.
Kalau mau ditinjau dari aspek linguistic, rasanya susah sekali bisa 
diterima.

Saya ada cerita nyata soal cina dan tionghoa.
Sewaktu pelajaran Pancasila di univ negeri tiba-tiba sang dosen
bertanya diruang kuliah, apa ada tionghoanya disini?.
Waktu itu ada 4 msiswa tionghoanya, anehnya keempat msiswa ini diam 
saja.
Sang dosen lalu meneruskan kata-katanya. oh, rupanya tidak ada
cinanya.....

Kelanjutannya tak perlu saya sebutkan.
Yang saya pertanyakan, kenapa dari tionghoa berubah jadi cina?

Saya sudah bosan rasanya membaca perdebatan soal cina dan tionghoa 
ini, yang tidak ada penyelesaiannya.

Kalau menggunakan istilah cina ada yang tersinggung dan tionghoa 
tidak. Tinggalkan saja istilah itu, titik.


John



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bang Akhmad yth,
> 
> Maaf ya.  Untuk anda, penggunaan istilah "cina" atau Tionghoa 
tidak ada relevansinya.  Makanya anda bisa dengan mudah 
mengesampingkan issue ini.  Memang diakui, ini akan merupakan debat 
yang berkepanjangan.  Tetapi bukan debat pepesan kosong.  Karena ini 
berkaitan dengan jati diri, martabat dan harga diri.  Sekarang masih 
banyak, kalau tidak bisa disebut 100%, kalangan Tionghoa yang sangat 
berkeberatan penggunaan istilah "cina".  Kembali lagi, selama ada 
sebagian warga yang berpendapat istilah itu menghina, mengapa masih 
dipergunakan.
> 
> Sebagai paralelnya, saya pribadi tidak beranggapan penggunaan 
istilah "indon" itu mengandung unsur penghinaan.  Tetapi karena ada 
sebagian warga saudara2 kita yang merasa demikian, saya MENDUKUNG 
100% unpaya penghapusan penggunaan istilah itu.
> 
> salam,
> PK Lim
> 
> Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:                               ----- Original Message ----- 
>  From: hera
>  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>  Sent: Friday, November 09, 2007 6:43 AM
>  Subject: Re: [budaya_tionghua] Lalu bagaimana dengan orang 
Tiongkok?
>  
>  > Adik saya yang selisihnya 7 thn... tinggal nya sudah di Tomang
>  > di tahun 70'an... dia sekolah di daerah Jakarta Pusat dan 
Selatan....
>  > ternyata sebutan Cina - di kalangan teman2nya hanya sebagai
>  > sesuatu yang biasa - bukan bermaksud utk menghina...
>  > Dan ketika saya sekolah di luar negeri (Singapore & USA) -
>  > "CHINESE"... diterjemahkan sebagai Orang Cina...
>  > lebih mudah diucapkan dibanding mesti mikir lagi menjadi
>  > Orang Tionghoa....
>  > Bahkan teman2 yang Indonesian Chinese pun - kita juga bilang
>  > kita adalah orang Cina...
>  > Dan sekarang saya tinggal di daerah Jakarta SElatan - dimana
>  > semua orang berkata Cina.... dan saya bisa membedakan
>  > dari intonasi - apakah yang mengatakan bermaksud menghina
>  > atau tidak...
>  
>  > Please - kepada bapak/ibu yang budiman - semua itu adalah
>  > sebuah paradigma....
>  > Cobalah mengerti yang benar belum tentu baik bagi semua 
orang....
>  > tetapi yang baik pasti benar untuk semua orang....
>  
>  ----------------------------------------
>  
>  Saya rasa Hera kouwnio benar.
>  Sebagai seorang non-tionghoa, saya melihat pembahasan soal 
istilah/kata 
>  "cina" ini sudah terlalu berkepanjangan, sampai ke polling-
polling segala 
>  (yang jumlah peserta polling-nya nyatanya cuma hitungan jari 
saja) tanpa 
>  terlihat nilai produktifnya.
>  Bahkan rasanya sudah menjangkau tahap kontra-produktif terhadap 
pembinaan 
>  kebangsaan kaum tionghoa. Karena, kalau orang Betawi 
bilang, "pepesan kosong 
>  doang".
>  Sehingga sudah terasa perlunya mempertanyakan "Kapan selesainya 
omongin 
>  kosong ini"
>  
>  Sebetulnya kata "cina" maupun "tionghoa" adalah leksikon bahasa.
>  Tetapi praktis tidak tampak adanya pembahasan dari segi 
linguistik.
>  Pembahasan pro-kontranya terutama hanya dilihat dari segi 
politik, yaitu 
>  politik dendam dan sakit hati masa lalu, terutama pada Soeharto 
dan Orba, 
>  yang padahalnya sudah sama-sama kita jungkalkan
>  
>  Padahal kalau dilihat penggunaannya di 'lapangan', dalam bahasa 
yang dipakai 
>  orang sehari-hari, masalah pro-kontra ini samasekali tidak ada.
>  Saya melihatnya sama saja dengan kata "tau" dan "tahu". Dalam 
komunikasi 
>  lisan kita bilang "saya sudah tau', dan orang menertawakan kalau 
kita 
>  mengatakan "saya sudah tahu". Sebaliknya kita akan disalahkan 
kalau menulis 
>  "saya sudah tau", karena harusnya tertulis "saya sudah tahu".
>  Begitu pula, kata "cina" secara umum digunakan dalam bahasa 
percakapan, 
>  utamanya percakapan santai sehari-hari, dan kata "tionghoa" lazim 
digunakan 
>  dalam bahasa tulisan serta bahasa verbal formal seperti pidato, 
dsb. Lalu di 
>  antara kedua 'kutub' itu, masih ada lagi kata "cainis" (chinese) 
dalam 
>  penggunaan separuh santai separuh resmi.
>  Begitulah kenyataan linguistiknya, political clout set aside!
>  
>  Aspek kebahasaan lainnya adalah adanya frasa (gabungan kata), 
yang dalam 
>  penggunaan sehari-hari ada frasa yang lebih cocok pakai 
kata "cina", dan ada 
>  frasa lain yang lebih cocok pakai kata "tionghoa".
>  Sebagai contoh, tanpa pertimbangan politik whatsoever, perasaan 
bahasa saya 
>  lebih 'sreg' untuk menggunakan kata "tionghoa" dalam frasa "suku 
tionghoa". 
>  Tidak akan saya mengatakan "suku cina", bahkan dalam percakapan 
informal 
>  sekalipun.
>  Sementara itu, juga tanpa pertimbangan politik whatsoever, orang 
lebih 
>  'sreg' memakai frasa "cersil cina" daripada frasa "cersil 
tionghoa", 
>  sebagaimana nampak dalam homepage milis tjersil yang 
beranggotakan ribuan 
>  teman-teman suku tionghoa.
>  
>  Karena itu, sekali lagi, mari kesampingkan urusan politik acuan 
masa lalu, 
>  dan 'tutup buku' soal "cina" vs. "tionghoa" yang cuma pepesan 
kosong...
>  
>  Wasalam. 
>  
>  
>      
>                                
> 
>  __________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
> http://mail.yahoo.com 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Reply via email to