Pak Thio yb,

Terimakasih atas masukan yang diberikan.
Saya sendiri lupa sama sekali bahkan mungkin lebih tepat dikatakan tidak pernah 
tau kalau warga Tionghoa yang memilih WNA, ada surat bukti, katakanlah SBKRRT 
itu. Siapa yang berhak mengeluarkan SBKRT itu, ya? Kedutaan RRT? Kalau mereka 
yang cenderung pada Kuomintang, siapa yang keluarkan? Tapi, apalah namanya 
tanda pembedaan antara yang WNI dan WNA, sebetulnya menurut saya tidak perlu 
dibikin begitu rumit, harus ada tambahan SBKRI untuk yang WNI dan SBKRRT untuk 
yang asing. Atau memang jalan pikiran orang ketika itu, belum sampai kesana? 
Kecuali memang jalan pikiran pejabat ketika itu (mestinya tidak), sebagaimana 
perkembangan selanjutnya, "kalau bisa dipersulit, kenapa harus 
disederhanakan?", yang ujung-ujungnya untuk dapat penghasilan tambahan itu. 

Coba perhatikan, kalau konsep pemikiran pejuang-pejuang Kemerdekaan RI ketika 
itu yang menghendaki hanya satu macam warganegara saja, sebagaimana disahkannya 
UU No.3/1946, dimana tempat lahir menentukan warganegara orang trersebut, tanpa 
mempedulikan suku, etnis dan keturunan darah orang. Barang siapa yang lahir di 
Indodnesia, otomatis menjadi WNI, kecuali yang bersangkutan menolak, dan itu 
diberi waktu berpikir sebagai hak repudiatie 2X2 tahun. Jadi, dalam waktu 
bersamaan dengan diberlakukannya UU No.3/1946, semua orang yang lahir di 
Indonesia diperlakukan sebagai WNI, tanpa dicerecoki harus lakukan pencatatan 
dan adanya surat membuktikan dirinya WNI. 

Untuk membedakan warga yang WNI dan WNA, sebetulnya juga tidak sulit. Disamping 
surat lahir yang sah akan membuktikan, juga bisa dilakukan deengan perbedaan 
KTP yang diberikan. Entah warna KTP yang berbeda, atau diberi tanda khusus bagi 
yang sejak semula memang WNA dan bagi mereka yang lahir di Indodnesia tapi 
ingin jadi WNA.

Dengan cara pembedaan yang jelas di KTP demikian, tentu jauh akan lebih 
sederhana dan penyelesaiannya cacatan sipil yang ketika itu masih terbelakang, 
lebih mudah diatasi, ketimbang ditambahi lagi dengan SBKRI. Dan itulah 
kenyataan yang terjadi selama 1/2 abad ini, selalu menghantui Tionghoa di 
Indonesia.

Dengan dikeluarkannya SBKRI yang hanya diberlakukan bagi etnis TIonghoa, tentu 
berarti diskriminasi ras telah dilangsungkan di negeri ini. Keturunan Arab, 
keturunan India tidak usah miliki SBKRI, dan juga nggak pernah ditanya-tanain 
oleh pejabat, mana SBKRInya, kok. Jadi, sudah betul, harus dihapus berlakunya 
SBKRI itu, ketetapan UU No.12/2006 menegaskan hanya mengenal 1 macam 
kewarganegaran RI, berdasarkan hukum saja. Jadi, sudah tidak boleh menuntut 
keluarkan SBKRI lagi hanya karena dia etnis TIonghoa. Cukup melihat surat lahir 
dan KTP yang bisa buktikan pemegangnya adalah WNI, tak peduli suku, etnis apa 
orang bersangkutan.

Pada saat pejabat meragukan keabsahan surat-lahir dan KTP yang dipegang, ya 
buktikanlah keabsahannya. Kalau terbukti itu palsu, hasil tembak, seret kedepan 
pengadilan dan adililah sesuai dengan HUKUM yang berlaku. Bagaimana juga tidak 
boleh membedakan lagi, mendiskriminasi yang TIonghoa, karena TIonghoa harus 
tunjukkan SBKRI, yang hakekatnya dalam praktek kehidupan menjadi satu keharusan 
Tionghoa harus memiliki SBKRI.  

Salam,
ChanCT

----- Original Message ----- 
  From: kengbouw thio 
  To: HKSIS 
  Cc: Yap Hong Gie ; [EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Thursday, September 25, 2008 8:42 PM
  Subject: SBKRI dan SBKRRT


        Pak Chan yg baik,

        Ramai2 soal SBKRI,  saya jadi teringat pengalaman saya pada 1960 2/d 
1965 di Bandung

        Ketika itu saya bekerja sebagai guru menyanyi, guru bahasa Indonesia, 
sejarah Indonesia dan Ilmu Bumi Indonesia di SINCHUNG, sebuah SD yg didirikan 
oleh WN RRT suku Hakka di Bandung.

        Disamping itu, saya juga bertugas untuk memeriksa surat bukti 
kewarganegaraan RRT , atau SBKRRT, tapi namanya ketika itu adalah surat bukti 
telah menolak kewarganegaraan RI, yang berarti pemegang surat ini adalah WN RRT.

        Sebab sejak 1958, pemerintah RI telah mengeluarkan peraturan, WN 
Indonesia dilarang bersekolah di semua sekolah Tionghoa. Jadi setiap tahun 
semua calon pelajar Sekolah Tionghoa, ketika mendaftarkan namanya, mesti 
membuktikan dirinya sebagai WN RRT. Jika tidak , dia tidak dapat diterima 
sebagai siswa sekolah Tionghoa tersebut.

        Ketika tahun 2003. saya diundang oleh mantan pelajar dan guru2 sekolah 
Sin Chung tersebut, ternyata semuanya sudah ramai2 masuk Warganegara Indonesia 
pada periode 1967 s/d 1998. Mungkin adanya masih bertahan sebagai WN RRT, tapi 
saya tidak cukup waktu untuk memeriksa satu persatu.

        Setahu saya ada seorang bekas guru SD saya yang namanya The Kim Kan, 
pernah menilpon saya dari Guangzhou, katanya beliau tidak mendapat izin masuk 
ke Hongkong, karena pegang paspor stateless, yaitu bekas warganegara RRT yang 
tidak mau masuk WM Indonesia.  Ini terjadi pada tahun 1996 atau 1997.

        Jadi kesimpulan saya, tidak semua bekas WNRRT yang masuk WN Indonesia.

        Apakah ini SALAHSATU SEBAB yang melahirkan SBKRI, jadi harus bisa 
membuktikan dirinya bukan WN RRT, melainkan warganegara Indonesia, sebab 
pengakuan lisan saja tidak cukup kuat, karena adanya keturunan Tionghoa yang 
betul2 belum mau masuk menjadi warganegara RI

        Saya belum mendalami tulisan2 di Tnet tentang diskusi SBKRI, jadi belum 
secara resmi menanggapi atau ikut diskusi, cuma sekedar memberi informasi 
kepada pak Chan, sekedar bahan refrensi untuik diskusi soal SBKRI itu.

         Mudah2an info saya ini berguna.

        Thio Keng Bouw. 


------------------------------------------------------------------------------
  為了不斷提升Yahoo! Mail,雅虎香港誠邀你參與意見調查


------------------------------------------------------------------------------



  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG. 
  Version: 8.0.169 / Virus Database: 270.7.2/1689 - Release Date: 2008/9/24 
$U$H 06:51

Reply via email to