--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Mita Melati 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Terimakasih Alfonso atas jawabannya, sangat membantu...^_^
> 
> tp ada yg mau saya tanyakan lagi,
> 
> Kl yg dimaksud "baju konservatif" tuh yg kaya gimana y? Kalau jas 
& blazer biasa dipake di acara2 khusus, kalau kehidupan sehari2, 
apakah ada ciri khas pakaiannya? Khususnya buat yang sudah cukup 
berumur, krn orang tua biasanya lebih tidak mudah terpengaruh dengan 
fluktuasi fashion setiap saat...


Alfonso: Saya lahir di Palembang. Papaku punya Bo Mu (ket: akongku 
punya koko punya istri) sampai meninggal dunia, selalu menggunakan 
baju Qipao ala China Selatan. Ada yang tahu film God of Gambler I, 
yang dimainkan oleh Chow Yunfat dan Andy Lau? Dalam 1 adegan di film 
itu, Chow Yutfat jatuh dari tebing dan kepalanya kebentur batu. 
Kemudian Andy Lau cs datang dan membawanya ke seorang nenek. Nah, 
pakaian yang dipakai nenek itulah yang saya maksud dengan "baju 
konservatif".

Di China dan Taiwan sendiri, baju yang dipakai oleh orang-orang 
sehari-hari sama dengan yang dipakai di Indonesia. T-shirt, jeans, 
rok. Saya ingin menekankan sedikit dalam pakaian wanita karena 
pakaian wanita lebih banyak variasi daripada pria. Di Taiwan, gadis-
gadis lebih fashion dalam memakai baju. Kalau di Indonesia, 
mahasiswi agak 'malu-malu' dan kelihatan kuno dalam berpakaian. 
Mahasiswi di Indonesia rata-rata hanya memakai T-shirt dan celana 
jeans. Kalau jalan, biasanya tangannya mendekap map dan sejenisnya 
di dada mereka. 

Sedikit melenceng, di Taiwan, mereka memadukan atasan dan bawahan 
dengan warna-warni, dengan rambut yang bermodel terkini, bersepatu, 
dan langsing-langsing. Dipadu dengan kulit putih, mereka kelihatan 
menarik. Dan mereka berusaha menonjolkan keindahan tubuh mereka. 
Cara ini tidak salah, karena kodrat wanita adalah untuk kelihatan 
cantik.

Kembali ke Indonesia, saya seringkali melihat karyawati-karyawati 
yang kurang bisa memadukan pakaian. Ke kantor pakai baju seasalnya. 
Fyi, wanita karir akan kelihatan anggun dan berkelas jika mereka 
memakai rok dan blazer. Tapi, apa yang sering kita jumpai? Karyawati 
memakai kemeja garis-garis dan celana panjang, serta bersandal 
jepit!! Saat makan siang atau pulang kantor, kalau pun memakai 
blazer (seperti di Sudirman), alas kakinya juga sandal jepit!  
Pakaian tidak selalu diciptakan untuk kenyamanan. Pakaian diciptakan 
juga untuk penampilan dalam menciptakan kesan baik. Itulah alasan 
orang memakai pakaian bulu angsa, yang dipakai ga enak, tapi dilihat 
enak.

Kalau kebiasaan jelek yang cowok, saya melihat orang Indonesia 
sering memakai helm masuk ke dalam lift atau masuk ke dalam 
perkantoran orang. Kadang-kadang, saya juga membawa motor kalau 
macet. Tapi saya tidak nyaman melihat ada orang berjalan-jalan di 
dalam perkantoran dengan memakai helm di kepalanya. Kurang bagus, 
gitu lho!


> "5. Koran tulisan Mandarin bisa dibeli di loper koran yang ada di 
> lokasi banyak orang Tionghoanya, kayak Glodok, Pluit, Kelapa 
Gading. 
> Saat ini, di hotel, perusahaan, atau kedutaan China/Taiwan juga 
> menaruh koran Mandarin terbitan Indonesia di kantor mereka."
> 
> Berhubung tidak semua orang bisa membaca tulisan kanji (bener ga 
kl tulisan yang ada di koran itu tulisan kanji? hehehe), pastinya 
hanya orang2 tertentu yg membaca. Rata2 yang membaca koran itu range 
usianya berapa y? Kebanyakan pembacanya juga lebih banyak Tionghoa 
peranakan atau Tionghoa totok? 


Alfonso: Koran Mandarin juga dibagi gratis di kedutaan China, Kadin 
Taiwan, bank-bank Taiwan/China, asosiasi pengusaha Taiwan, 
perusahaan-perusahaan China/Taiwan, airport, dsb. Jadi jangan 
beranggapan koran Mandarin hanya dibaca oleh China lokal atau China 
benteng. Orang asing pun suka membacanya juga. Bahkan di kantor 
imigrasi pusat di Kuningan Jakarta, juga ada koran Mandarin. Karena 
banyak orang China yang ke sana. 

Kalau orang lokal yang baca koran Mandarin, range usia lahir sebelum 
1953. Mereka ini sempat merasakan SD Tionghoa di Indonesia sebelum 
ditutup pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) 10 tahun 1959 
oleh Menteri Perdagangan Rachmat Mujomisero. PP 10 adalah peraturan 
yang membatasi hak berbisnis Tionghoa di tingkat kabupaten ke bawah. 
Tercatat 102 ribu orang kembali ke China saat itu dengan kapal yang 
dikirim langsung dari pemerintah China.

Tidak semua Tionghoa pulang ke China saat itu. Papa saya (lahir 
tahun 1950) mengenang, saat kapal terakhir yang membawa semua 
penumpang terakhir meninggalkan pelabuhan Bom Baru, Palembang, 
seutas tali panjang dijulurkan dari penumpang di atas kapal dengan 
Tionghoa di daratan yang kehabisan kapal. Suasana sangat dramatis. 
Bisa kita bayangkan saat kapal mulai menjauh. Saat tali mencapai 
ujungnya dan lepas, tangis pun pecah.

Berbahagialah kita sebagai generasi ke-3 di Indonesia, karena kita 
sudah bisa menikmati perjuangan kakek-nenek, dan ortu kita. Saya 
sampai diceritain banyak bagaimana orang dulu bercinta dalam keadaan 
gelap gulita.

Alfonso

Kirim email ke