Penjelsan Bro Zhoufy mantap juga nih.. Tetapi kalo yang berhubungan ama hari 
Raya, Sincia ama Puasa gak masalah sebenarnya, bisa diadakan dua kali aja, yang 
puasa kan bisa ikut malamnya. Yang penting esensi dari perayaan itu sendiri dan 
yang lebih penting lagi adalah semua itu bisa diatasi kalo kita mua bro.Contoh, 
saya dah brapa kali nemani Cici sepupu ke restoran kesukaan dia di Bulan Puasa, 
gak papa, saya gak terpengaruh. Asal jangan pada Hari Jum'at jam 12-an, itu 
tidak bisa karena saya mesti shalat Jum'at. Tetapi setelah saya tinggal di 
China, ternyata shalat Jum'at agak bergeser ( lebih telat ) dibanding di 
Indonesia, jadi kalo cici minta ditemani makan pada Jam 12.-an gak masalah.
 
 
 


--- On Sat, 10/24/09, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> wrote:


From: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
Subject: Re: [budaya_tionghua] perkawinan campur
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Saturday, October 24, 2009, 11:13 PM


  



Kawin campur? Kok seperti jenis makanan dan minuman saja! Ada nasi campur dan 
es campur.

Janganlah memandang keberatan orang tua dng kacamata negatif. Orang tua manapun 
akan lebih senang anaknya kawin dng orang segolongan, kalau bukan golongan 
etnis, ya golongan pendidikan, atau golongan agama, atau golongan pendapatan.

Semua itu ada dasarnya. Perkawinan adalah persekutuan seumur hidup, membutuhkan 
penyesuaian total dari dua pribadi yg berlainan. Dua orang dng latar belakang 
sama saja belum tentu bisa akur dlm segala hal, apalagi dng latar budaya yg 
sangat jauh! Inilah pertimbangan para orangtua.

Pada saat jatuh cinta, perbedaan2 ini biasanya tertutupi oleh hal2 yg 
jasmaniah, tapi setelah berjalan sekian lama akan menjadi masalah. Dibutuhkan 
usaha yg lebih keras utk saling menerima.

Tapi memang semua tdk mutlak, tergantung pribadi masing2. Yg penting hrs 
dipikir matang2 dulu, dlm perkawinan antar golongan anda menghadapi tantangan 
yg lebih besar.

Satu hal yg penting: bagi para orangtua, perkawinan bukan hanya antar dua orang 
saja, tapi juga merupakan perkawinan antar dua keluarga. Jika dua keluarga 
tradisinya sangat berlainan, sulit untuk bisa benar2 menyatu. Misalnya saat 
merayakan sincia yg satu sedang puasa, kan repot.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: "cristine_mandasari " <cristine_mandasari@ yahoo.com> 
Date: Sat, 24 Oct 2009 21:32:09 -0000
To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
Subject: [budaya_tionghua] perkawinan campur

  

selamat pagi, 
semoga hari ini menjadi hari yg baik untuk anda semua :D
sy anggota baru milis ini, salam kenal :)

ada yg mengganjal dalam pikiran sy tentang kawin campur:
1. mengapa kawin campur antara etnis tionghoa dan etnis bumiputra lain, 
terutama jawa (maapkan jika istilah sy kurang tepat atau terkesan rasis)masih 
dianggap tabu hingga sekarang, dan mendapatkan halangan yg berat dari pihak 
orangtua? 
bukankah hal itu merupakan proses asimilasi yg wajar jika pasangan beda etnis 
sama2 mencintai?
2. sy melihat adanya diskriminasi gender...
jika yang menikah adalah pria tionghoa dan wanita jawa, misalnya, hal itu tidak 
akan bermasalah sebab anak yg lahir akan mengikuti seh (marga) si ayah...
namun, tidak demikian halnya, jika pria jawa dan wanita tionghoa, seringkali 
dianggap menyalahi aturan dengan adanya mitos (dalam adat jawa)bahwa abu orang 
tionghoa lebih tua daripada jawa sehingga pernikahan mereka akan pamali atau 
bernasib buruk?
3. bagaimana cara mengubah pola pikir generasi lama?
terima kasih & mohon tanggapannya :D 

















      

Kirim email ke