http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/08/23553885/pesta.untuk.tjong.a.fie
Pesta untuk Tjong A Fie
Senin, 8 Desember 2008 | 23:55 WIB 
Sekeping uang logam selalu memiliki dua sisi, begitu pun dengan manusia yang 
memiliki sisi baik dan buruk. Dua unsur ini melekat pada diri Tjong A Fie, 
saudagar kaya yang meninggal pada 4 Februari 1921 silam di Medan.

Pekan lalu, setelah 88 tahun meninggal, orang ingin mengingatnya kembali 
tentang kebaikan hidupnya. Pria ini lahir dengan nama Tjong Fung Nam berasal 
dari suku Khe atau Hakka di Desa Sungkow daratan China.

Meski tumbuh dari keluarga sederhana Tjong A Fie mampu keluar dari lingkaran 
nasib keluarga. Perjalanan dan perjuangannya begitu panjang dan melelahkan. 
Awal dari perjuangan hidup ini terjadi pada usia 18 tahun saat dia meninggalkan 
kampung halamannya berbekal 10 dollar perak uang Manchu.

Tujuannya hanya satu, merantau ke Sumatera tempat kakaknya, Tjong Yong Hian, 
yang sudah lima tahun lebih dahulu meninggalkan China. Berbulan-bulan barulah 
dia sampai di Medan.

Di kota ini, Tjong memulai kariernya sebagai penjaga toko kelontong. Lambat 
laun dia ingin berwirausaha sendiri. Hingga pada masa jayanya Tjong A Fie mampu 
menjalankan bisnis perkebunan, pabrik minyak sawit, pabrik gula, bank, dan 
perusahaan kereta api. Usahanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 10.000 
orang.

Sosial politik

Kesuksesan Tjong merambah bidang sosial dan politik. Pada awal abad ke-20 
Kesultanan Deli memberi kepercayaan menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) 
dan cultuurraad (dewan kebudayaan) di Medan.

Semua ini tidak lepas dari peran Tjong A Fie semasa hidupnya yang turut 
membangun sejumlah fasilitas umum di Medan, di antaranya jembatan ?kebajikan? 
di Kampung Madras (Jalan Zainul Arifin), membangun rumah sakit khusus penderita 
lepra, dan membangun Masjid Gang Gengkok di Medan.

?Sumber sejarah ada yang menyebut negatif tentang Tjong A Fie. Namun, perannya 
yang lain (kebaikan) harus juga mendapat perhatian secara adil. Dia sosok 
multikulturalis yang belum banyak orang tahu,? tutur Kepala Pusat Studi Sejarah 
dan Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan Ichwan Azhari.

Warisan keterbukaan bergaul menitis pada keturunannya, Fon Prawira yang 
mendirikan The Tjong A Fie Memorial Institute, semacam organisasi nirlaba.

?Silakan masuk, kami senang Anda bersedia datang kemari,? katanya mempersilakan 
para tamu memasuki rumah Tjong A Fie. (NDY)

Kirim email ke