Bung Tjamboek yb,

Nampaknya bung kurang teliti dalam membaca, ... sedang capek dan ngantuk? 
Sebenarnya, dalam tulisan dibawah ini sudah jelas dikemukakan, saya kutip: 
"Sungguh tak mengira, bahwa hari itu merupakan pertemuan terakhir kita, karena 
tepat sebulan kemudian Liem Kok Bie terkasih meninggalkan kita untuk 
selama-lamanya, yakni tanggal 22 Juli 2009 di RS Harapan Kita karena sakit 
Jantung, dalam usia 70 tahun."

Jadi beliau meninggak di tgl. 22 Juli 2009 dalam usia 70 tahun.

Salam,
ChanCT



  ----- Original Message ----- 
  From: Tjamboek 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, October 14, 2009 9:39 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: In Memoriam LIEM KOK BIE, EX KETUA PPI JAWA 
TENGAH


  Oesia berapa beliau tarik nepas pengabisanja?
  Semoga di lepengken djalan boeat ini sianseng





  Tabe Hoedjin Tjamboek Berdoeri




  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <sa...@...> wrote:
  >
  > In Memoriam LIEM KOK BIE 
  > 
  > EX KETUA PPI  JAWA TENGAH
  > 
  > Angkat Saudara Menelan Air liur
  > 
  > Bagian 1 & 2 habis 
  > 
  > oleh : Go Sien Ay
  > 
  > Majalah SINERGI No-Oktober-Nopember
  > 
  >  
  > 
  > "Aku tak mau diganti ongkos fotokopinya, sungguh aku tak mau, jangan. Ini 
kuberikan sebagai  tanda kenang-kenangan. Nah ini kutandatangani, jadi sah", 
demikian ucapan Liem Kok Bie almarhum ketika ia menyerahkan fotocopi buku Sam 
Kok kepada penulis sore hari dikediamannya Jl. Taman Daan Mogot II No. 37 
Jakarta, setelah lama mengobrol disana. 
  > 
  > Pada lembar pertama kanan atas terdapat nama Hernowo dan dibawahnya dicap 
Drs. R. Hernowo, nama baru Liem. Dibagian akhir halaman ada tandatangan Adhi  
Jkt 22/06 2009, jadi nama lengkapnya ialah R. Adhy Hernowo. 
  > 
  > Ketika itu keadaannya tetap ceria dan ramah karena baru saja mengajak makan 
2 cucunya, laki-laki dan perempuan yang gemuk-gemuk.
  > 
  > Sungguh tak mengira, bahwa hari itu merupakan pertemuan terakhir kita, 
karena tepat sebulan kemudian Liem Kok Bie terkasih meninggalkan kita untuk 
selama-lamanya, yakni tanggal 22 Juli 2009 di RS Harapan Kita karena sakit 
Jantung, dalam usia 70 tahun. 
  > 
  > Kira-kira sebulan sebelumnya Kok Bie mengajak penulis ngobrol di kantor 
teman baik Tan Sien Tjhiang, kemudian Tan mengajak temannya Santoso untuk makan 
bersama di Satay House. 
  > 
  > Almarhum meninggalkan seorang putri Diana Hernowo S.E dan menantunya Yie 
Tung Ming (Suhadi) S.E dengan tiga cucu-cucunya Henry, Hanzel, Heidy yang 
berdiam di Malang dan seorang putranya Ir. Dipa Hernowo di Singapura. 
  > 
  > Istri tercinta almarhum Ir. Soesilowati (Kweik Tjing Nio) telah 
mendahuluinya pada tanggal 15 Januari 2007. 
  > 
  > Jenazah mendiang Liem telah disemayamkan di R.S Darmais. Dalam misa requiem 
Romo Pur dari Gereja St. Kristoforus Petamburan merasa sangat kehilangan dengan 
prodiakonnya yang telah selama 13 tahun mengabdi digereja tersebut untuk 
memberikan pelayanannya yang merupakan pilihan Tuhan. 
  > 
  > Kremasi jenazah almarhum dilangsungkan di crematorium Oasis Lestari Bitung 
Tangerang, tanggal 24 Juli 2009.
  > 
  > Selain para famili, banyak sahabat almarhum dari In Hwa/Sekolah Semarang, 
Lung Hua dan teman-teman seperjuangan di permusyawaratan Pemuda Indonesia (PPI) 
dengan  khidmad menyampaikan penghormatan terakhir dan banyak yang meneteskan 
airmata. 
  > 
  > Menurut paman almarhum Tjiong Bing Hoen, yang begitu melihat penulis lalu 
merangkul dan menangis terisak-isak, dengan suara terbata-bata ia mengatakan, 
bahwa seringkali almarhum mengeluh kepadanya dan tampak putus asa, sejak 
ditinggal istri tercintanya untuk selama-lamanya. Walaupun sang paman menghibur 
dan membesarkan hatinya, namun almarhum walaupun tampak tegar, namun hatinya 
hancur lebur. 
  > 
  > Berulangkali almarhum menyatakan ingin "menyusul" istri tercintanya.  Abu 
jenazah istri tercintanya, bahkan tidak dititipkan kerumah abu, tapi disimpan 
dan  diletakkan ditempat yang bagus di kamarnya, suatu bukti kesetiaan seorang 
suami kepada istrinya, yang sukar dicari bandingannya. 
  > 
  > Bahkan didepan peti jenazah almarhum, bukannya foto-foto almarhum yang 
diletakkan disitu, tapi foto mereka berdua-an. 
  > 
  >       
  > 
  > PPI Maju Pesat 
  > 
  > Ketika Liem Kok Bie sejak tahun 1964 menjadi ketua Pengurus Dewan Daerah 
Permusyawaratan Pemuda Indonesia (PPI) Jawa Tengah, Warto sebagai Sekretarisnya 
dan Lie Khing Hian sebagai bendaharanya telah mencapai kemajuan pesat. Liem 
menggantikan kedudukan The Boen Han. 
  > 
  > Cabang-cabang yang dibentuk antara lain : Majenang, Sidareja, Cilacap, 
Gombong, Karanganyar, Banyumas, Purwokerto, Slawi, Parakan, Temanggung, 
Muntilan, Wonogiri, Sragen, Solo, Ambarawa, Limpung, Pati, Kudus, Klaten, 
Purwodadi. 
  > 
  > Dibidang olahraga, basketball, dan bulutangkis sangat maju. Hampir disetiap 
cabang mempunyai grup tari kreasi diberbagai kota juga mempunyai barisan 
drumband sedang cabang Semarang mempunyai grup wayang orang. 
  > 
  > PPI didirikan pada tahun 1956. Ketika itu sedang berlangsung Kongres Badan 
Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) di Bandung. Ada keinginan 
untuk dibentuknya organisasi Pemuda Baperki. Untuk itu disampaikanlah 
praeadvies dari Mr. Yap Thiam Hien, Drs. Go Gien Tjwan dan Dr.  Mr. Tan Kian 
Lok. Intinya mereka ingin adanya organisasi pemuda yang indenpenden, namun 
adanya jalinan kerjasama dengan Baperki untuk ikut memperjuangkan nation 
building sesuai UUD 1945 dan Pancasila. 
  > 
  > Para pemuda yang ikut dalam kongres tsb, baik selaku utusan maupun peninjau 
dan simpatisan kemudian menyelenggarakan pertemuan tersendiri disebuah rumah 
makan di Bandung untuk membicarakan pendirian organisasi pemuda itu. Pada 
prinsipnya pertemuan itu menyetujui berdirinya  suatu organisasi pemuda 
independen dan banyak nama diusulkan untuk organisasi pemuda itu. Akhirnya atas 
usul Go Sien Ay organisasi pemuda itu bernama Permusyawaratan Pemuda Indonesia 
disingkat PPI yang diterima dengan aklamasi. Susunan pengurus pusat PPI pertama 
ialah: Ketua umum :  Kwa Sien Biauw. Wk Ketua umum: Kwa Khay Twan. Sekretaris 
Jenderal : Kwik Kian Gie. Bendahara : Tan Kwat Tiam. Ketua PPI Jawa Tengah : Go 
Sien Ay
  > 
  > Berdirinya PPI ini dilaporkan kepada Kongres Baperki yang mendapat sambutan 
meriah. Untuk merumuskan kerjasama yang baik antara Baperki dan PPI, Konperensi 
Pleno Pusat Baperki di Malang tahun 1957 di Hotel Plaza Malang telah minta 
Pengurus PPI Pusat untuk mengirimkan 4 utusannya ke konperensi tsb. Adapun 
utusan tersebut ialah Kwa Sien Biauw, Kwa Khay Twan, Kwik Kian Gie dan Go Sien 
Ay. 
  > 
  > Karena Siauw Giok Tjhan kalau memimpin sidang selalu disiplin, tak pernah 
terlambat- bagi yang terlambat langsung disemprot, maka mengingat kamar 
mandinya terbatas, penulis dan Kwik sepakat untuk mandi bersama agar tepat 
waktu menghadiri sidang. 
  > 
  > Selama 4 tahun berturut penulis memimpin PPI Jateng dengan Siauw Ing Tan 
sebagai sekretaris merangkap bendaharanya dan berhasil membentuk cabang-cabang, 
Salatiga, Semarang, Yogyakarta, Magelang, Pekalongan, Tegal, Jepara dan 
Ungaran. Selanjutnya Yap Sioe Hwat menjadi ketua PPI Jateng, lalu digantikan 
The Boen Han. 
  > 
  > Adhi Hernowo (Liem Kok Bie) adalah anak ke 5 dari 8 anak pasangan alm. Liem 
Ing Sien dan Oey King Nio, terdiri atas 6 laki-laki dan 2 perempuan. 
  > 
  > Liem Kok Bie lahir pada tanggal 19 Desember 1939 di Semarang. Ayahnya 
bekerja sebagai sekretaris di sebuah kantor sedang ibunya menjahit. 
  > 
  > Sejak duduk di SD Kok Bie sudah mempunyai tekad untuk ikut meringankan 
beban orangtuanya, dengan berjualan ban mobil bekas dan accu bekas serta 
menjadi loper Koran Sin Min. Sedikitpun tak ada rasa malu atau rendah diri pada 
Kok Bie karena semuanya adalah pekerjaan halal. Keuletan dan kesungguhan kerja 
inilah yang menempa dirinya untuk struggle for life, dan memperoleh banyak 
kenalan, yang memovitivir dirinya untuk terus bersekolah dan bekerja
  > 
  > Disekolah menengah Liem sebentar di C.E.S. kemudian pindah ke sekolah In 
Hwa di Jl. Gajahmada yang kemudian bernama sekolah " Semarang".
  > 
  > Ia pernah menjadi Ketua Ikatan Pelajar Sekolah " Semarang" (IPPS) dan 
pernah pula menjadi Penasehat Persatuan Ex Siswa Sekolah Semarang (PESISS).  
  > 
  > Setelah lulus SMA  Sekolah, "Semarang" Liem melanjutkan studinya di IKIP 
Negeri Fakultas Physika dan Matematika. 
  > 
  > Sesuai panggilan jiwanya untuk ikut mencerdaskan bangsa Liem menjadi guru 
physika dan matematika di Sekolah Lung Hua Plampitan, disamping itu juga 
memberi les mata pelajaran tersebut diatas. 
  > 
  >  
  > 
  > Minta Angkat Saudara dengan Penulis
  > 
  > Aktifitas Liem diberbagai bidang, tak menyurutkan langkahnya untuk 
membesarkan PPI. Liem termasuk seorang pemimpin yang mudah bergaul dengan 
kalangan apapun. Tindak tanduknya tenang, tapi otaknya selalu bekerja keras 
hingga kaya ide. Dalam prahara 65 Liem dan teman-teman seperjuangannya menjadi 
tapol, disinilah diuji mental mereka, dan perilaku sehari-hari. Disitulah 
tampak jelas, bahwa banyak yang berpredikat pemimpin itu, ternyata hanya 
merupakan pemimpin dimasa damai dan aman, tapi dimasa sulit mereka itu tak 
ubahnya dengan "pemimpin" yang merengek - rengek, minta dikasihani, egoistis, 
tak memikirkan anak buahnya, oportunitis. Ya, dimasa-masa sulit itulah tabir 
kepalsuan kepimpinan lambat laun akan terungkap. 
  > 
  > Yang sangat mengejutkan penulis ialah, ketika pada suatu hari Liem dengan 
serius bertanya kepada penulis, apakah penulis bersedia menjadi saudara 
angkatnya ? Penulis bertanya, apakah motifnya dan apakah dasarnya, hingga Liem 
ingin angkat saudara dengan penulis?
  > 
  > Dengan tegas Liem mengatakan, bahwa sejak lama ia telah mengamati tindak 
tanduk penulis selama mengalami berbagai kesulitan. Ia menilai penulis 
konsisten dan konsekwen dalam penegakan kesetiakawanan dan kebersamaan terhadap 
teman-teman senasib, tanpa perhitungan untung rugi. 
  > 
  > Penulis menganggap hal ini suatu kejadian unik, justru mengapa Liem tak 
hendak menjalin "pengangkatan saudara" dengan teman-teman penulis yang lebih 
senior." Bagi saya senioritas bukan segala-galanya" demikian Liem. 
  > 
  > Dengan sangat terharu kita saling berangkulan dan menjabat tangan kanan 
masing-masing sererat-eratnya, sambil berjanji, bahwa mulai hari itu kita 
saling angkat saudara, berjanji tetap setia kawan, tolong menolong, senantiasa 
jujur dalam suka dan duka. 
  > 
  > Dalam cerita Sam Kok, ketika Lauw Pie, Kwan Kong, dan Thio Hui bersumpah 
angkat saudara dibawah pohon To yang berbunga, disitu tersedia sebuah tong 
arak, seekor kuda putih dan seekor sapi hitam, kemudian setong arak itu 
dinikmati bersama , bagi penulis dan Liem ketika angkat saudara, jangankan 
setong arak, setetes airpun sama sekali tak ada, jadi kita masing-masing 
menelan air liur saja, maklum kita berada disebuah kamp pengasingan (Kampsing 
terpencil).   
  > 
  >  
  > 
  > Ingin dijadikan "Buaya Kecil" Tapi Jadi Kontraktor
  > 
  > Bagi seseorang tapol setelah dibebaskan, mencari pekerjaan sulitnya bukan 
main, padahal orang mesti hidup dan perlu makan/minum. Begitu juga yang dialami 
alm. Liem Kok Bie, ex Ketua Permusyawaratan Pemuda Indonesia(PPI) Jawa Tengah. 
  > 
  > Karena kegigihannya akhirnya Liem mendapat pekerjaan di NIAC (New 
International Amusement Centra) pada kira-kira tahun 1970. Lokasi NIAC Jakarta 
berada digedung Jakarta Theater dan Hotel Horizon Ancol. Disitu terdapat 
permainan judi seperti roulet, black Jack, Baccarat dan dadu. Pengunjung tempat 
perjudian itu sangat selektif yakni WNI golongan minoritas dan orang-orang 
asing. Bukanya selama 24 jam penuh, termasuk hari libur, sedang gaji dan 
bonusnya cukup besar. 
  > 
  >       Berbekal ketekunannya dan kemahiran berorganisasi, maka Liem 
ditugaskan  pimpinannya untuk mendirikan cabang NIAC di Semarang, berlokasi di 
ex gedung Internatio, salah satu perusahaan Big Five Belanda yang telah 
dinasionalisir, yang berhasil menyedot banyak pengunjung. 
  > 
  > Ketika Liem menyampaikan sebuah usul mengenai perkembangan NIAC, Ia 
dibentak oleh pimpinannya dengan kata-kata: " Kau memang pandai berorganisasi, 
tapi mengenai "perbuayaan" kau masih hijau, perlu banyak belajar lagi, banyak 
pengalaman saya sebagai buaya yang patut kau simak". Liem yang memang sama 
sekali tak memiliki jiwa "buaya" hanya manggut-manggut saja untuk memuaskan 
pimpinannya. 
  > 
  >       Rupa-rupanya pimpinan NIAC tertarik dengan ketekunan, kerajinan dan 
dengan dedikasi Liem di NIAC, maka pada suatu hari ia diberitahu pimpinannya, 
bahwa ia akan dikirim ke Macao, sebagai pusat perjudian di Asia, untuk 
mempelajari aneka perjudian yang ada disana. 
  > 
  >       Pimpinan NIAC secara seksama mengamati potensi Liem yang semula 
berupa "cicak" lalu tumbuh menjadi "tokek" dan selanjutnya akan ditingkatkan 
menjadi "buaya kecil"!
  > 
  >       Sebenarnya pengamatan lahiriah seseorang belum tentu menjamin 
keakuratannya, karena yang terpenting ialah pengamatan, mengenal benar, 
mendalami jiwa dan hati sanubari orang itu, juga mentalnya. 
  > 
  >       Pengalamannya menceburkan diri dikomplek perjudian Macao itu, 
merupakan masukan berharga bagi pimpinan NIAC, untuk terus memperkembangkan 
usahanya itu. 
  > 
  > Pernah penulis menemui Liem di NIAC Jakarta itu. Gayanya lain daripada 
biasanya. Seperti petugas lainnya pula, Liem mengalungkan saputangan dilehernya 
dan cara merayu pengunjung untuk terus pasang, membuat suaranya sampai serak. 
  > 
  >       Begitu mengetahui penulis ia keluar arena perjudian sebentar dan 
memberi rangkulan hangat serta minta alamat penulis dan akan mengunjungi 
penulis seusai tugas. 
  > 
  > Menolong Warto, diakui sebagai saudara kandungnya
  > 
  >       Warto ex mahasiswa antropologi budaya IKIP Negeri Semarang, yang juga 
sekretaris I PPI Jateng, adalah teman setikar ketika sama-sama menjadi tapol.
  > 
  >       Liem yang telah bekerja di NIAC sejak kira-kira tahun 1970 pada suatu 
hari menemui Warto di pondokannya di daerah manggarai pada bulan maret 1972. 
Ketika itu Liem datang bersama kakaknya Liem Kok Gie.  Ketika itu Warto sangat 
menderita, karena menganggur selama setengah tahun. Suatu dialog menarik antara 
Warto dan Liem Kok Bie telah disampaikan kepada penulis sebagai berikut : 
  > 
  > LKB (Liem Kok Bie) : "Warto kerja dimana?"
  > 
  > WT (Warto): "Saya masih menganggur",
  > 
  > LKB       : Apakah masih ada tabungan?"
  > 
  > WT       : "Sudah tidak bisa makan."
  > 
  > LKB       : "Sekarang makan apa?"
  > 
  > WT       : "Saya minta kiriman tepung singkong dari Wonogiri."
  > 
  > LKB       : Mau atau tidak kau bekerja ?"
  > 
  > WT       : "Bekerja apa?"
  > 
  > LKB       : "Bekerja di Casino."
  > 
  > WT       : "Bukankah sejak dulu kita mengharamkan judi?"
  > 
  > LKB       : "Di Casino kamu tidak berjudi, tapi bekerja yang mendapatkan 
gaji Jangan sok "moralis" kalau kamu kelaparan sampai mati tidakkah artinya itu 
moralis?"
  > 
  > WT             : "Bukankah yang boleh menjadi karyawan Casino hanya orang 
tionghoa saja ?"
  > 
  > LKB       : "Itu bisa diatur , sebab saya yang menjadi sponsor ."
  > 
  > WT       :"Bagaimana mengaturnya ? Bukankah saya berkulit agak kehitaman?"
  > 
  > LKB             : "Itu mudah. Kau saya  akui sebagai adikku. Ayahku kawin 
lagi dengan seorang
  > 
  > perempuan jawa dan melahirkan kau."
  > 
  > WT    : "Bukankah ini menyangkut martabat orangtua kamu?"
  > 
  > LKB             : "Ayahku tidak butuh martabat, karena ayahku sudah 
meninggal. Yang penting
  > 
  > kesulitanmu teratasi. Pikir dulu jangan lama-lama memberi jawaban. Mumpung 
ada kesempatan. Jadi kalau kau  mau, kau adalah adikku dari lain  ibu. Ayahmu 
sama dengan  ayahku yaitu Liem Ing Sien. 
  > 
  > Setelah mempertimbangkan masak-masak akhirnya Warto setuju dengan ide  Liem 
itu  dan bekerja di NIAC mulai 1972 hingga 1981, karena NIAC dibubarkan oleh  
rezim Soeharto. Warto kemudian beralih kebidang angkutan sedang Liem membantu 
istrinya Ir. Kwik Tjing Nio yang menjadi kontraktor. Liem bertugas untuk 
melakukan lobi dan bergerak dilapangan, sedang soal hitung-menghitung 
dilaksanakan oleh istrinya. 
  > 
  > Sangat disayangkan, bahwa kemudian istri Liem terserang kanker darah dan 
setelah berobat hingga ke Singapura, R.S,  Jakarta, R.S Gatot Subroto, dan R.S 
Kapuk akhirnya pada tanggal 15 Februari 2007, ia menghembuskan nafas yang 
terakhir, yang merupakan pukulan sangat berat bagi Liem.
  > 
  > Dikalangan keluarga Liem, keluarga Warto diperlakukan sebagai keluarga 
sendiri. Bagi Warto, ibunya Liem, Liem Kok Bie dan istrinya, ketiga orang itu 
adalah orang terbaik sedunia setelah ayah - ibu Warto.
  > 
  > Setelah istrinya wafat,  Liem masih melanjutkan usaha kontraktor, walaupun 
tak jarang ia mesti menangis, ingat istri tercintanya jika menghadapi hitungan. 
Walaupun tampak tegar, tapi sebetulnya hatinya hancur - lebur, hingga akhirnya 
maut menjemputnya, karena kanker prostat yang dideritanya, yang hampir tak 
pernah diutarakan, baik kepada keluarga maupun teman-temannya. Liem ingin 
meneladani Jesus Kristus ingin memikul salibnya seorang diri. Selamat jalan 
Bie, semoga Tuhan mengampuni segala kesalahan dosamu di masa hidupmu dan 
membebaskanmu dari api pensucian serta membimbing arwahmu ke surga.
  >




  ------------------------------------

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

  Yahoo! Groups Links





------------------------------------------------------------------------------



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 8.5.409 / Virus Database: 270.14.3/2411 - Release Date: 10/03/09 
06:20:00

Kirim email ke