ASEP KAMBALI, MENGAJAK ANDA CINTA SEJARAH Masuk jurusan sejarah bukanlah impian setiap orang, termasuk saya. Boleh jadi sejarah adalah momok yang ditakuti, dibenci dan dicaci. Lebih ironis, ketika sejarah menjadi urutan terakhir dari pilihan banyak orang. Betapa nyata, ribuan perusahaan di Indonesia tidak satupun dari mereka yang menyediakan tempat bagi para lulusan sejarah, apa lagi lulusan pendidikan sejarah seperti saya, yang dulu terlanjur masuk sejarah. Seringkali buka halaman di surat kabar, internet dan media lainnya, saya tidak menemukan satu perusahaan pun yang menerima lulusan (pendidikan) sejarah.
Akibatnya, para lulusan (pendidikan) sejarah harus keluar jalur dan “murtad” dari bidang kuliahnya. Ini tidak lah salah atau menyimpang, karena kemampuan seseoarang bisa terus diasah dan dikembangkan tidak harus pada dibidangnya waktu kuliah. Tetapi, alangkah tidak masuk akal jika sejarah disepelekan. Mereka bekerja di media, di perbankan, di pelayaran, di tempat hiburan, jadi guru dan petani di kampung halaman, sebagian ada yang dipemerintahan, dan sebagian lagi harus rela jadi pengangguran massal. Ini lah bukti bahwa bangsa ini telah menjadi materialistk di atas segala-gala pengharapan. Karena ternyata bangsa kita masih menilai bidang sejarah /budaya / heritage sebagai komoditas tidak menguntungkan secara ekonomis akibatnya tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakatnya. Berbeda dengan negara-negara di Eropa, Amerika, Australia dan beberapa negara di Asia. Maka, tunggulah kehancuran sejarah dan budaya kita! Di sekolah, mata pelajaran sejarah sangat membosankan, membuat ngantuk dan siapapun yang mempelajarinya dianggap kurang pergaulan. Hanya sedikit yang menyukai sejarah. Saya termasuk golongan orang yang biasa-biasa saja memandang sejarah, tidak benci tapi juga bukan berarti suka. Tapi, Alhamdulillah, nilai sejarah saya selalu di atas delapan. Bagi saya sejarah mata pelajaran hapalan dan tidak berguna. Mungkin karena (setiap) guru yang kurang bisa mengajar, sejarah jadi kurang berkenan. Karena belakangan saya mendapatkan laporan, mereka yang suka sejarah karena guru sejarahnya mampu mngajar dengan baik. Walalupun diantara mereka mungkin hanya satu atau dua orang yang masuk kuliah di sejarah. Diakhir sekolah, saya mendapatkan kesempatan untuk kuliah di Jurusan Sejarah Universitas Negeri Jakarta melalui jalur PMDK. Masuk tanpa test dan mendapatkan beasiswa. Lagi-lagi harus rela kejenuhan karena memilih sejarah sebagai batu loncatan. Ketika di sekolah ditanya mau memilih jurusan apa, saya memilih sejarah karena tidak dipilih siapa pun. Padahal saya dulu “anak IPA.” Benar saja, karena hanya sendirian jadi tidak ada saingan. Maka lolos lah saya masuk sejarah dengan bekal harapan bisa pindah di tahun kedua ke jurusan Bahasa Inggris yang saya idam-idamkan. Di SMA 1 Sukatani (daerah pinggiran di Kab. Bekasi) hanya saya yang nekad masuk sejarah. Yang lain lebih memilih bidang IPA, Ekononmi, IT atau informatika dan komputer. Bagaimana dengan sekolah-sekolah swasta/ungulan di kota-kota besar seperti Jakarta? Adakah diantara mereka yang mau kuliah di sejarah? Jawabannya tentu tidak. Atau adakah di antara Anda yang menyarankan anak-anaknya untuk kuliah di sejarah? Mungkin juga tidak banyak, “karena mau kerja apa anak saya jika kuliah di sejarah? “ Di akhir tahun pertama kuliah ternyata saya mendapatkan sandungan. Jika hendak pindah ke jurusan lain, saya harus menyatakan keluar dari sejarah sebelum ikut test masuk di jurusan yang dituju. Kalau test tidak lulus maka saya tidak dapat kembali ke jurusan sejarah. Khawatir akan membebani orang tua di kampung, karena harus menanggung malu jika tidak lulus test. Saya juga tidak tega jika mereka terbebani biaya mengulang dari tahun pertama, maka saya tetap memilih tetap di sejarah dengan harapan ada jalan keluar di tahun kedua. Ternyata, yang diperoleh bukan jalan keluar, tetapi malah terbelenggu di sejarah. Namun demikian, disinilah ternyata karakter saya terbentuk, jiwa dan ruh cinta Indonesia pun mulai tumbuh. Benih-benih nasionalisme dan patriotism mulai merasuki aliran darah yang terus bergejolak. Saya yakin hal ini karena belajar sejarah. Sejarah mengajarkan saya untuk hidup apa adanya. Saya pun mulai sadar, bahwa materi bukanlah segalanya. Karena sejarah adalah jiwa dan ruh dari kehidupan manusia, maka saya memandang sejarah sebagai spirit dari hidup itu sendiri. Tanpa semangat kita seperti orang mati, begitupun jika tanpa jiwa dan ruh kita seperti bangkai yang tak berguna. Ada prinsip yang saya temukan di sejarah bahwa “untuk menghancurkan suatu bangsa, maka hancurkan lah ingatan (sejarah) generasi mudanya!” Inilah pemicu semangat itu. Benar saja, semakin lama kuliah saya semakin sadar bahwa bangsa ini tidak memiliki generasi yang ikhlas demi merah-putih, berkesadaran sejarah dan budaya tinggi. Akibatnya, pembangunan cenderung melulu fisik dan tidak terarah karena tanpa pijakan sejarah. “/bangunlah jiwanya / bangunlah badannya /” itulah seharusnya. Jiwanya dulu kemudian badannya. Apa yang menjadi perhatian dan cita-cita hidup di atas itulah maka saya mendirikan dan mengabdikan diri pada Komunitas Historia Indonesia (KHI) yang telah saya rintis sejak tahun 2001 persis setahun setelah kuliah di UNJ. Melalui KHI, saya dapat menularkan virus Cinta Indonesia melalui sejarah dan budaya. Kini KHI telah memiliki anggota 2420-an anggota yang tersebar baik di dalam maupun luar negeri. Melalui jaringan mailing list [EMAIL PROTECTED] dan website http://komuntashistoria.blogspot.com komunikasi antar anggota bisa terjalin selama 24 jam. Disaat transisi pergulatan pemikiran terjadi, banyak perubahan melanda. Namun, perjuangan menumbuhkan kesadaran sejarah dan budaya masyarakat takkan pernah terhenti, harus terus berkobar. Kembali, saya meyakinkan diri bahwa upaya ini bukan lah upaya materi, tetapi upaya yang jauh lebih berat dari apapun. Alhamdulillah, disela-sela kesibukan mengurus komunitas, keluarga dan relasi, rejeki pas-pasan terus mengalir walau beberapa kali sempat terhenti. Dari sekolah ke sekolah, dari kampus ke kampus, dari perusahaan ke perusahaan, dari koran ke majalah, dari radio ke tv, itulah yang terjadi setiap hari, kadang ada kadang juga nggak ada. Saya sering dibilang teman-teman, "kamu ibarat sinden, ditanggap di mana-mana," begitulah mungkin kerja seorang sejarawan yang tetap pada cita-citanya. Yuk... cintai Indonesia melalui Sejarah dan Budaya! Yuuuuuukkkz*** Ikuti polling dari saya, silahkan klik di sini! Mau bergabung dengan kami jadi Laskar Sejarah, silahkan klik di sini! Kunjungi web kami, silahkan klik di sini! Salam Historia, Asep Kambali,KHI FS/FB di: [EMAIL PROTECTED] KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia Phone: (021) 7044-7220, Mobile: 0818-0807-3636 Mailing list: [EMAIL PROTECTED] Home: http://komunitashistoria.blogspot.com ___________________________________________________________________________ Nama baru untuk Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/