Orang jerman bilang Hitler aslinya bukan orang jerman, tapi austria, benarkah?
Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -----Original Message----- From: "danarhadi2000" <danarhadi2...@yahoo.com> Date: Sun, 30 Aug 2009 04:39:37 To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> Subject: [budaya_tionghua] Re: Pelajaran Dari Klaim Tari Pendet oleh Malaysia : Kita Butuh Langkah Nyata Ha ha ha betul! Bangsa Austria, yang bersaudara dengan etnis Bavarian (Jerman selatan) jauh lebih slebor dengan bangsa Jerman, terutama yang datang dari utara, etnis Prussian. Mereka exakt seperti jam Swiss.. Suatu contoh: kata obat, dalam bahasa Jerman terbagi dalam beberapa kata yang synonim: bentuk media, dalam bahasa Jermannya orang jerman terbagi detail dalam die Zeitung (koran), di Illustrierte (majalah bergambar), das Magazin (majalah pada umumnya), dan beberapa kata lainnya. Di Austria, orang menyebut semua simply die Zeitung. Kalau anda berperjalanan, memasuki Jerman, anda akan lihat betapa exaktnya petunjuk jalan, sangat konsistent. Kita masuk dari tenggara atau timur, misalnya Muenchen atau Passau, sudah terpampang nama kota Berlin. Nama nama kota tersusun rapih dari yang terjauh sampai terdekat, terulangi terus disetiap petunjuk jalan, sampai kita capai kota terakhir. Di Austria, anda masuk dari manapun, tak langsung ada petunjuk Vienna. Kadang kadang nama kota yang akan dilalui hilang, tak ditunjukkan lagi, lalu tiba tiba muncil lagi. Teman teman katakan, ini sebabnya, karena Austria terletak di sebelah timur kerajaan kerajaan Jerman - Habsburg, yang bertetangga dengan bangsa bangsa non Germania: Zech, Hungarian, Slowenian, Italian. Bangsa bangsa ini memang rata rata slebor. Dalam meetings kalau ada peserta dari wilayah Jerman kita rada pusing, karena mereka bicara sangat njlimet karena sangat exakt. Salam Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: > > Ngomong2 ttg promosi wisata, saya teringat saat berkunjung ke Viena, > menemukan peta wisata yg resmi diterbitkan pemerintah Austria, disana > tersedia dalam berbagai bhs, saya coba mengambil yg bhs mandarin. Ajaibnya, > dlm kata pengantarnya, mereka menyebut dirinya adalah bangsa jerman! Saya > jadi bingung, setelah berdiskusi dng teman, saya menyimpulkan, pembuat peta > ini mungkin cari gampangnya, mengambil mentah2 pengantar dari peta wisata > Jerman! Ah, orang Austria yg terkenal disiplin ternyata bisa malas2an juga. > > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT > > -----Original Message----- > From: "danarhadi2000" <danarhadi2...@...> > > Date: Sun, 30 Aug 2009 02:38:33 > To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Pelajaran Dari Klaim Tari Pendet oleh Malaysia > : Kita Butuh Langkah Nyata > > > Mungkin selain lembek, pamarentah cuek bebek terhadap budaya? > > Di Austria, penghasilan nasional besar sekali datang dari industri wisata. > Orang kesana (terutama Jepang dan Tiongkok) bukan mencari hiburan remang > remang, tetapi budaya. Musik klasik (bukan dangdutan), balett, opera dan > operette. Juga banyak yang membuat tour melihat lokasi pembuatan fil "Sound > of Music". Melihat istana istana kerajaan Habsburg-Austria, dengan taman > tamannya. Melihat biara biara yang megah mengesankan. > > Austria mencetak seorang conductor bermutu dunia asal India: Sekar Mehta! > Kelahiran India sekolah di Austria (sekolah Katholik), dan membawa seni > budaya klasik, yang banyak berasal dari tangan composer Austria.. > > Semua yang berkait sejarah dan budaya mereka mampu komersialkan dengan > kebanggaan: cangkir kopi atau kakao dengan gambar Mozart atau Beethoven. Atau > Ratu Maria Theresia. Kipas, selendang, lukisan dinding, gelas dan lain lagi. > > Manusia Jerman, yang tetangga, sebahasa (gak 100% mirip sih), se etnis > (kecuali propinsi Voralberg), GAK berani meng-claim seni budaya dan titel > musik Austria! > > Makanan nihhh, ada sup gulsach yang terkenal itu, hampir sudah jadi makanan > tradisional disini, tetapi tetap mereka katakan, ini makanan Hongaria. Juga > sosis goreng yang lezat dari Nuernberg, mereka katakan jujur "ini dari > Jerman". Tak ada ya main caplok... > > Dalam misi misi kebudayaan di touristic fairs, Austria yang kacilik ini (7 > juta manungsa) , sangat ganas mensosialisasikan budaya mereka, Ditanggung > tidak luntur.. ehh sorry.. tidak ketukar.. > > Salam > Danardono > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "kawaii_no_shogetsu" <fenghuang82@> > wrote: > > > > Saya sich setuju ama perkataannya PAk Permadi ^^ > > > > Pemerintah sekarang LEMBEK > > wkwkwkwk.... > > > > > > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "luc_leroy07" <luc_leroy07@> wrote: > > > > > > Malaysia kembali mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Untuk tarian saja, > > > ini adalah kasus yang keempat, setelah "Tari Piring" dari Sumatera Barat, > > > "Tari Reog Ponorogo" dari Jawa Timur dan "Tari Kuda Lumping" yang juga > > > dari Jawa Timur. "Tari Pendet" dari Bali diklaim dengan dijadikan iklan > > > pariwisata Malaysia. > > > > > > Namun amat disayangkan ditengah situasi ini sejumlah aparat pemerintah > > > saling menyalahkan atau sibuk membela diri, tetapi tidak ada yang > > > melakukan langkah nyata. > > > > > > Pihak DPR menyerang pemerintah dengan argumentasi "tidak mendaftarkan > > > HAKI" dan "tidak melakukan inventarisasi data budaya Indonesia". Anggota > > > Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra bahkan bereaksi berlebihan dengan > > > meminta pemerintah mengambil sikap tegas meminta Duta Besar Malaysia > > > pulang kampung ke negaranya terkait klaim Malaysia atas tari Pendet. > > > > > > Sementara itu, pihak eksekutif sibuk melakukan pembelaan diri. Menteri > > > Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengecam keras tindakan Malaysia dan > > > mengirimkan surat teguran keras serta memanggil Dubes Malaysia untuk RI. > > > Sementara itu, Departemen Luar Negeri (Deplu) sibuk menjadi juru bicara > > > Malaysia dengan mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak terprovokasi > > > dengan isu ini. > > > > > > Apakah kegerahan masyarakat terhadap isu ini berlebihan? Tentu saja > > > tidak. Kisah Tari Pendet hanyalah kelanjutan dari kisah-kisah sebelumnya. > > > Sudah banyak kekayaan budaya indonesia yang dicuri, diklaim atau > > > dipatenkan oleh negara lain, seperti Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, > > > Lakon Ilagaligo, Ukiran Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, > > > Lagu Rasa Sayang Sayange, dan lain sebagainya. Pertanyaan yang lebih > > > relevan adalah "apa yang harus kita lakukan agar hal ini tidak lagi > > > terjadi". > > > > > > Yang kita butuhkan sekarang bukanlah sikap saling menyalahkan atau > > > sekedar pembelaan diri, tetapi langkah nyata. > > > > > > Di satu sisi saya begitu kecewa dengan upaya pemerintah. Namun di sisi > > > lain, saya terkesan dengan upaya sejumlah anak muda yang terus berupaya > > > untuk mencegah hal ini untuk terus terjadi. Mereka (Indonesian > > > Archipelago Culture Initiatives atau IACI) telah melakukan sesuatu. > > > Teman-teman dapat melihat upaya mereka di situs > > > http://budaya-indonesia.org/ . Mereka melakukan proses pendataan budaya > > > indonesia dalam situs tersebut. Selain itu, mereka juga mengupayakan > > > langkah perlindungan hukum atas kekayaan budaya Indonesia. > > > > > > Saya pribadi sangat apresiatif dengan langkah nyata tersebut. Selain itu, > > > saya menghimbau kepada rekan-rekan sekalian untuk membantu perjuangan > > > anak muda ini agar kisah Batik, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, > > > dan lain sebagainya tidak kembali terulang. > > > > > > Setidaknya ada 2 bantuan yang dapat kita berikan untuk perjuangan > > > tersebut: > > > > > > 1. mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada > > > rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik > > > bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi IACI > > > di email: office@ > > > > > > 2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia. Perlindungan > > > hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi, jika > > > temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang budaya > > > Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, > > > dengan alamat http://budaya-indonesia.org/ Jika Anda memiliki kesulitan > > > untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di email: office@ > > > > > > Sekarang bukanlah saatnya untuk saling menyalahkan atau sekedar pembelaan > > > diri, tetapi melakukan sesuatu yang nyata. > > > > > > - Lucky Setiawan > > > nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman, > > > mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung upaya > > > pelestarian budaya Indonesia secara online. > > > > > >