Dalam hal bakar membakar kertas, bangsa Tionghoa adalah bangsa yang 
mengutarakan banyak pengharapan dengan membakar kertas.

Pertanyaan yang harus dipikirkan kenapa mereka membakar kertas ?
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bangsa Tionghoa adalah penemu kertas dan yang 
membakukan cara pembuatan kertas secara standar adalah Cai Lun. Cai Lun 
menyempurnakan pembuatan kertas yang sudah ada sejak akhir dinasti Qin dan awal 
dinasti Han.

Dalam tradisi banyak peradaban purba, sering digunakan benda-benda yang 
memiliki keterkaitan dengan keadaan kehidupan seperti saat manusia hidup, 
contohnya adalah peradaban Mesir. Dan dalam banyak kebudayaan di dunia ini, 
pandangan tentang alam kematian beragam, seperti misalnya dunia Hades, 
reinkarnasi, berpindah alam, surga neraka dan sebagainya. Dunia Hades atau 
dunia bawah tanah sebenarnya juga dikenal dalam Judaism kuno sebelum mereka 
mendapat pertemuan budaya dengan Yunani. Walau Yunani mengenal dunia Hades 
dalam legenda dewa dewi mereka, tapi para filsufnya berdebat dan ada yang 
percaya dengan tumimbal lahir.

Tradisi Tiongkok purba juga tidak luput akan hal seperti itu, bahkan tradisi 
Ren Xun atau penguburan manusia dilaksanakan, hingga pada masa CunQiu dan 
Zhanguo ditentang oleh para filsuf terutama Mo Zi, Kong Zi serta Li Shi dan Han 
FeiZi. Salah satu hasil penolakan itu adalah Bing Ma Yong atau terracota yang 
dibuat oleh Qin Shihuang atas saran Li Shi. Qin Xiao Gong, adipati Qin menolak 
keras pengorbanan manusia dan kemudian pada masa dinasti Han terutama pada masa 
pemerintahan Han Wudi, beliau memberikan maklumat pelarangan dan semua itu 
berkat masukan dari Dong Zhongshu.

Jauh sebelum agama Buddha masuk, kepercayaan mereka terbagi menjadi beberapa 
tapi secara umum mereka tidak membicarakan tentang reinkarnasi.
Umumnya adalah berpindah alam, roh dan jiwa terpisah, berkumpul di gunung 
Taishan, berada di langit dan mengawasi serta melindungi keturunan mereka. 
Bahkan dalam kitab Li Ji sempat membahas tentang roh yang tersesat atau roh 
orang meninggal yang belum waktunya, roh yang meninggal jauh dari keluarga, roh 
orang yang meninggal tapi tidak mendapatkan penghormatan keluarganya. Kemudian 
dilakukanlah ritual Fu Li atau Pengembalian Harkat dan yang sekarang dikenal 
dengan isitilah chao du.

Dan dalam budaya Tionghoa ada 3 hal yang terpenting dalam kehidupan manusia 
yaitu kelahiran, pernikahan dan juga kematian. Semuanya memegang peranan 
penting dan juga memiliki tradisi yang amat banyak demi 3 hal itu.

Penemuan kertas membuat suatu dobrakan baru dalam budaya Tionghoa tentunya 
selain hal itu adalah kemajuan lain disegala bidang yang dikarenakan dengan 
penemuan kertas itu.

Seiring dengan konsep Mo Zi tentang dewa dewi serta kematian dan para setan, 
maka kerajaan secara tidak langsung maupun langsung menggunakan konsep "alam" 
dewata dan alam setan untuk menjaga moralitas para pejabatnya, semacam kontrol 
sosial.
Mo Zi beranggapan bahwa ritual dan segala konsep dewa dan setan merupakan suatu 
kontrol sosial masyrakat dan para pejabat termasuk raja itu sendiri. Jauh 
sebelum kertas ditemukan, para raja dianjurkan oleh Kong Zi untuk melakukan 
upacara fengshan, dimana salah satu yang melakukannya adalah Qin Sihuang. 
Tujuannya juga adalah kontrol dan pertanggungjawaban kaisar terhadap para 
leluhur terutama Guishen yang bermukim di gunung Taishan.

Dengan ditemukannya kertas, maka terjadi perubahan besar terutama untuk kontrol 
sosial dan dalam banyak ritual lainnya. Pada masa dinasti Zhou sudah ada 
penghormatan kepada Cheng Huang atau dewa kota tapi dimasa dinasti utara 
selatan, penghormatan itu lebih meluas lagi. Hingga pada masa dinasti Qing juga 
para pejabat kota harus menghormat Cheng Huang.
Sejak dinasti Tang, Cheng Huang dipercaya adalah dewa kota dan merupakan dewa 
penguasa kematian, setiap orang yang meninggal harus menghadap kepada Cheng 
Huang. Para pejabat kota wajib memberikan 2 buah laporan, yang satu diberikan 
kepada pemerintah pusat dan satunya dibakar di kuil Cheng Huang sebagai 
pertanggungjawaban pejabat kota kepada dewa Pelindung Kota yang merupakan juga 
dewa kematian.

Bakar-bakaran kertas sebagai wujud laporan akhirnya berkembang dibanyak ritual, 
misalnya pada saat orang guiyi atau tisarana baik Buddhism maupun Taoism, 
biasanya akan dibakar shu wen atau surat doa itu. Jadi mereka percaya dengan 
membakar itu artinya mengirimkan surat tersebut kepada mahluk-mahluk adi 
kodrati.
Buddhism Mahayana Tiongkok dan Taoism pasti menggunakan cara membakar kertas 
sebagai simbol mengirimkan doa mereka.
Hal yang mirip tapi berbeda adalah Tembok Ratapan Yerusalem, dimana banyak 
orang Yahudi mengirimkan suratnya kepada Tuhan mereka dengan menyelipkan kertas 
doa atau permohonan di celah-celah tembok mereka.
Doa permohonan juga digunakan seperti membakar kertas Wang Sheng untuk yang 
meninggal atau juga Shou Sheng kertas untuk yang masih hidup.

Penggunaan kertas sembahyang atau kertas gincoa dan kimcoa yang umum digunakan 
oleh Taoist maupun Buddhist Mahayana Tiongkok dan Ruist sering disalah artikan 
sebagai uang dewa dan uang orang mati.
Kosmologi Yin Yang dan 5 unsur sebenarnya ada dalam kertas tersebut.
Yin atau gin yang berarti perak adalah sifat yin dan jin atau kim yang berarti 
emas adalah sifat Yang. Karena orang meninggal itu adalah unsur Yin maka 
digunakanlah perak, dan dewata atau orang suci adalah unsur Yang maka 
digunakanlah emas.
Jika kita perhatikan posisi penempatan perak dan emasnya selalu harus ditengah 
yang sebenarnya memiliki makna Tengah adalah Tanah dan Tanah melahirkan Logam 
atau Emas Perak.
Itu simbol pengharapan bahwa yang meninggal ( cat: jika menggunakan perak ) 
akan mendapatkan berkah dan kebajikan serta keluarganya akan dilimpahi pula 
oleh berkah dan kebajikan. Dan yang ditinggalkan tidak akan melupakan jasa 
kebaikan bumi yang menerima jasad yang meninggal dan semoga almarhum bisa 
mendapatkan tempat yang baik pula.

Emas merupakan logam mulia, semulia para dewata dan mahluk suci lainnya. Dengan 
membakar kertas emas ini, berarti kita harus memahami bahwa tanah yang menjadi 
tempat kita berpijak harus dijaga baik sehingga melahirkan emas dengan demikian 
para dewata akan memberikan berkah kepada mereka yang menjaga baik alam ini.

Kertas Shoujin atau Tiangong Jin sebenarnya adalah kertas pengharapan semoga 
manusia diberikan kebahagiaan, kejayaan dan kesehatan.
Dimana Fu Lu Shou adalah 3 bintang yang selalu menyinari manusia dan dengan 
posisi di tengah atau center yang melambangkan bumi serta emasnya, diharapkan 
manusia bisa berlaku bijak dan bajik.

Secara umum, hanya 2 jenis kertas yang dikenal yaitu emas dan perak tapi 
variasi yang ada itu hanyalah pernik-perniknya saja. Akhirnya intinya adalah 
keselarasan 5 unsur dan Yin Yang saja.

Kirim email ke