Perahu-perahu dagang dengan layar terkembang, melintas gagah di depan Toko 
Merah yang megah, membelah aliran de Groote Rivier yang bening tenang. Jembatan 
kota Intan membuka lebar daun-daun jembatannya, membiarkan perahu keluar masuk 
Bandar. Di tepian dermaga sana, satu persatu kapal dagang dan perahu, lego 
jangkar melipat layar. Pintu-pintu loji dan gudang VOC telah terbuka lebar. 
Rempah-rempah negeri tropis, siap dimuat ke kapal dagang kompeni untuk diangkut 
ke negerinya Nederland. Kuli-kuli bongkar muat pelabuhan, mulai bermandi 
keringat mengais rejeki, di sela riuh renda teriakan juragan, bentakan mandor 
serta bacotan jawara dan jagoan Bandar. Pasar-pasar Batavia terus sibuk 
menggelar dagangan.  
Penduduk Kota Batavia pada keluar rumah. Ke kantor, ke pasar, atau sekedar 
pesiar keliling kota, sembari pamer status dan kekayaan. Nyonya-nyonya besar 
Kompeni  serta nyai-nyai Belanda, bergaun serba mewah dengan rok 
bertingkat-tingkat kayak kurungan ayam, keluar mencari angin di sepanjang kanal 
dan terusan batavia. Para budak dan bedienda berjalan mengiringi sang nyai dan 
nyonya besar Kompeni, memayungi wajahnya dari sengatan terik mentari. Budak 
perempuan terus mengipas-mengipas cari angin buat sang nyai yang terus 
mengunyah sirih pinang, memerahi sekujur mulut dan bibirnmya. Dan dibawah 
keteduhan pepohonan kenari dan palem yang berjejer rapih di sepanjang tepian 
kanal dan terusan, penduduk Batavia lalu lalang di tengah seribu satu kesibukan.
Saat senja menjelang, rumah-rumah pemandian di sepanjang tepian dinding kanal 
dan terusan, dipenuhi wanita telanjang dada berendam diri, zonder kuatir akan 
buaya pemangsa, pria iseng yang doyan ngintip serta air kali yang mulai 
perlahan sepi. Satu persatu perahu dagang mulai lego jangkar di tepian dermaga. 
Para pedagang sibuk berkemas diri meninggalkan pasar. Encek dan baba Cina telah 
kemabli ke rumah, sibuk hitung untung rugi dagangannya hari itu. 
Daun-daun Jembatan Kota Intan perlahan ditutup, mengakhiri kesibukan siang di 
belahan Kali Besar. Kanal dan terusan ikut siap menjemput malam. Dari tepian 
Groote Rivier, Toko Merah mulai memamerkan kemegahannya di senja teduh, mematut 
diri berkaca ke air Ciliwung yang kian hening sepi. Derap sepatu serdadu 
Kompeni berderak keras dari atas bastion-bastion kota, siap menjaga Kota 
Batavia yang sebentar lagi menuju ke peraduan malamnya. Moncong-moncong meriam 
di bastion kota, menganga lebar siap memuntahkan isinya kea rah penganggu kota 
yang hendak berangkat tidur. Lampu-lampu kandelier mulai berkelip menerangi 
Batavia, dan di ujung bandar  Batavia sana, sorot lampu suar mulai menyala, 
memandu perahu dan kapal dagang. Tapi Batavia belum mau tidur. 
Di beranda depan, di bawah rerimbunan pepohonan kenari yang berjejer rapi 
menghiasi kawasan elit Tijgersgracht, tuan besar Kompeni rebahan santai di atas 
kursi malasnya, sembari menghisap pipa. Segelas anggur Rijn di sampingnya, 
selalu penuh siap ditenggak. Sang nyai tergolek malas di bale-bale, dengan 
kepala beralaskan setumpuk bantal empuk bersulam indah. Ia terus mengunyah 
sirih pinang. Sebentar-sebentar ia meludah ke tempolong ludah di sampingnya. 
Para budak, jongos, dan bediendanya siap melayani segala perintah sang nyai. 
Sembari terus dilayani para kacungnya, tuan dan nyonya besar Kompeni ikut 
menghantar Batavia ke peraduan malamnya, menikmati kerlap kerlip sinar lampu 
kandelier, yang memantul di permukaan air kanal.
Mereka sibuk menikmati asyiknya pasangan sinyo-noni, yang tengah memadu kasih 
memilin janji dari atas gondola dan arumbai Batavia yang melintasi kanal, 
diiringi lantunan alunan musik “Kota Bavia yang Berdandan”. Tuan dan nyonya 
besar  Kompeni ikut larut dalam nostalgia. Melambungkan lamunan jauh ke alam 
sinyo dan noninya doeloe. Jauh ke Venesia sana yang penuh gondola berseliweran 
di air-air kanal. “Inilah Venesia Negeri Tropis…Batavia,”guman tuan besar 
Kompeni. Pesta riah dansa-dansi di gedung pertemuan di bilangan Tijgersgracht, 
usai sudah. Pasangan petinggi VOC dan tuan nyonya Kompeni bergandengan tangan 
meninggalkan ruangan pesta. Dan Batavia, Sang Ratu dari Timur, lantas lelap 
terlena dalam mimpi indahnya. ( Thomas B.Ataladjar, 2003)
   
Nostalgia di Kota Toea
Sabtu, 2 Mei 2009
Pukul : 17.00 – 21.30 WIB
Route : Kawasan Kali Besar, Taman Fatahilah, Bank Tua di Batavia 
Biaya Partisipasi : Rp. 60.000,- (Enam Puluh Ribu Rupiah)
Fasilitas : Makan Malam di Museum Mandiri, Tour Guide, Nonton Film Jadoel, Id 
Card dan lain-lain

Keliling Kota Toea dengan Sepeda Onthel
Minggu, 17 Mei 2009
Pukul : 07.30 – 12.00 WIB
Route : Stasiun Barang, Kampung Bandan,Pelabuhan Sunda Kelapa
Biaya Partisipasi : Rp. 75.000,- (Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)
Fasilitas : Snack, Lunch, Tour Guide, Id card, Sinopsis dan Peserta di bonceng 
Sepeda Onthel
KOMUNITAS  JELAJAH BUDAYA
Jl. Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta-Kota
Telp : 0817 9940 173 / 021 99 700 131
Email : kartum_...@yahoo.com
www.jelajahbudaya.blogspot.com
jelajahkota...@yahoogroups.com 


      

Kirim email ke