Sebenarnya untuk mengatasi masalah mengenai tempat tempat yang dianggap bersejarah bisa dibantu dengan membuat program sister city, dan yang menjadi permasalahan memang terletak di pemda nya, selama pemda merasa paling menguasai wilayahnya, dan mengatur sesuai kehendaknya, maka kota tersebut pada akhirnya akan tetap semrawut.
Masyarakat yang peduli dengan budaya/sejarah memang bisa membantu menahan lajunya 'penghilangan' tempat bersejarah, dan khusus untuk kasus rumah tua sepertinya sulit untuk di antisipasi oleh LSM kecil, lha rumah tua dari kelompok Tenglang siapa yang mau peduli ? Solusinya memang harus memiliki dana yang besar untuk membeli tanah tersebut kemudian membuat yayasan, dan ini membutuhkan sebuah komitmen yang jelas dan tegas. Yang menjadi pertanyaan siapa yang sanggup mengerjakan semua ini ?. Aku jadi teringat makam di Jakarta dimana makam tersebut memiliki sejarah yang cukup panjang dan memiliki nilai sejarah yang sangat memadai untuk di pugar, dan sampai saat ini tetap saja seperti itu alias kejepit diantara perumahan tanpa ada yang peduli masa depannya akan diapakan. Solusi lainnya, wakil bupati Tangerang bukannya Rano Karno ?, mengapa tidak mencoba untuk ber dialog dengan beliau ? sur. ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo.com Wujud sebuah kota bisa menjadi cermin wajah birokratnya yg mengurus. Bila sbuah kota tak bisa mempertahankan bangunan kuno, ini tandanya pemerintahnya tak punya wawasan budaya. Keberadaan bangunan kuno dibutuhkan bukan murni karena dia memiliki seni tinggi atau punya nilai sejarah hebat, tapi lebih krn dia mewakili sejarah perkembangan kota, sebuah kota tanpa sejarah adalah seperti manusia hilang ingatan, mengerikan! Sejarah yg membuat sebuah kota nampak berbeda dng kota yg lain. Sejarah makin panjang, wajah kota semakin kaya. Sebuah kota yg sama sekali baru, walau secanggih apapun, akan tampak membosankan krn seragam dlm gaya. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT ------------------------------------------------------------------------------ From: yulianto qin Date: Tue, 17 Feb 2009 18:29:33 +0900 To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: mari bung rebut kembali - selamatkan rumah tua Salam, sedikit sok tahu untuk ikut diskusi. Saya baru saja membaca sedikit, buku dari Michael Forsyth (mungkin ada hubungan saudara dengan novelis Frederick Forsyth) yang berjudul "Structures & Construction in Historic Building Conservation". Di salah satu babnya dikemukan sbb "...The successful preservation of a historic building or environment, unless it has become a museum, depends on its continued use and the daily care and maintenance that come with this..." Yang artinya, bangunan heritage bisa tetap hidup kalau bisa memberi makan dirinya sendiri. Ada banyak contoh kasus (baik di Jakarta maupun di daerah lain) yang bangunan heritage-nya rubuh karena waktu walaupun sudah diselamatkan dari buldoser, seperti yang dikatakan ulysee me2. Salah satu contoh yang paling dekat adalah gedung Candra Naya yang sampai sekarang ngga jelas kondisinya. Kata-kata Dewan Pimpinan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Bambang Eryudhawan, yang sempat dikutip oleh majalah IDEA, bulan Mei 2008 lalu mengatakan: Sejauh ini, menurutnya, usaha konservasi bangunan tua di Indonesia masih tersendat. Usaha tersebut terganjal dengan kepentingan-kepentingan, yang mau tidak mau kontra dengan proses konservasi. Selain itu, perlindungan Undang-Undang (UU)nya pun masih rancu. UU Cagar Budaya seharusnya tidak cocok diterapkan untuk proses konservasi bangunan tua. Salah satu contohnya, UU ini mengatur bahwa bangunan bersejarah, tidak boleh diubah bentuknya. Sedangkan sebagian bangunan tua masih dimanfaatkan sebagai kantor atau hotel. Jika keadaan menuntut adanya renovasi, tentunya harus dilakukan renovasi. Soal kerancuan UU Cagar Budaya itu, Bambang mengusulkan dua solusi. Pertama, UU Cagar Budaya dibuat lebih lengkap dan rinci. Kedua, harus ada UU tersendiri untuk masalah konservasi bangunan-bangunan tua bersejarah. Jadi permasalahan utama adalah pada UU Cagar Budaya yang ngga jelas dan rancu. Di satu sisi pemilik rumah cagar budaya ngga boleh ngapa2in rumahnya, dilain pihak bangunan bisa dijual kalau ada kongkalikong dengan aparat. Itulah susahnya kalau UU selalu dibuat dengan tidak jelas dan bukan oleh pakar yang mengetahui permasalahan utamanya. Yang bisa dilakukan sekarang bila memang kita tidak mampu (secara finansial) untuk menjaga bangunan cagar budaya tersebut adalah dengan cara mendokumentasi sebaik dan secermat mungkin bangunan tersebut. Entah mencari silsilah penghuninya, asal usul bangunan tersebut, gambar tehnik (beberapa bangunan cagar alam sudah di dokumentasikan oleh PDA atau Pusat Dokumentasi Arsitektur), merekam dengan kamera dan sebagainya. Hal ini bisa dikonsolidasikan dengan instansi-instansi pendidikan (seperti Universitas) yang memiliki jurusan Arsitektur atau Arkeologi. Semua kembali ke niat dan keinginan untuk melestarikan ingatan tentang masa lalu kita, seburuk atau sebaik apapun itu. Karena kata orang-orang dulu..."bangsa yang tidak bisa belajar dari masa lalunya maka akan ditakdirkan untuk punah". Maaf bila tulisan saya tidak berkenan. salam Yulianto 2009/2/16 budi anto <budic...@yahoo.com> coba buktiin skr di jakarta isa idup 2 tahon ga punya duit deh... kita liat.... :D --- On Sun, 2/15/09, ulysee_me2 <ulysee_...@yahoo.com.sg> wrote: From: ulysee_me2 <ulysee_...@yahoo.com.sg> Subject: [budaya_tionghua] Re: mari bung rebut kembali - selamatkan rumah tua To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, February 15, 2009, 8:12 AM Enggak bisa, Nana. Kalau lu maju tanpa konsep yang jelas, entar setengah jalan pasti rontok punya. Bantu mempertahankan cagar budaya sih oke, nah komitmen mempertahankannya ini sampai sejauh mana? sekedar enggak dirobohin buldozer? lalu membiarkannya roboh oleh waktu? Kayaknya enggak. Lu betul, uang bukan segalanya. Tapi duit itu alasan dari segalanya. Nah, jadi bagaimana bisa mempertahankan cagarbudaya tanpa keluar banyak duit, atau nodong duit banyak dari orang, itu juga satu hal yang menarik diomongin. Bukan nggak mungkin lhoh, banyak jalan menyelesaikan masalah, tidak selalu harus pake duit, walaupun kalau ada duit pasti solusinya lebih mudah. gitu lhohh buuu ceritanya. Jadi siapa yang punya foto foto rumah tua itu? kirim japri ke gue donk! --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, tristina ferdianty <aishite.tris@ ...> wrote: > > tangerang msh kurang mall emangnya gelo... > > coba pikirin sejenak diluiar duiiiiiiiiit. ..dunia ini bs hdp tnp uang kok > > napa pusink soal itu? > > yang plaing penting, lo pnya gak komitmen bantu cagar budaya lo sndr? > kalo mkin banyak dukungan.... .gak ush masalah dana, apapun masalahnya psti bs teratasi... > > > Best Rgrds, > > > > Tristina Ferdianty (Nana) > Purchasing Officer > PT Sinar Antjol B29 > > Ph. 021-69-11-777 ext 221 > HP. 021-9293-6729 > .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Your email settings: Individual Email|Traditional Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe