Oom Chan yb, Bagaimana kalo situasinya spt ini:
Seorang temen sms saya menceritakan sebab-sebab mengapa SK Walikota tentang pelarangan Barongsai dan Liong itu keluar. bunyi sms itu begini: "akibat pilkada, golongan etnis mayoritas menjadi berang. Sampai saat ini, ada api dalam sekam di kal-bar. sedikit gesekan dan sedikit kesalahan Tionghoa akan dimanipulasi menjadi gerakan ganyang Tionghoa". Banyak sodara-sodara Tionghoa tidak menyadari api rasialis dalam sekam ini. Sehingga cenderung kurang berhati-hati. dikiranya, reformasi menyelesaikan sentimen negatif anti-tionghoa itu di tataran grass root. Faktanya tidak demikian. Kebijakan anti-tionghoa yg dijalankan Orba dgn 3 tahapan proses: stigmatisasi-marjinalisasi-victimisasi itu tidak semerta-merta hilang ketika Harto turun tahta. Menurut saya, ada benarnya juga apabila sodara-sodara Tionghoa menahan diri. Tidak perlu keluar Surat Keputusan rasis segala. Tetapi menahan diri sedikit. best regards, Kenken --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Itulaah, segala sesuatu memang tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja, pertunjukkan Barongsai, Liangliong memang menimbulkan keributan suara tambur-gembreng yang cukup membisingkan, dan dikarenakan banyak penduduk setempat ikut menonton menikmati bisa membuat lalu-lintas terhambat, ... tapi, adalah juga kenyataan disisi lain, bagaimanapun juga itulah budaya-tradisi suku Tionghoa yang perlu dihargai dan dihormati, dan tidak seharusnya dibatasi bahkan dilarang, ... Sebaliknya masih adanya budaya-tradisi Tionghoa di Indonesia, seperti Barangsai dan Liang-liong itu bisa dipromosikan untuk menarik touris berbagai negeri, yang bisa berperan ikut menghidupkan ekonomi-setempat. > > Pembatasan hanya memperbolehkan pertunjukkan Barongsai- Liangliong didalam Stadion oleh Walikota Pontianak, sungguh patut disesalkan. Karena dengan demikian menghilangkan ke-meriahan suku Tionghoa merayakan hari Tahun Baru Imlek, menghilangkan makna merayakan Tahun Baru bersama rakyat penduduk sekitar. Padahal, kemeriahan merayakan Tahun Baru Imlek bisa digunakan untuk menarik touris-touris luar kota bahkan luar negeri. Banyak orang tentu ingin melihat dan mengetahui bagaimana Tionghoa di Indonesia masih gairah merayakan Tahun Baru Imlek, merayakan bersama penduduk setempat. Apalagi di Pentianak, dimana suku Tionghoa yang katanya mencakup lebih 30% pendudk setempat. > > Di Hong Kong, ada satu pulau Chang-zhou dimana penduduk lokal masih ada tradisi yang cukup-unik dipertahankan sampai sekarang, arak-arakan dengan busana tradisionil, anak-kecil berdiri tegak diatas tiang-gala juga dengan baju-baju dan hiasan tradisionil, lalu malam hari diadakan perlombaan manjat menara-bakpao, ... dan itu justru digunakan untuk menarik touris-touris dari HK dan luar negeri untuk ikut menikmati kemeriahan penduduk setempat marayakan hari raya, dan benar-benar membantu meningkatkan ekonomi setempat. > > Salam, > ChanCT > >