Dear Oom Chan CT yb, 
   
  BUSYET...!!!! kaget saya baca statement Oom Chan mengenai
  tradisi Marga Tionghoa kita. sorry nih Oom, tapi saya sangat
  keberatan dgn pandangan Oom Chan ini. 
   
  kata siapa pula, sekarang ini orang Tionghoa sudah sesukanya
  memberi nama untuk anak-anaknya?!! sampe marga pun dilupakan. 
   
  setau saya, tradisi kita adalah patriakal. istilah patriakal ini jangan
  diintepretasikan menjadi subordinasi perempuan atau secondary
  engineering towards woman. simply, demi ketertiban tata aturan 
  bermasyarakat Tionghoa saja kita namakan sistem marga dari
  ayah ini sebagai sistem patriakal. 
   
  contoh kasus yg diangkat Oom Chan memang terjadi. terutama
  bagi mereka yg masuk golongan korban orde baru yg tidak
  lagi mengetahui sistem tradisi minimal Tionghoa. sehingga tidak
  mengerti lagi kesakralan marga bagi orang Tionghoa. bahkan
  Tionghoa benteng yg beribu pribumi sunda saja masih menggunakan
  dan tetap mewariskan marga kepada keturunan mereka. berbeda
  dengan non-tionghoa yg tidak lagi punya marga. 
   
  bagi saya, yg dimaksud sebagai tionghoa itu minimal MASIH
  PUNYA MARGA yaitu marga dari bapak. tidak pernah ada
  marga dari Ibu, kecuali untuk main-mainan. oleh karena itu, endogami
  adalah sistem kita. contoh-contoh, perempuan tionghoa yg menikah
  dengan pria non-tionghoa ya anak-anak mereka sudah hoana, bukan
  Tionghoa lagi. karena tidak punya marga. tidak bisa anak-anak kawin
  campur ini masuk golongan Tionghoa. 
   
  Bruce Lee menikah dgn bule. anaknya dinamakan Brandon lee.
  ya si brandon Lee itu masih tetap dianggap tionghoa apabila 
  ia tetap menginginkan itu. 
   
  orang-orang spt Agnes Monica yg lebih memilih pacaran dgn
  pribumi memang memiliki hak menentukan pasangan. kita
  tidak bisa menyalahkan perempuan-perempuan Tionghoa yg
  memilih pasangan hidup pria non-tionghoa. tetapi juga jangan
  menuntut dianggap dan diperlakukan sebagai Tionghoa apabila
  sudah demikian. berkoar-koar masih tionghoa pun akan diketawain,
  masa tionghoa menghancurkan dirinya sendiri dengan memotong
  garis keturunan para leluhur. dosa terbesar bagi seorang tionghoa
  adalah melupakan leluhur dan membinasakan leluhur dgn
  kawin campur dan menghilangkan marga Tionghoa. 
   
  MAO ZEDONG saja masih menerapkan sistem marga ayah
  untuk putra-putranya. Mao An Ying tetap dipandang sebagai
  pewaris marga Mao bukan Li Na sekalipun Mao Zedong sangat
  akrab dan paling sayang kepada putrinya Li Na. bahkan seorang
  Mao Zedong pun tidak hendak mengganti sistem marga Tionghoa
  yg sudah berusia ribuan tahun ini. Saya tidak tau apakah Li Na
  memberi marga Mao kepada anak-anaknya hasil perkawinan
  dengan marga lain. tetapi seharusnya anak-anak Li Na tidak
  mewarisi Marga Mao sekalipun tetap cucu Mao Zedong. 
   
  penjahat Chiang Kai Sek pun masih mengunjungi kuil marga
  Chiang sesaat sebelum kabur ke Taiwan. bahkan seorang bandit
  seperti Chiang saja masih hormat kepada tradisi Tionghoa marga
  ayah. 
   
  MASYALLAH.....kok sekarang kita ini sudah benar-benar
  tidak berbudaya lagi. akibat baur membaur, kawin mawin dgn
  tiko, fankui, hoana kita melupakan bahkan menginjak-injak
  tradisi budaya nenek moyang kita. kita bener-bener sudah
  berada di mulut jurang kehancuran dan pembinasaan. selamat
  bagi para penguasa Orde Baru yg sangat berkeinginan untuk
  menghancurkan dan menghilangkan Tionghoa. misi kalian
  sudah berhasil. lihatlah tionghoa-tionghoa ini...selamat kpd
  Harto. 
   
   
  best regards,
  kenken
  

CT <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Siapasih yang bilang kalau ikut marga ayah, lalu si-anak jadi lebih 
dekat dengan bapak dan si ibu kehilangan hak atas anak yang dilahirkan? Dalam 
kenyataan hidup ternyata tidak juga. Malah lebih banyak kejadian membuktikan, 
sekalipun sianak gunakan marga ayah, tapi kecintaan si-anak pada ibu jauh 
melebihi dari cinta pada ayah. 
   
  Kalau dahulu mungkin masih bisa mengikuti turunan dari nama-nama dalam 
silsilah kekeluargaan, ... sekarang mah udah nggak akan bisa diikuti lagi. Lha, 
orang memberi nama anak-anaknya udah sesukanya, tanpa aturan lagi, dan begitu 
banyaknya anak-anak yang kawin-wamin deengan berbagai suku, berbagai bangsa 
membuar jadi satu, udah nggak mungkin dan memang tidak ada gunanya ngikutin 
garis turunan lagi.
   
    Jaman terus bergulir maju, agar tidak diskriminasi dirasakan kaum wanita, 
ada baiknya biarlah orang-tua menentukan sendiri memberikan marga ibu pada anak 
yang lahir, ... kalau tidak salah ingat, Pujangga kenamaan Lu Shun itu 
menggunakan marga ibu. Dan saya juga jadi ikut-ikutan menggunakan marga ibu, 
menjadi anak ibu. Heheheee, ...  Biar adil, ya.
   

   
  Salam,
  ChanCT
    ----- Original Message ----- 
  From: CW 
  To: komunitas-tionghoa 
  Sent: Tuesday, December 04, 2007 10:50 AM
  Subject: [komunitas-tionghoa] Re: Undangan Diskusi "Hak Atas Nama"
  


Nama marga adalah diskriminasi terhadap wanita. Membuat wanita
kehilangan hak atas anak2 yang dilahirkannya.

cw

On Dec 3, 6:39 pm, henyung <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Forum Diskusi Sejarah Tiongkok dan Budaya Tionghoa mengundang
> saudara-saudari sekalian untuk menghadiri diskusi dengan topik:
>
> "Hak Atas Nama: Refleksi Marga dan Nama sebagai salah satu
> Pilar Budaya Tionghoa dalam Kaitannya dengan Pencatatan Sipil di
> Indonesia."
>
> Nara sumber:
>
> Suma Mihardja
> Pakar kependudukan dan catatan sipil di DPR-RI dan Ketua Perancang
> Undang-undang Konsorsium Catatan Sipil (mengawal UU Kewarganegaraan
> no. 12 tahun 2006 dan UU Administrasi Kependudukan no. 23 tahun 2006
> serta RUU Anti Diskriminasi), pakar HAM di Komisi Perlindungan Anak
> Indonesia, staf ahli hukum dan HAM di Kementerian Pemberdayaan
> Perempuan, dan juga pakar hukum di Komnas HAM.
>
> Waktu:
>
> Hari Minggu tanggal 9 Desember 2007 pukul 16.00 WIB s/d selesai
>
> Lokasi:
>
> Sekretariat Forum Diskusi Sejarah Tiongkok dan Budaya Tionghoa
> Jl. Pangeran Jayakarta, Kompleks Ruko 46, No. D-14
> Jakarta
>
> Nama dan marga adalah pilar penting budaya Tionghoa. Dari nama yang
> diberikan, diharapkan agar keselamatan dan kebahagiaan akan mewarnai
> jalan hidup. Bagi kalangan Tionghoa, nama tidak bisa dimiliki atau
> diberikan sembarangan. Satire Shakespeare "what's in a name" rasanya
> tidak berlaku bagi kalangan Tionghoa. Nama adalah sebuah citra,
> apalagi ketika ia terhubung kepada marga yang mengharuskannya
> menjaga baik-baik warisannya itu. Anak, dalam konsepsi Tionghoa,
> bukan sekedar titipan yang maha kuasa yang akan melesat sendiri
> bagaikan anak panah sebagaimana digambarkan dalam puisi Kahlil
> Gibran. Anak adalah pewaris generasi. Tapi seberapa banyak pemakaian
> nama Tionghoa masih bertahan? Ada berbagai hambatan dan tantangan
> dalam hak identitas tersebut. Banyak kalayak masyarakat yang
> menyimpan pertanyaan mengenai aspek nama ini.
>
> Anda baru atau akan segera punya anak? Nama apa yang akan diberikan
> kepada anak itu? Atau anda sendiri merasa bermasalah dengan nama
> yang ada dalam akte lahir anda sendiri?
> Adakah larangan pemakaian nama Tionghoa? Masih adakah ketakutan
> memakai nama Tionghoa? Apakah nama Tionghoa menjadikannya asing di
> Indonesia ini? Nama macam apa yang sebaiknya dipakai? Mengapa ada
> yang menginginkan nama marga, namun ditolak, tapi sebaliknya ada
> yang berhasil menuliskan nama marga? Mengapa juga ada yang menolak
> menuliskan nama marga, dan di Akte Lahirnya tidak tertera nama marga
> tersebut namun tiba-tiba nama marganya muncul di KTP? Mengapa ada
> anak Tionghoa yang memakai nama marga ibunya? Aturan apa yang perlu
> diketahui tentang penamaan anak? Apakah prosedurnya rumit? Masih
> dimintakah SBKRI dan bagaimana mengantisipasinya? Perlukah
> mempergunakan calo? Berapa sebenarnya biaya pembuatan akte lahir?
> Bagaimana cara menuntut hak anda untuk mendapatkan pelayanan prima?
> Tentu masih ada pertanyaan lain yang perlu dijawab secara tuntas.
>
> Harus diakui banyak orang Tionghoa yang masih tidak memahami mengenai
> peraturan pencatatan sipil, terutama untuk pencatatan nama. Di milis
> Budaya Tionghua selalu saja ada pertanyaan mengenai masalah nama
> pencatatan sipil dari waktu ke waktu.
>
> Segala seluk beluk mengenai nama, hak identitas, nama Tionghoa,
> konsep kependudukan dan Catatan Sipil, termasuk tips dan trik agar
> pelayanan publik prima dapat anda peroleh dengan biaya minimal akan
> dibahas oleh pakar yang menggeluti persoalan hukum, HAM dan budaya
> ini sejak lama
>
> Untuk kemudahan penyelenggaran diskusi ini, peserta diharapkan
> mendaftarkan diri terlebih dahulu ke email
> [EMAIL PROTECTED]
>
> Terima kasih

No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.503 / Virus Database: 269.16.12/1162 - Release Date: 2007/11/30 
_U__ 09:26


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Anda menerima pesan ini karena Anda tergabung pada grup Grup Google 
"komunitas-tionghoa" grup. 
 Untuk mengirim pesan ke grup ini, kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
 Untuk keluar dari grup ini, kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
 Etika berdiskusi bisa dilihat di 
http://groups.google.com/group/komunitas-tionghoa/web/etika 
 Untuk pilihan lainnya, lihat grup ini pada 
http://groups.google.com/group/komunitas-tionghoa?hl=id 
 Kondisi/term dalam memakai jasa Googlegroups 
http://groups.google.com/intl/en/googlegroups/terms_of_service3.html 
 Opini dalam setiap posting adalah pendapat pribadi dari pemosting sendiri, 
bukan mencerminkan pendapat milis ataupun komunitas tionghoa keseluruhan 
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---



       
---------------------------------
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to