Memang utk mereka yg tidak mengetahui sejarah Uyghur empire - propaganda 
semacem yg ditulis oleh hidayatullah.com - seolah² masuk akal. 
[Uyghur empire besarnya jauh lebih besar dari China -Tang dan hampir sama dgn 
Mongol empire -Yuan dynasty tanpa China.]
Jikalau kita perhatikan sejarah dari suku ini - kita tahu yg memusnahkan suku 
ini adalah suku Mongol yg genocide seluruh suku Uyghur dari bumi ini. Jikalau 
tidak ada Gengis khan suku ini pasti jumlahnya sudah minimal puluhan dan 
mungkin ratusan juta.dan bukan hanya max. 10 juta sekarang.  Ingatlah didalam 
sejarah china ditulis bahwa Xinjiang setelah suku Mongol digenocide oleh 
tentara Qing merupakan daerah kosong.
Perhatikan juga jumlah minoritas dari suku Uzbek, Kazak etc yg masih hidup di 
Xinjiang yg belum ada 1 juta. Penduduk dari negara Uzbekistan, Tajikistan, 
Turkmenistan, Kazakstan, Kyrgyztan juga tidak banyak sebab mereka juga kena 
genocide oleh mongol empire. Musuh besar dari Gengis Khan adalah suku Uyghur yg 
memperbudak suku mongol incl dia sendiri.
 
Hidayatullah readers lupa bahwa sebelum jaman Gengiskhan ini daerah adalah 
central perkembangan agama islam. Agama ini disebar keseluruh dunia melalui 
kebudayaan daerah ini tanpa kekuatan senjata sampai keIndonesia dan Espagna. 
Tetapi sewaktu suku Mongol ini menyerbu daerah tsb didalam rangka expansinya 
kebarat - suku² turkic dan Iran semua musnah. - ingatlah didalam sejarah 
expansi ini gunung² tengkorak dpt diketemukan disekuruh daerah ini hasil 
genocide Mongol. Saudi Arabia adalah padang pasir tanpa kebudayaan. Central 
kingdom ini kaya kebudayaan dan bahan dasar dan sudah memiliki pengetahuan 
metalurgic.
 
Andreas

--- On Sat, 7/18/09, jip_id <jip...@yahoo.com> wrote:


From: jip_id <jip...@yahoo.com>
Subject: [budaya_tionghua] Re: Masalah Xin Jiang
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Saturday, July 18, 2009, 8:04 PM


  



Rekan2 ada artikel menarik tentang upaya Pemerintah Tiongkok mensubordinasi 
entis Ughur. Apakah sama dengan program transmigrasi Jawa di Indonesia? Apa 
pendapat Anda?

----

Usaha China Menghapus Identitas Etnis Muslim Uighur
Monday, 13 July 2009 16:14 usamah
E-mail Print PDF
Etnis Han sengaja dipindahtempatkan oleh pemerintah China ke Xinjiang guna 
menghapus etnis Uighur hingga ke akarnya

Hidayatullah. com -- Pemerintah China menempatkan jutaan etnis Han China di 
wilayah mayoritas Muslim, Xinjiang, dengan tujuan utama memaksakan identitas 
dan kebudayaan Han di sana. Muslim di Xinjiang menjadi seperti orang asing di 
kampung halaman mereka sendiri.

"Mereka menghancurkan keseimbangan demografis dengan membawa orang-orang 
China," kata Qutub, seorang pedagang pakaian di pasar tradisional di kota 
Urumqi kepada Christian Science Monitor dalam sebuah wawancara yang diterbitkan 
pada Senin, 28 April.

"Mereka ingin agar suku kami musnah. Mereka mengeringkan akar-akar kami."

Pemerintah China telah berkampanye selama puluhan tahun guna menempatkan lebih 
banyak lagi etnis Han China di Xinjiang, sebuah wilayah yang merupakan kampung 
halaman dari jutaan etnis minoritas Uighur.

Pada tahun 1949, ketika pemerintah mengambil alih Xinjiang, etnis Han hanya 
berjumlah 7% dari total populasi di sana. Sekarang mereka sudah berjumlah lebih 
dari 40%, dan jumlahnya terus bertambah.

Uighur mengeluh karena Han membawa serta kebudayaan dan kebiasaan mereka ke 
dalam wilayah propinsi yang mayoritasnya Muslim.

Kebanyakan perusahaan dimiliki oleh Han yang sebagian besar mempekerjakan 
orang-orang dari etnis mereka sendiri. Sementara pekerjaan kasar untuk 
orang-orang Uighur.

Uighur diperlakukan sebagai warga kelas dua. Dialek Turki mereka dilarang 
digunakan di sekolah-sekolah, dan perwakilan di departemen-departem en 
pemerintahan sangat minim.

"Kami merasa seperti orang asing di tanah kami sendiri," keluh Batur, seorang 
guru Uighur di kota Urumqi. "Kami ini seperti orang-orang Indian di Amerika."

Wilayah barat-laut Xinjiang, rumah bagi sekitar 8 juta etnis minoritas Uighur, 
telah menjadi wilayah otonomi sejak tahun 1955, namun tetap saja terus-menerus 
menjadi sasaran kekerasan dengan alasan keamanan.

Beijing melihat Xinjiang sebagai aset yang tak ternilai karena lokasinya yang 
sangat strategis, dekat dengan Asia Tengah, dan jumlah kandungan minyak dan 
gasnya yang besar.

Agama

Satu hal yang menjadi perhatian utama etnis Uighur adalah agama mereka, Islam, 
yang terus menghadapi tekanan. "Tidak ada kebebasan beragama di sini," kata 
seorang petani kapas di sebuah desa yang berjarak 50 mil ke selatan dari kota 
Kucha, kota Uighur yang dihuni oleh 200 ribu orang, kepada Monitor.

Muslim di Xinjiang mengeluhkan penutupan masjid dan sekolah agama dengan alasan 
tidak memiliki izin sebagaimana yang diharuskan.

Peraturan pemerintah melarang pemuda Muslim di bawah umur 18 tahun shalat di 
masjid. Peraturan terakhir yang baru saja dikenalkan, melarang pegawai 
pemerintah lokal pergi ke masjid, melarang guru-guru memelihara jenggot, dan 
melarang mahasiswa membawa Al-Qur'an ke kampus. Demikian dikatakan oleh seorang 
aktivis.

Di Kucha, 50 pemuda belakangan ini ditangkap karena belajar di sekolah agama 
swasta. Pada dinding masjid peninggalan abad 16 di kota itu, ada spanduk merah 
pemerintah yang bertuliskan "Perang Melawan Aktivitas Keagamaan Ilegal."

Di dinding dalam masjid ada papan pengumuman yang memuat daftar aktivitas 
"ilegal" yang dimaksud, dengan urutan pertama, yaitu "mengobarkan jihad" atau 
"pan-Islamisme. "

Pemerintah membenarkan tindakan yang menekan Uighur tanpa henti itu dengan 
alasan anti-separatis dan melawan terorisme. "Jika Anda terlalu relijius, 
pemerintah menjadi takut," kata si petani kapas.

Nicholas Bequelin, peneliti pada Human Rights Watch membenarkannya. Ia 
mengatakan bahwa pemerintah menyamakan aktivitas keagamaan --di luar apa yang 
telah ditetapkan-- dengan terorisme dan separatisme.

Kelompok HAM telah lama menuduh Beijing melakukan penekanan atas agama Muslim 
di Uighur. Pada saat Olimpiade Beijing, pemerintah menuduh ada rencana teroris 
yang ingin mengacaukan acara tersebut, yang berasal dari Xinjiang.

Mereka juga mengatakan, sebuah penerbangan dari Urumqi hampir saja meloloskan 
sebuah usaha pembajakan.

Namun, pakar dan aktivis HAM mengatakan, pernyataan pemerintah itu -- yang 
tidak bisa diverifikasi secara independen -- kelihatan sangat berlebihan dan 
hanya dimaksudkan sebagai alasan lain guna kembali menekan Muslim Xinjiang.

Kasar

Kerusuhan sosial di Xinjiang itu, disesalkan Pemerintah Indonesia. Namun, kata 
juru bicara Departemen Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, Pemerintah Indonesia 
juga menyatakan bahwa upaya menciptakan ketertiban masyarakat sudah dilakukan 
oleh Pemerintah China.

''Kita berharap upaya itu memang cepat dilakukan, sehingga tak terjadi masalah 
yang berkepanjangan di Xinjiang,'' kata Faizasyah.

Pengamat China dari Baptist University, Hong Kong, Jean-Pierre Cabestan, 
mengatakan, kerusuhan di Xinjiang membuktikan klaim Pemerintah China bahwa 
kehidupan berjalan aman telah terbantahkan.

''(Kerusuhan itu) menunjukkan bahwa China masih merupakan negara yang kasar, 
dengan tingkat kerawanan masyarakatnya yang serius,'' kata Cabestan.

Pemerintah Cina ingin membuktikan sisi baiknya dengan mengundang para wartawan 
yang sengaja diterbangkan ke Urumqi, menyusul terjadinya kerusuhan. Sayangnya, 
Beijing tak sadar, opini internasional tidak bisa diarahkan berdasarkan 
informasi dari kantor berita pemerintah.

Mayat-mayat kaum Muslim yang hangus terbakar, dan kesaksian orang-orang yang 
selamat, pasti akan dapat membangkitkan pengertian, atau mungkin melahirkan 
simpati, bagi penjelasan Beijing mengenai pembantaian dan banjir darah Ahad 
lalu. [dija, cha, berbagai sumber/www.hidayatu llah.com]














Kirim email ke