Saya kira masalah ini cukup sampai di sini saja. Kalau masih mau diteruskan status yang tidak moderasi sementara saya moderasi dulu.
Mau ? (bukan iklan telepon seluler) Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, takezo shinmen <hisashi.mits...@...> wrote: > > aduh bung , again en again > > anda seolah2 berusaha menciptakan kesan pluralisme dan kerukunan antar umat > beragama dengan cara > menggambarkan si muslim sembahyang di kelenteng , kenapa gak sekalian si > buddhist sembahyang di masjid , si hindu sembahyang di katedral ....... > > itu berlebihan > > seorang jawa yang menjadi muslim , dan memegang teguh budaya jawa , yah > bedakan dunk > wajar seorang jawa yang sudah ber AGAMA islam mempertahankan BUDAYA jawa > (bukan AGAMA jawa) > klo tidak khan jadi lucu banget , punya dua agama kah seorang jawa? tapi > tetap berstatus muslim ? > > Budaya yah BUDAYA , agama yah AGAMA > seorang berAGAMA C bisa saja berBUDAYA B > > Tapi jangan sampai konyol menggambarkan > > seorang berAGAMA X sembahyang di tempat ibadah Y (dan X tidak sama Y) > > alih2 menggambarkan bhinekka tunggal ika , malah jadi kek parodi , atau > karikatur hehehehe > > masih mending saya mendengar itu dari seorang supir taksi , cara > menggambarkan kerukunan antar umat beragama di desa asalnya , dimana muslim > dan katolik hidup damai dan berdampingan dan saling mengunjungi jika ada > hari raya ........ > > Nah bung danar , klo ada muslim suka makan babi , dia masih bisa disebut > muslim gak? > >