Mel,

Masalahnya tidak sesederhana mental maling. Aturan dan etika perang di jaman 
itu tidak membatasi "looting". Bahkan pemerkosaan masal terhadap wanita 
dianggap "bisa diterima" sebagai hasil dari kemenangan. Penjarahan dan 
pemerkosaan perang ini sampai dengan akhir perang dunia ke 2 masih umum. 

Tentara sekutu yang memasuki jerman dan jepang saja melakukannya. Namun sebagai 
pihak yang menang, tentu saja sejarah tertulis tidak terlalu 
mempermasalahkannya. Yang jadi anjing yah pihak yang kalah. Baik yang kalah 
maupun yang menang sama-sama melakukan looting dan raping.

Dalam kasus imperial summer palace ini, banyak wanita, dayang maupun bangsawan 
istana yang tertinggal dan memilih bunuh diri sebelum "setan barbar" datang dan 
menerima penghinaan paling hina dalam budaya tionghua yaitu pemerkosaan. Soal 
barang rampasan, bagi pasukan 8 negara itu sah-sah saja karena mereka menang 
dan itu hak mereka (menurut mereka).

Khusus untuk war raping kalau tidak salah baru tidak lama ini dikategorikan 
sebagai "taktik perang" dan dianggap kejahatan dalam perang. Sebelumnya war 
raping dianggap sebagai "collateral damage".

Dunia memang tidak adil.


Hormat saya,

Yongde

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, melani chia <chiamel...@...> wrote:
>
> 
> Bukan Tjong Ti Bud,ini mah wajar,masak sudah maling
> mau maksa negara yg dicolong barangnya disangkut2in dg
> urusan politik dlm negara org lain,..mungkin emang sudah
> gen yg buruk ada dlm keturunan ini,kakeknya tentara yg nyuri
> mewariskan ke cucu,cucunya modelnya begini....so bad lah.
> 
> gua sih jujur aja sangat suka cita melihat tindakan pembeli
> misterius yg tdk mau bayar supaya acara lelang jadi gagal
> sampe dihujat segala,koq yg maling tdk ada yg hujat.
>


Reply via email to