*Mirza Adityaswara Analis Perbankan & Pasar Modal *

Kasus penyelamatan Bank Century sedang menjadi perhatian para politisi
sehingga menyedot minat masyarakat untuk mengikutinya. Otoritas sektor
keuangan pasti dulu tidak membayangkan bahwa penyelamatan Bank Century di
November 2008 yang dimaksudkan untuk menyelamatkan sistem keuangan Indonesia
justru menjadi bola politik yang belum tahu ujung nya dimana.

Bank Century adalah bank kecil yang salah kelola tapi terpaksa diselamatkan
demi stabilitas sistem keuangan Indonesia yang pada periode September 2008
Maret 2009 sedang menghadapi krisis ekonomi global. Inilah konsekuensi wajar
dari sebuah negara yang sedang belajar berdemokrasi. Kebijakan publik di
negara berkembang termasuk di Indonesia memang harus selalu disoroti dan
dikawal oleh publik dan oleh media supaya kebijakan publik tetap berjalan
pada rel nya yang benar.

Analisa dan kritik terhadap suatu kebijakan pemerintah tentu maksudnya
adalah supaya kebijakan publik di negara ini terus mengalami perbaikan demi
terciptanya Indonesia yang maju dan terbebas dari budaya korupsi. Tapi
jangan sampai analisa, kritik ataupun "audit" terhadap suatu kebijakan
publik dibuat hanya karena kita tidak suka kepada pejabat publiknya, tanpa
berusaha objektif terhadap `track record' dan kinerja kebijakan publik yang
dibuat oleh pejabat tersebut. Jangan sampai kebijakan publik yang didasari
niat baik malahan dikriminalisasi hanya karena berbeda haluan politik.

Situasi pasar global kw IV/2008 Sekadar mengingat kembali. Krisis keuangan
di Amerika sebenarnya sudah mulai sejak kwartal III/2007 akan tetapi menjadi
makin buruk di semester I/2008.

Pemerintah Amerika pada saat itu sudah melakukan beberapa program
penyelamatan terhadap beberapa lembaga keuangan seperti Bear Stearns, Fannie
Mae, Freddie Mac, akan tetapi belum melakukan program pendisiplinan.

Program pendisiplinan dilakukan pada 15 September 2008 yaitu dengan menutup
perusahaan sekuritas Lehman Brothers yang dikira tidak akan berdampak
sistemik. Ternyata pemerintah Amerika salah perkiraan. Yang terjadi adalah
kepanikan luar biasa dan terhentinya pasar uang antar bank di seluruh dunia.
Suku bunga dollar di pasar uang antar bank di London melonjak lebih dari dua
kali lipat, pasar saham runtuh, yield obligasi negara berkembang naik, harga
komoditas jatuh, dan kurs di negara berkembang melemah secara signifikan.
Sehingga akhirnya Gubernur Bank Sentral Amerika harus mengucurkan likuiditas
ke pasar keuangan sampai 1.4 triliun dolar (10 persen PDB Amerika) dalam
periode September 2008 - Februari 2009.

Bank Sentral Amerika juga di kwartal IV/2008 terpaksa menurunkan suku bunga
secara drastis ke 0.25 persen dan terpaksa menyelamatkan lagi berbagai bank
dan perusahaan sekuritas di Amerika seperti Citigroup, Bank of Amerika,
Merril Lynch, Wachovia, dsb. Agar kebijakan penyelamatan ekonomi dunia lebih
terkoordinasi maka forum G-20 dibentuk di kwartal IV/2008. Walaupun banyak
yang mengeritik biaya kebijakan penyelamatan perbankan yang dikeluarkan oleh
Bernanke , akan tetapi politisi di Amerika, baik dari partai demokrat dan
partai republik mendukung penunjukan kembali Ben Bernanke menjadi Gubernur
Bank Sentral Amerika. Bahkan Bernanke dinobatkan sebagai Man of The Year
2009 oleh majalah internasional, Time, karena berhasil menyelamatkan ekonomi
dunia dari keterpurukan yang lebih dalam.

Keputusan Harus Diambil Apakah Bank Century layak diselamatkan ? Dalam
situasi normal, jika tidak ada krisis ekonomi, maka bank tersebut tidak
layak diselamatkan karena ukuran nya kecil dan pemilik serta manajemen lama
ditenggarai secara sengaja melakukan salah kelola bahkan melakukan
pelanggaran pidana. Tapi dalam situasi krisis ekonomi yang pada waktu itu
melanda dunia dan Indonesia (September 2008 Maret 2009) maka keputusan
dilematis harus diambil oleh pengambil kebijakan sektor keuangan untuk
menstabilkan sistem keuangan.

Pengamat ekonomi seperti saya dan teman teman pengamat tidak dihadapkan pada
situasi harus mengambil keputusan. Situasi pada saat itu, kurs rupiah di
kwartal IV/2008 mencapai Rp 12,800 per dolar, bahkan sampai dengan Februari
2009 masih bertengger di Rp 11,800 (lihat grafik). Pada saat itu cadangan
devisa turun 7 miliar dolar dan yield rupiah surat utang negara melonjak
dari 10 persen menjadi 20 persen Dengan melihat pengalaman tahun 1997-1998
ada kemungkinan kalau bank Century ditutup maka kepanikan nasabah perbankan
di Indonesia menjalar ke bank bank kecil dan ke bank bank besar.
Mengapa para deposan besar di Indonesia mudah panik ? jawabannya tidak tahu.

Mungkin karena pengalaman masa lalu sehingga kepercayaan para deposan besar
di Indonesia terhadap kondisi politik, keamanan dan ekonomi negaranya
sendiri masih lemah.

Pemerintah akhirnya memutuskan bank Century diselamatkan tapi pemilik dan
manajemen lama diserahkan kepada penegak hukum. Jika ada yang curiga
terhadap aliran dana kepada pihak yang tidak berhak, maka berilah
kepercayaan kepada PPATK untuk melakukan investigasi. Jika bank tersebut
ditutup maka biaya yang dikeluarkan bukan Rp 600 miliar seperti yang sering
disebut oleh beberapa pihak tapi pemerintah harus mengganti dana nasabah
Rp5,3 triliun karena itulah dana yang dijamin pemerintah, yaitu sampai Rp 2
miliar per nasabah. Sedangkan jika diselamatkan maka biaya yang sudah
dikeluarkan pemerintah adalah Rp 6,7 triliun. Jumlah Rp 6,7 triliun memang
membengkak dari perhitungan awal karena ternyata banyak aset jelek yang oleh
manajemen lama tidak diberikan pencadangan padahal aset tersebut sudah tidak
memberikan hasil.

Bukan uang hilang Biaya Rp 6,7 triliun tersebut bukanlah uang hilang dan
belum menjadi kerugian.

Jika bank tersebut selesai dibenahi, maka sebagian, bahkan mungkin sampai 75
persen biaya penyelamatan bisa kembali jika bank tersebut dijual 5 tahun
lagi. Hitungan nya seperti ini. Dengan modal saat ini sekitar Rp 680 miliar
dan laba per tahun sekitar Rp 250 miliar maka dalam 5 tahun, modal bank
tersebut atau biasa disebut nilai bukunya akan menjadi sekitar Rp 2 triliun
(dengan asumsi pemerintah tidak mengambil dividen). Karena pada saat ini
valuasi saham perbankan Indonesia berkisar antara 1,5 kali sampai dengan 3,5
kali nilai buku, maka jika Bank Century (sekarang namanya menjadi Bank
Mutiara) bisa dijual dengan nilai 2,5 kali nilai bukunya maka pemerintah
akan mendapat dana sekitar Rp 5 triliun. Maka dari itu sebaiknya semua pihak
membawa suasana tenang supaya bank tersebut bisa cepat pulih Proses
penyelamatan Bank Century persis sama seperti pemerintah merekapitalisasi
bank-bank besar pada waktu krisis tahun 1998-1999 (zaman presiden Habibie
dan presiden Abdurahman Wahid) dan kemudian pemerintah melakukan divestasi
pada masa presiden Megawati di tahun 2002-2004. Justru penyelamatan Bank
Century yang menelan biaya Rp 6,7 triliun tersebut adalah untuk menghindari
terulangnya biaya krisis 1998 yang pada waktu itu mencapai Rp 650 triliun
(yaitu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sekitar Rp 220 triliun dan biaya
rekapitalisasi perbankan Rp 450 triliun).

Banyak orang mengatakan bahwa krisis 2008 tidak sama dengan krisis 1998.

Tapi bagi praktisi di industri keuangan maka melihat runtuhnya pasar
keuangan dan industri perbankan di Amerika pada tahun 2008 yang lalu adalah
sesuatu yang sangat menakutkan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Jangan
lupa bahwa krisis 1998-1999 berawal dari krisis perbankan di Thailand ,
Malaysia dan Korea di tahun pertengahan 1997 yang kemudian menjalar menjadi
krisis perbankan di Indonesia, kemudian menjalar menjadi krisis politik di
semester I/1998 dan kemudian berakibat menjadi krisis ekonomi yang sangat
parah sampai beberapa tahun.

Kebijakan stabilisasi ekonomi Masyarakat sebaiknya melihat kebijakan
penyelamatan Bank Century tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian
dari berbagai kebijakan stabilisasi ekonomi yang diambil pemerintah pada
periode September 2008-Maret 2009.

Perbankan adalah darah dari perekonomian. Jika industri perbankan ambruk
maka sektor riel juga mati. Untuk menjaga kepercayaan nasabah bank terhadap
sistem keuangan Indonesia, maka di bulan Oktober 2008 pemerintah menaikkan
penjaminan deposit nasabah bank dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar karena
di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Australia pada saat itu penjaminan dana
nasabah sudah dinaikkan meliputi 100 persen dana deposit.

Kebijakan menaikkan penjaminan pemerintah atas dana nasabah merupakan hal
yang sangat penting karena 81 persen dana nasabah bank di Indonesia bernilai
diatas Rp 100 juta. Bahkan setelah dinaikkan penjaminan tersebut ke Rp 2
miliar per nasabah, maka masih ada 45 persen dana nasabah perbankan
Indonesia yang diatas Rp 2 miliar per nasabah (lihat tabel LPS).

Maka dari itu tidak heran pada saat itu industri perbankan mendesak
pemerintah menaikkan penjaminan sampai Rp 10 miliar, bahkan sampai 100
persen dana nasabah. Industri perbankan juga meminta pemerintah memberikan
penjaminan dana antar bank jika ingin pasar uang antar bank berfungsi dengan
baik. Tapi pemerintah menolak usulan usulan tersebut karena dikhawatirkan
jika ada bank yang ditutup maka pemerintah harus menanggung kewajiban yang
terlalu besar dibandingkan kemampuan pemerintah.

Kebijakan penyelamatan Bank Century diambil supaya kepanikan di industri
perbankan tidak terjadi. Dalam situasi genting maka pengambil kebijakan
sektor keuangan harus mengambil keputusan, bukan bereksperimen di dalam
laboratorium dengan model model ekonomi dan mencari definisi sistemik.
Walaupun fundamental perbankan Indonesia di tahun 2008 jauh lebih kuat
dibandingkan di tahun 1997, akan tetapi perbankan adalah suatu bisnis
kepercayaan yang rentan dengan isyu. Seberapa kuatpun suatu bank, jika
dilanda krisis likuiditas maka bank tersebut pasti ambruk karena modal suatu
bank hanyalah 6 persen sampai dengan 12 persen dari assetnya (atau rasio
kecukupan modal terhadap asset tertimbang menurut risiko, biasa dikenal
sebagai CAR berkisar 10 persen sampai dengan 20 persen).

Selain penyelamatan Bank Century, untuk memberikan likuiditas kepada sektor
perbankan maka Giro Wajib Minimum perbankan diturunkan di kwartal IV/2008.
Seperti yang dilakukan di perbankan Amerika maka di kwartal IV/2008 untuk
fasilitas likuiditas diberikan fasilitas pembiayaan jangka pendek dan
fasilitas `repo surat berharga' oleh Bank Indonesia kepada perbankan. Pada
intinya pada saat itu otoritas moneter tidak membuka peluang satu bankpun
jatuh karena situasi sangat genting yang dikhawatirkan bisa mendorong
kepanikan para nasabah di berbagai bank di Indonesia.

Untuk memberi nafas bagi perbankan dan dunia usaha, suku bunga Bank
Indonesia diturunkan sejak bulan Desember 2008 secara bertahap sampai
menjadi 6.5 persen di pertengahan 2009. Di bidang fiskal, pemerintah
terpaksa berutang lebih besar, meningkatkan defisit anggaran dari biasanya
1,5 persen PDB menjadi 2,5 persen PDB, dengan cara memberikan insentif pajak
dan meningkatkan pengeluaran pemerintah supaya ekonomi bisa bergerak. Di
bidang valuta asing, karena kurs rupiah terus melemah pada saat itu maka
akhirnya Bank Indonesia melarang pembelian dolar kumulatif diatas 100 ribu
dolar per bulan tanpa disertai dokumen komersial yang menjelaskan maksud
pembelian tersebut.

Syukurlah berbagai kebijakan stabilisasi ekonomi tersebut memberi hasil
positif, Seiring dengan pulihnya pasar keuangan global sejak April 2009,
pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya turun dari 6,3 persen di kwartal
III/2008 menjadi 4,3 persen di tahun 2009.

http://republika.pressmart.com/RP/RP/2010/01/05/ArticleHtmls/05_01_2010_005_004.shtml?Mode=1

Kirim email ke