bagi saudara2 semua, terutama bung bangka yang mau nabokin orang itu... 
hehehheeeee.....


From: Galuh, Daisy 
Sent: Tuesday, August 05, 2008 1:47 PM
Subject: Agama = Istri Orang

 
 

________________________________
 
From:Vicensia A. Purnamaningtyas 
Sent: Monday, April 28, 2008 4:54 PM

Dear all,
 
Ditengah kontroversi putusan pengadilan mengenai suatu aliran agama tertentu, 
here’s a good article on pluralism :)
 
Regards,
Ardi
_______
 
Kita kerap kita jumpai posting berbau agama. Atau perdebatan yang menjurus pada 
perdebatan soal agama. Kadang perdebatannya begitu panas. Sindir-menyindir atau 
ejek mengejek. Buat saya itu menyedihkan.  Saya teringat waktu lebih dari 15 
tahun yang lalu belajar di Jogja. Waktu itu, tiap Rabu malam, saya dan 
teman-teman memilih nglurug ke patang puluhan, rumahnya Cak Nun, ini panggilan 
akrabnya penyair dan kiai mbeling Emha Ainun Nadjib. Kita bikin forum melingkar 
di situ. Biasanya kita bicara soal kesenian atau kebudayaan, tapi juga 
ngobrolin soal keagamaan.

Forum itu diprakarsai oleh Sanggar Shalahuddin. Komandannya anak Solo, Nasution 
Wahyudi. Ini nama asli Jawa, nggak ada hubungannya dengan Nasution yang dari 
Medan. Pesertanya juga tidak cuma mahasiswa atau pemuda yang beragama Islam. 
Pendek kata, pemeluk berbagai agama berkumpul melingkar disitu.

Suatu malam, Cak Nun tanya pada kami di forum itu.

"Apakah anda semua punya tetangga?"

Wah, saya sebenarnya belum punya. Tetapi saya anak kost, tentu saja kamar 
sebelah saya bisa disamakan dengan tetangga. Tetangga kost. Jadi saya 
ikut-ikutan saja menjawab : "Tentu saja punya".

Cak Nun melanjutkan bertanya : "Punya istri enggak tetangga Anda?"

Sebagian hadirin menjawab : "Ya, punya dong". Saya diam saja. Rasanya tetangga 
kost saya bujangan semua. Kebanyakan jomblo. Maklum anak desa. Nggak pede 
ngajak pacaran teman kampusnya.

Yang menarik adalah pertanyaan berikutnya : "Apakah anda pernah lihat kaki 
istri tetangga Anda itu? Jari-jari kakinya lima atau tujuh? Mulus atau ada 
bekas korengnya?"

Saya mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah pembicaraan Cak Nun.

Kebanyakan menjawab : "Tidak pernah memperhatikan Cak. Ono opo Cak?"

Cak Nun ndak peduli. Dia tanya lagi : "Body-nya sexy enggak?"

Kami tak lagi bisa menahan tertawa. Geli deh. Apalagi saya yang benar-benar 
tidak faham arah pembicaraan sang Kiai mbeling itu.

Cuma Cak Nun yang tersenyum tipis. Jawabannya bagus banget. Dan ini senantiasai 
saya ingat sampai hari ini. Sebuah prinsip pergaulan untuk sebuah negeri yang 
memilih Pancasila : "Jadi ya begitu. Jari kakinya lima atau tujuh. Bodynya sexy 
atau tidak bukan urusan kita,kan? Tidak usah kita perhatikan, tak usah kita 
amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan atau perdebatkan. Biarin saja".

"Kenapa Cak?" salah satu teman bertanya, penasaran.

"Ya apa urusan kita ? Nah, keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri 
orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, 
mana yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian 
bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah 
disimpan didalam hati saja".

Saya pun menangkap apa yang dia maksudkan. Saya setuju dengan pandangan Cak Nun.

Dia melanjutkan serius : "Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan 
itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini 
bahwa Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang 
Islam, agama lain itu salah, justru berdasar itulah maka ia menjadi orang 
Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan 
diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.

Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan 
masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak 
usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu 
sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter, umpamanya. Dengan kata yang lebih 
jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada 
keyakinannya. "

Mengasyikkan. Saya kagum dibuatnya.

Cak Nun terus berkata : "Itu prinsip kita dalam memandang berbagai agama. 
Sementara itu orang Muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan 
pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke 
rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan, 
padahal waktunya mendesak, dia boleh pinjam baju koko tetangganya yang NU 
maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto 
dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan 
tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya. Begitu. "

Kami semua terus menyimak paparannya.

"Jadi ndak usah meributkan teologi agama orang lain. Itu sama aja anda ngajak 
gelut tetangga anda. Mana ada orang yang mau isterinya dibahas dan diomongin 
tanpa ujung pangkal. Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga berbagai 
parpol, golongan, aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang 
usaha perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor 
teologi masing-masing. " 

"Kerjasama itu dilakukan bisa dengan memperbaiki pagar bersama-sama, bisa gugur 
gunung membersihkan kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple dan remi 
bersama. Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, kamituwonya 
Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun. Itulah lingkaran tulus hati dangan 
hati. Itulah maiyah," ujarnya.

Ketika mengatakan itu nada Cak Nun datar, nyaris tanpa emosi. Tapi serius dan 
dalam. Saya menyimaknya sungguh-sungguh. Dan saya catat baik-baik dalam hati 
saya. Sayangnya dunia memang tidak ideal. Di Ambon, Poso dan Palu, misalnya 
saya lihat terlalu banyak orang usil mengurusi isteri tetangganya. Begitu juga 
di berbagai tempat di dunia. Di Bosnia, Irak, Afghanistan dsb. Akibatnya ya 
perang dan hancur-hancuran. Menyedihkan. Sangat menyedihkan. "

Salut Cak... Andai semua Kyai, Ulama atau Pemuka Agama apapun memiliki 
pandangan seperti ini. 
 
Bagimu agamamu, bagiku agamaku...
 
________________________________
Get news, entertainment and everything you care about at Live.com. Check it 
out!ExternalClass .EC_shape
{} 
_filtered {}
.ExternalClass P.EC_MsoNormal
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass LI.EC_MsoNormal
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass DIV.EC_MsoNormal
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass P.EC_MsoHeader
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass LI.EC_MsoHeader
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass DIV.EC_MsoHeader
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass P.EC_MsoFooter
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass LI.EC_MsoFooter
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass DIV.EC_MsoFooter
{font-size:12pt;font-family:'Microsoft Sans Serif';}
.ExternalClass SPAN.EC_MsoPageNumber
{font-weight:bold;}
.ExternalClass A:link
{color:blue;text-decoration:underline;}
.ExternalClass SPAN.EC_MsoHyperlink
{color:blue;text-decoration:underline;}
.ExternalClass A:visited
{color:purple;text-decoration:underline;}
.ExternalClass SPAN.EC_MsoHyperlinkFollowed
{color:purple;text-decoration:underline;}
.ExternalClass SPAN.EC_EmailStyle20
{font-weight:normal;color:windowtext;font-style:normal;font-family:Arial;text-decoration:none;}
.ExternalClass SPAN.EC_EmailStyle21
{font-weight:normal;color:navy;font-style:normal;font-family:Arial;text-decoration:none;}
.ExternalClass SPAN.EC_EmailStyle22
{font-weight:normal;color:green;font-style:normal;font-family:'Trebuchet 
MS';text-decoration:none;}
.ExternalClass DIV.EC_Section1
{} ----- Original Message ----- 



      

Reply via email to