<Photo 4>

Siapa yang tidak kenal dengan buku Sam pek engtay, dalam dunia barat bukunya 
namanya Butterfly lovers, 
buku aslinya berjudul Liáng Shanbó yu Zhù Yingtái; , siapa pengarang buku novel 
klasik ini. 
Dia adalah Zhang du. Hidup dimasa era  jaman dinasti tang. 

Sam pek eng tay merupakan novel yang menginspirasikan william shakepare dalam 
pembuatan theater dramanya 
romeo dan juliet, bahkan novel ini berdasarkan legenda masyarakat, banyak 
sekali dari kita kurang paham 
sebenarnya novel ini di buat untuk apa. Sebenarnya Zhang du membuat ini untuk 
melawan sistem sosial yang 
teralu kaku. 


latar belakang cerita

<Photo  5>
plot cerita berasal dari awal dari kerajaan dinasti jin sekitar 275 Masehi. 
eng tay atau zhu ying tai seorang gadis cantik yang berasal dari keluarga orang 
kaya atau bangsawan, 
karena dia seorang wanita, dimana pada zaman era tiongkok dahulu dimana wanita 
tidak boleh sekolah 
atau mengenyam pendidikan tinggi.
Dalam  eng tay memiliki niat sangat kuat untuk belajar, dan ingin melawan 
sistem aturan yang kuno, bahwa 
anak perempuan semestinya belajar pekerjaan rumah tangga.

Liang Shanbo atau Sam pek seorang pemuda yang berasal dari status keluarga yang 
sangat berbeda dengan engtay,
Sam pek berasal dari keluarga sulit ekonomi, karena itu Sam pek seorang pemuda 
yang giat dalam belajar, jujur
dan giat bekerja, dimana sam pek merupakan pemuda yang berprestasi di kelasnya.

Dalam kurun 3 tahun belajar bersama dan dalam ruang kelas yang bersama, eng tay 
selalu belajar bersama sampek
karena keluguan,kepintaran, giat bekerja dan kebaikan sam pek, eng tay jatuh 
cinta pada sam pek, tetapi sam pek tidak mengetahui
bahwa eng tay adalah seorang wanita. 

Sesampai akhirnya engtay memberitahukan bahwa ia seorang wanita, dan sam pek 
jatuh cinta dengan eng tay.
Kisah roman mereka saling mencintai, bahkan saling mengisi. Karena ke dua orang 
tua eng tay tahu bahwa 
eng tay jatuh cinta dengan seorang pemuda miskin , memaksa engtay memutuskan 
sam pek, tapi eng tay menolak.
Akhirnya orang tua Eng tay memaksa eng tay menikah dengan seorang pria yang 
memiliki status yang sama. tapi
eng tay menolak, dan lari dari pernikahannya dan mencari sam pek, tak sengaja 
ia menemukan sam pek meninggal
dunia karena ia tidak bisa mampu melamar eng tay karena status sosialnya, dan 
eng tay meminta beberapa orang 
desa untuk menggali kuburan sam pek untuk mengtahui apa itu sam pek, ketika ia 
yakin itu sam pek, eng tay memilih
terjun ke dalam kuburan sam pek dan meminta penduduk desa mengubur mereka 
berdua. Dan akhirnya mereka menjadi sepasang 
kupu - kupu.

<Photo 3>

makna di balik cerita novel

- Bagi kaum wanita membaca novel ini merupakan novel pergolakan emansipasi 
wanita pada era jaman dahulu.
karena tidak ada tempat untuk melakukan pengaduan maka dengan sengaja membuat 
sebuah legenda, cerita rakyat
buku ini menginpirasikan pejuang kaum wanita berikutnya, seperti RA.Kartni 
dengan bukunya "habisnya gelap terbitnya terang"
bahwa novel ini menceritakan bahwa wanita ataupun status sosialnya juga 
memiliki hak untuk belajar

- Sistem Sosial antara Si kaya dan Si miskin, bahwa status materi sampai 
sekarang masih mempengaruhi derajat ukuran hidup seseorang.
Dimana Si kaya selalu menjadi tuan atau menjadi penguasa, dan si Miskin selalu 
menjadi pelayan, dimana jaman dahulu orang yang susah
tidak memiliki kesempatan menjadi Kaya.

- janganlah pernah menilai seseorang dari materinya. Banyak sekali dari kita 
memilih pasangan karena berdasarkan materinya dimiliki.
Jangan karena materi, kita tolak mentah  orang yang mencintai kita, tapi lihat 
kemampuan dirinya dalam berjuang untuk membahagiakan dirimu.

- Kesempatan, berikanlah kesempatan bahwa orang semacam Sam pek sangat lah 
banyak, karena orang semacam sam pek sebenarnya lebih bermoral dan
lebih bekerja dengan giat daripada orang yang menikmati hartanya tapi  tidak 
bekerja.

 Sam pek eng tay dalam versi indonesia
<Photo 1>

Novel Sam Pek Eng Tay terbit pertama kalinya dalam kesastraan melayu tionghoa 
pada tahun 1911. 
Dan novel ini mempengaruhi novel novel roman di Indonesia seperti Romi dan juli.
Cerita ini telah diangkat oleh Teater Koma disutradarai oleh Norbertus 
Riantiarno sejak 1988

pada versi Melayu tionghoa banyak sekali cerita cerita diadaptasi dari kota 
kota di Indonesia seperti contohnya :

Suami-isteri CIOK tinggal di Serang. Mereka punya anak gadis semata wayang, 
ENGTAY namanya. Lewat berbagai akal, Engtay berhasil meyakinkan orangtua dan 
akhirnya diizinkan menuntut ilmu ke Betawi. Meski untuk itu dia terpaksa 
menyamar jadi lelaki. Dalam perjalanan, Engtay berkenalan dengan SAMPEK, yang 
juga punya niat sama, bersekolah. Keduanya saling mengangkat saudara.

Di asrama, Engtay ditempatkan sekamar dengan Sampek. Penyamaran Engtay sukses. 
Tak seorang pun menyangka dia gadis. Waktu bergerak, asmara Engtay terhadap 
Sampek makin berkembang. Pada suatu hari, Engtay membuka rahasia jatidiri. 
Ternyata Sampek juga jatuh hati. Tapi nasib malang. Cinta Sampek membentur 
tembok. Tepat saat dia siap mencinta, Engtay dipanggil pulang karena hendak 
dinikahkan dengan MACUN, putra Kapten LIONG, tuan tanah kayaraya dari 
Rangkasbitung. Perjodohan itu telah dirancang sejak lama oleh keluarga Ciok dan 
Liong. Sampek merana dan mati penasaran. Jasadnya dikubur di Pandeglang. Dia 
tak putus berharap, Engtay sudi menziarahi kuburnya.

Macun memboyong Engtay ke kampungnya dengan tandu pengantin. Di tengah jalan, 
Engtay memohon agar rombongan berhenti sejenak di makam Sampek. Dia ingin 
berziarah. Dasar sudah jodoh, seusai upacara sembahyang, kuburan Sampek 
mendadak terbuka. Lalu, Engtay pun melompat ke dalamnya dan menyatu dengan 
jasad sang kekasih.

Macun marah besar. Dibongkarnya kuburan. Tapi tak terdapat jasad Sampek ataupun 
Engtay. Hanya ada dua batubiru dan dua tawon kuning. Ketika kuburan digali 
lebih dalam lagi, muncul sepasang kupu-kupu yang segera melayang terbang. 
Sekejap kemudian, berjuta kupu-kupu memenuhi langit, menutup cahaya matahari, 
memayungi bumi, meneduhkan hati. Semua terkesima.

<Photo 2>
Versi lainnya adalah Buku berjudul Putri cina, yang berkisahkan pergolakan 
politik dan diskrimanasi Rasia, salah satu sinopsis buku :

Resensi Atas Novel Terbaru Sindhunata: Putri Cina
Oleh MARIA HARTININGSIH
Kompas, Minggu, 23 September 2007
 
Judul Buku: Putri Cina
Pengarang: Sindhunata
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 304
Harga: Rp 50.000

Antara mitos dan sejarah

Kisah Putri Cina merupakan pergumulan eksistensial menyangkut 
identitas-identitas : Siapa dia sesungguhnya dan mengapa ia bernama 
Putri Cina? Di manakah ia ketika tiada lagi wajahnya? (hal 13) 

Sebagian narasi dalam buku ini menggunakan bahasa indah, tidak 
mengada-ada dan sangat dalam tentang kejawaan. Dialog antara Putri 
Cina dan Sabdapalon-Nayageng gong dalam beberapa hal mengingatkan 
pada pemikiran Hannah Arendt tentang banalitas kejahatan dan 
pandangan Elie Wiesel tentang kejahatan tersembunyi di dalam diri 
manusia, yang membuat manusia tega berlaku keji pada siapa pun. 

Dalam Putri Cina, Sindhunata memasuki wilayah yang tak bisa 
dikatakan sepenuhnya sebagai mitos. Bagian yang dikembangkan menjadi 
novel ada dalam disertasi antropolog Nancy K Florida dari 
Universitas Michigan, AS, diterbitkan dalam buku Writing the Past, 
Inscribing the Future: History as Prophecy in Colonial Java (1995). 

Naskah Babad Jaka Tingkir yang tersimpan di Keraton Surakarta itu 
ada kaitannya dengan Pakubuwana VI, yang lenyap dalam pembuangan 
Belanda tahun 1830. Kisah Jaka Prabangkara yang membuka kisah Putri 
Cina adalah bagian dari babad tersebut. 

Jaka Prabangkara adalah anak Prabu Brawijaya dari seorang selir, 
yang dibuang ke Cina oleh ayahnya setelah titah sang ayah melukis 
permaisurinya, Putri Cempa, terlihat begitu sempurna, sampai kepada 
noda hitam di ujung pahanya. 

Prabangkara akhirnya menjadi menantu Maharaja Kaisar Cina, 
menurunkan banyak anak-cucu, yang nantinya berlayar menuju ke tanah 
leluhurnya, Tanah Jawa. Putri Cina adalah keturunan Prabangkara. 

Ada dua Putri Cina dalam novel ini. Yang pertama adalah Putri Cina 
yang diceraikan Prabu Brawijaya, ibu dari Raden Patah, penguasa baru 
Tanah Jawa yang kelak menggulingkan sang ayah. Dia membawa Tanah 
Jawa menapaki zaman baru, dan oleh para wali diminta menjadi 
jembatan antara Jawa Lama menuju Jawa Baru, antara agama lama menuju 
agama baru. 

Putri Cina lainnya adalah Giok Tien, pemain ketoprak Sekar Kastubo. 
Hampir setengah bagian terakhir mengeksplorasi kisah Giok Tien, 
termasuk kisah cintanya dengan pemuda Jawa bernama Setyoko, suami, 
yang kelak menjadi Senapati Gurdo Paksi di Kerajaan Medang Kamulan 
Baru. 

Di sini mitos dan sejarah bergulat menjadi kenyataan hidup. Peran 
Eng Tay yang dilakonkan Giok Tien dalam ketoprak Sam Pek-Eng Tay 
adalah lakon hidupnya sendiri. Cinta yang mengikat, cinta pula yang 
memisahkan. Seperti kesia-siaan. 

Akan tetapi, adakah kesia-siaan ketika kita menyaksikan kupu-kupu 
cinta tak lagi memisahkan Jawa dan Cina, kupu-kupu kuning yang mati 
di utara, memanggil hujan yang menyegarkan dan menyuburkan tanah; 
kupu-kupu Putri Cina yang mengubah bunga-bunga kematian menjadi 
kehidupan dan menaburkan permata berupa buah-buah doa ke seluruh 
dunia. 

Novel ini menggambarkan peralihan kekuasaan di tanah Jawa yang 
selalu berlumur darah dan pengkhianatan. Ketika raja tak mampu 
menghadapi beragam persoalan, akan selalu diperlukan kambing hitam. 
Identitas menjadi permainan politik. Di situ, memakukan identitas 
tunggal tak hanya berbahaya, tetapi juga kejam. 

Manusia terus mengulang sejarah itu dalam konteks politik yang 
berbeda-beda. Pemerkosaan terhadap perempuan etnis Cina juga terjadi 
waktu itu (hal 149-150). Sejarah kontemporer mencatat 
pengambinghitaman etnis Cina sejak tahun 1740 (hal 85-86). 

Sebuah novel menawan, dengan mengabaikan gambar sampulnya. 

Ilusi identitas 

Novel ini membawa pesan: identitas tunggal adalah ilusi. 

Siapa Cina? Siapa Jawa? Nilai kemanusiaan kita ditantang ketika 
keberagaman manusia dimampatkan ke dalam satu sistem kategorisasi 
tunggal yang sewenang-wenang (Amartya Sen, 2007). 

Ironisnya, identitas selalu dijadikan locus politik. Pijakannya 
kultur. Padahal, kebudayaan bertumbuh dari perjumpaan antarmanusia. 
Lakon ketoprak Sam Pek-Eng Tay hanyalah satu contoh dialog dalam 
kebudayaan. Tak ada sekat. Sedangkan ciri fisik hanyalah "kulit" 
ketubuhan yang membalut pikiran dan jiwa; "dunia kecil" dalam "dunia 
besar" bernama Semesta yang dibahas sangat dalam di buku ini. 

Saya membaca Putri Cina dengan ingatan pada karya Sindhunata, 
Kambing Hitam (2006). Di situ ia tak menolak "identitas" yang 
didefinisikan pihak di luar dirinya, tetapi merengkuhnya sebagai 
kerinduan terdalam hati manusia akan sebuah tanah air abadi, yang 
damai dan tenteram, yang tak pernah memisah-misahkan manusia lagi. 

Dan identitas? Pada halaman 302-303, penyair Tao Yuan Ming 
mengatakan, "Tak berakarlah hidup manusia ini, seperti debu jalanan, 
kita beterbangan, dibawa angin, ditebarkan ke mana-mana."



Kirim email ke