http://www.sinarharapan.co.id/berita/0810/13/pol03.html

Presiden: Kebijakan Tak Diskriminatif Pilihan Indonesia



Cibinong ? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh masyarakat 
Indonesia, apapun identitas dan latar belakang agama, etnis, suku, golongan dan 
daerah, untuk tidak menghalang-halangi kehidupan yang rukun dan harmonis. 
Presiden juga menegaskan, kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif adalah 
pilihan bangsa ini.
?Kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif adalah pilihan kita, pilihan 
bangsa ini. Saya senang pelaksanaannya berjalan makin banyak. Satu-dua daerah, 
satu-dua komunitas masih ada hambatan. Mari selesaikan hambatan dengan 
sebaik-baiknya,? kata Presiden saat membuka peringatan Hari Kelahiran Nabi 
Konghucu (Shengren Kong Zi) ke-2559 di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 
Minggu (12/10). 
Presiden meminta, setiap pejabat harus menyelesaikan setiap masalah secara adil 
dan tidak diskriminatif. Presiden ingin semua pemimpin dan pejabat taat pada 
UUD, adil, tidak diskriminatif dan sama-sama bertanggung jawab. 
Sebelumnya, Ketua Umum Matakin Budi mengatakan, meski di beberapa daerah umat 
Konghucu masih mengalami hambatan namun Budi berterima kasih kepada pemerintah 
atas pemulihan semua hak-hak sipil umat beragama Konghucu yang kini bisa 
mendapatkan KTP, pendidikan agama Konghucu di sekolah dan mendaftarkan 
pernikahan mereka di Kantor Catatan Sipil. Bahkan manajemen Taman Mini 
Indonesia Indah (TMII) sudah menyediakan sebidang tanah di sana untuk 
mendirikan rumah ibadah Konghucu. 
Budi menambahkan, tema peringatan Hari Kelahiran Nabi Kongcu tahun ini adalah 
mengenalkan nama-nama, yang berarti harus ada keselarasan antara nama dan 
makna, atau jabatan dan tanggung jawab, baik itu di tingkat keluarga hingga 
negara. Seorang pemimpin misalnya, harus bersikap layaknya pemimpin.
Presiden mengharapkan dalan kehidupan bernegara ini, ada keseimbangan antara 
hak dan kewajiban, termasuk keseimbangan hubungan antara eksekutif, yudikatif, 
legislatif, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, negara dan 
masyarakat. ?Yang melakukan perubahan besar adalah mereka yang pandai melakukan 
keseimbangan,? kata Presiden. (dina sasti damayanti)

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0810/13/pol08.html

?Biarkan Ratusan Bunga Mekar Bersama? 



Oleh
Tutut Herlina

JAKARTA?Di atas podium mini dengan sorotan lampu yang tajam, laki-laki itu 
berbicara dalam intonasi yang mantap. Di sekelilingnya seratusan orang tak 
henti-hentinya meneriakkan slogan ?Maju terus pandang mundur?. 
Dia adalah Sultan Hamengkubuwono X. Pada Rabu (8/10) malam pekan lalu, anggota 
Partai Golongan Karya (Golkar) itu didaulat oleh Sentral Organisasi Karyawan 
Swadiri Indonesia (Soksi), sebuah organisasi sayap Golkar, sebagai calon 
presiden (capres) pada pemilihan umum (pemilu) 2009.
Pencalonan ini hanya terpaut sekitar 10 jam setelah Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) perpanjangan masa jabatan 
Sultan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tiga tahun. 
Menurut Undang Undang (UU), jabatan Sultan seharusnya habis pada 9 Oktober 2008.
Menurut Suhardiman, Ketua Umum SOKSI, pencalonan itu dilakukan karena Indonesia 
saat ini membutuhkan pemimpin baru yang bisa mandiri. Negara kepulauan ini 
membutuhkan seorang pemimpin yang bisa mengatakan tidak pada dikte asing. Ini 
sangat diperlukan karena sejak era reformasi, pengaruh asing begitu kuat. 
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 diamendemen sehingga kekayaan alam banyak 
dikuasai asing. Begitu juga nilai-nilai Pancasila telah jauh ditinggalkan. 
Akhirnya, kebijakan struktural ekonomi hanya untuk menguntungkan segelintir 
elite. 
?SOKSI mempercayakan diri pada Sultan jadi pemimpin Bangsa Indonesia yang akan 
datang, akan diperjuangkan. Ada 4 tokoh reformasi, Gus Dur, Amien Rais, 
Megawati dan Sultan. Pak Amien sudah pernah menjadi Ketua MPR, sedangkan Gus 
Dur dan Mega sama-sama pernah menjadi Presiden. Kini saatnya Sutan memimpin,? 
katanya 

Menerima
Sultan sendiri langsung menerima pencalonan itu. Ia bahkan langsung memberikan 
pidato tentang Indonesia lima tahun ke depan. Namun, ia buru-buru menyatakan 
bahwa penerimaan tersebut bukan berarti dirinya sendiri mendeklarasikan sebagai 
capres. ?Saya menerima,? ujarnya. 
Dalam pidatonya, ia mengaharapkan SOKSI membantu menjalankan amanat yang 
berpihak pada rakyat. Bagi Sultan, pendidikan, kesejahteraan dan akuntabel saja 
tidak cukup buat negeri ini. Juga tak sekadar bisa menghadapi tantangan 
globalisasi dan pasar bebas. Sebaliknya, negeri ini harus menjawab kompetisi. 
?Harapan saya kita harus mampu mengubah strategi masa depan,? ujarnya. 
Menurut Sultan, problem terbesar yang dihadapi Bangsa ini adalah belum 
tuntasnya persoalan kebangsaan setelah 63 tahun merdeka. Pemerintahan yang lama 
hingga yang ada saat ini selalu menanamkan gejolak dalam masyarakat, sehingga 
benih kebangsaan kian surut. 
?Karena kita bicara keakuan dan kekamian lebih besar dari pada sumbangsih kami 
dan aku untuk bangsa,? imbuhnya.
Pencalonan Sultan semakin memperbanyak jumlah anggota partai berlambang pohon 
beringin yang masuk bursa calon pemimpin negara. Sebelumnya, jauh-jauh hari, 
tokoh muda Golkar, Yuddy Chrisnandi telah mendeklarasikan diri sebagai capres 
dari kalangan muda dengan menjanjikan pemerintahan tak seperti para 
pendahulunya. 
Selain itu, Fadel Muhammad. Gubernur Provinsi Gorontalo itu juga banyak 
dijagokan berbagai kalangan untuk ikut bursa pemilihan pemimpin negara karena 
kesuksesannya mewujudkan kemandirian pangan di daerahnya. Bahkan, namanya 
beberapa kali muncul dalam hasil survei walaupun popularitasnya di kalangan 
rakyat boleh dibilang masih di nomor buntut. 

Gunakan Konvensi
Tokoh senior Golkar Akbar Tandjung pun juga tak ketinggalan. Mantan Ketua Umum 
Golkar itu mengaku sekalipun sejumlah partai politik (parpol) menggelar 
konvensi, hingga kini ia masih menunggu hasil rapat pimpinan nasional 
(rapimnas) Partai Golkar. Mantan Ketua DPR itu berharap, Rapimnas akan 
menelurkan mekanisme konvensi untuk menjaring capres yang diusung Partai 
Golkar, seperti saat dirinya berkuasa. Mekanisme ini dinilai lebih demokratis. 
Dari konvensi itulah, ia akan maju sebagai capres dan bersaing dengan 
tokoh-tokoh lainnya. Sementara itu, Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla, juga sudah 
menerima pinangan Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali berduet dalam pemilu 
2009. 
Oleh sejumlah kalangan, tindakan Yudhoyono kembali menggandeng Kalla tersebut 
merupakan upaya untuk mendapatkan dukungan dari partai Golkar sebagai perahu 
pencalonan presiden. 
Partai Demokrat yang dulunya bisa mengusung Yudhyono pada pemilu 2004, 
diperkirakan tidak mampu lagi untuk melakukan hal itu pada pemilu 2009. Meski 
tampak setuju, Kalla mengaku masih harus menunggu hasil pemilu legislatif. 
Apakah partainya menjadi nomor satu ataukah nomor dua.
Bagi Golkar sendiri, munculnya sejumlah nama ke permukaan tersebut dianggap 
sebagai hal yang wajar. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar 
Andi Matalatta misalnya menyebutkan pencalonan tersebut merupakan suatu yang 
sah dan hak masing-masing anggota. 
Namun, untuk dicalonkan secara lembaga, mereka masih harus menunggu hasil 
pemilihan legislatif. Hal yang sama juga diakui oleh Ketua Fraksi Partai Golkar 
Priyo Budi Santoso dan Wakil Ketua Golkar Agung Laksono. 
Salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Syamsul Muarif bahkan 
menyatakan munculnya banyak calon itu menunjukkan banyaknya orang yang 
berkualitas dalam tubuh partai itu. 
Menurutnya, dalam sistem demokrasi seperti yang dianut oleh bangsa Indonesia 
saat ini, semua orang boleh dicalonkan ataupun mencalonkan diri sebagai 
pemimpin negara. Justru dengan banyaknya calon yang mucul, rakyat akan memiliki 
peluang untuk memilih dengan tepat. 
Inilah yang membedakan Golkar dengan partai lainnya. Ia bahkan menyitir pepatah 
pemimpin revolusi China Mao Tze Tung walaupun itu disadari atau tidak untuk 
menggambarkan tentang zig zag di tubuh Golkar. ?Biarkan beratus bunga mekar 
bersama.? n

Reply via email to