Kalau saya ikuti, Sumamihardja tidak memaksa orang harus ikut 'pergerakan' dan 
harus punya track-record. Dia melainkan hanya menceritakan tentang track-record 
'pergerakan'-nya sendiri (walaudengan rada 'lebay') sebagai sikap korektif 
terhadap kalimat Tjandra Ghozali yang menuding: "... kagak ngapa2in selain 
meratap!? ...".

Dan Tjandra Ghozali sendiri, yang patut dihargai juga untuk ajakannya agar 
kita-kita ikut dalam 'pergerakan' menyumbang TBT, toh juga sudah mengerti 
koreksi Sumamihardja tsb.

Jadi menurut saya sih tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi.
Diskusi boleh, mengajak 'bergerak' boleh, menagih track-record untuk 
'membungkam' jangan...

Wasalam.

==========================

  ----- Original Message ----- 
  From: zho...@yahoo.com 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, February 07, 2010 12:43 AM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA


    
  Ah Bung Suma! Ada dua hal yg perlu anda perhatikan: 
  1. Dari pengantar sudah terbaca jelas missi milis ini adalah membuka ajang 
diskusi utk sarana pembelajaran, itu sudah pasti! 
  "untuk menyempurnakan kehidupan kita...." Semua tujuan pembelajaran sdh pasti 
utk menyempurnakan kehidupan, tak ada yg membantah!
  " dapat lebih mengenal dan mendalaminya demi terciptanya reformasi dan 
integrasi wajar dari kebudayaan Tionghoa ....." Ini juga ucapan yg wajar2 saja, 
karena dng lebih mengenal pasti tdk merasa asing, sehingga dng sendirinya ada 
integrasi wajar.
  Dari uraian pengantar diatas jelas sudah, penyempurnaan kehidupan dan 
integrasi wajar adalah akibat yg diinginkan(pahami kata "semoga"), yg hendak 
dicapai oleh Milis lewat "memperkenalkan kembali budaya Tionghua dan sejarah 
Tiongkok serta mendiskusikan segala macam permasalahan- nya", bukan lewat cara2 
yg lain! Apa disitu ada terkandung kata2 aksi atau yg mirip dngnya?

  2. Memang dalam mencapai missi ini bisa macam2 caranya, itu saya sepakat. Dan 
selama caranya halal, itu akan saya dukung, itu sudah saya tulis dng kata" 
syukuri!" Tdk ada secuil katapun dari saya yg menentang class action semacam 
ini! 

  Namun, semua cara punya tempatnya masing2, jangan memakai tolak ukur class 
action untuk semua medan! Masing2 medan punya batasan2 sendiri. di sungai 
telaga ada bun(wen) dan bu(wu), tak lucu menilai kiprah seorang bunsu(kaum 
cendekia) dari aksinya di medan perang, demikian juga tak pantas menguji 
kapasitas seorang panglima dari kepintarannya bersyair.

  Yg saya tentang adalah: setiap diskusi mulai panas, pasti ada yg 
mempertanyakan apa tindakan nyata kita? Apa track record kita? Jika semua hal 
dinilai dr tindakan nyata, bila semua diskusi diukur dari track record seorang, 
saya yakin, akan bubrah medan diskusi kita! 

  Contohnya: ada yg membuka topik diskusi cara promosi musik klasik Tiongkok, 
jika ditanyai tindakan nyata dan track recordnya. Mungkin yg pantas ngomong di 
millis ini hanyalah sdr Andre Harmoni, krn dia yg aktif dibidang itu, yg lain 
lebih baik bungkam saja.
  Demikian juga, banyak yg tertarik masalah pelestarian bangunan sejarah, jika 
ditanyai kedua hal diatas, mungkin hanya bung summa yg pantas berkicau sendiri, 
yg lain hanya boleh menjadi pendengar yg baik.

  Apakah hal ini yg kita inginkan?


  Sent from my BlackBerry®
  powered by Sinyal Kuat INDOSAT


------------------------------------------------------------------------------

  From: "sumamihardja" <sumamihar...@yahoo.com> 
  Date: Sat, 06 Feb 2010 16:06:44 -0000
  To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
  Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA


    
  Komentar saya yang dianggap tidak pantas yang mana? Apa jangan-jangan anda 
sendiri yang membuat inti pernyataan anda menjadi bias. Coba kita baca lagi deh:

  "> >
  > > Ada sesuatu yg salah di millis ini:
  > > 
  > > Millis ini dibentuk adalah untuk ajang Diskusi masalah2 yg berkaitan dng 
budaya dan sejarah Tionghoa, bukan ajang menggalang aksi pergerakan/class 
action!"

  Anda sendiri bilang bahwa ada sesuatu yang salah ketika ada yang menggalang 
aksi pergerakan/class action. Tapi coba anda baca sendiri apa pengantar yang 
dibuat untuk milis BT ini:

  "Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan 
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan 
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu 
masyarakat, demikian Andreas Eppink berkomentar.

  Sejarah bisa lain menurut sudut pandang yang berbeda-beda pula, namun kita 
yakin keluhuran sejarah hanya satu dan adalah tugas kita untuk belajar dari 
sejarah untuk menyempurnakan kehidupan kita supaya kesalahan yang lalu-lalu 
tidak terulang kembali.

  Milis ini dibuat untuk memperkenalkan kembali budaya Tionghua dan sejarah 
Tiongkok serta mendiskusikan segala macam permasalahan-nya. Semoga dengan 
diadakannya milis ini, siapa saja dari bangsa dan etnis manapun yang tertarik 
akan kebudayaan Tionghoa dan sejarah Tiongkok dapat lebih mengenal dan 
mendalaminya demi terciptanya reformasi dan integrasi wajar dari kebudayaan 
Tionghoa sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia.
  ...."

  Kalau begitu, apa maksud "menyempurnakan kehidupan kita....memperkenalkan 
kembali budaya Tionghoa....dapat lebih mengenal dan mendalaminya demi 
terciptanya reformasi dan integrasi wajar dari kebudayaan Tionghgoa sebagai 
bagian dari kebudayaan nasional Indonesia"?

  Bukankah terkandung makna pergerakan di dalamnya dan bukan hanya sekedar 
berdiskusi? Apa pemahaman anda tentang pergerakan itu hanya sekedar demonstrasi 
mengganti rezim? Dalam definisi budayawan, aksi pegerakan adalah justru untuk 
mengawal tindakan budaya di lapangan, dan bentuknya bisa berbeda-beda. Jadi apa 
yang salah kalau ada yang mencoba menggalang aksi pergerakan/class action 
selama tujuannya masih berada dalam koridor-koridor milis BT?

  Ambil contoh, kalau dengan baca BT dia berpengetahuan bahwa "Jangan pake 
pakaian merah/menyala ketika mengunjungi kalangan Tionghoa yang sedang 
berkabung", apa itu cukup sekedar hanya dalam diskusi dan wawasan pengetahuan 
dan tidak untuk diterapkan dalam praktek? Hanya sekdar syukur-sykur dia pake, 
syukur-syukur dia terapkan. Kalau saya sih, kalau anda tahu bahwa kalangan 
Tionghoa tidak menyenangi orang datang berkabung pake baju menyala, yaaa, 
jangan dilakukan (artinya kita mempraktekkan budaya itu, bukan lagi sekedar 
pengetahuan), apalagi kalau justru ngasihnya Angpao!!!

  Seperti saya sudah tulis, kalau misalnya anda mau chengbengan, di jalan dan 
di sekitar makam sudah dicegat ama tukang minta-minta yang maksa minta 
retribusi, dsb, dan tidak diterapkan untuk TPU lain (jelas ini diskriminasi), 
bolehkah ada seseorang yang menginisiasi untuk mengirim surat dengan membawakan 
nama anggota-anggota BT yang kabarnya "menggemari budaya dan sejarah" agar 
diskriminasi itu diperhatikan oleh negara? Apa itu melanggar tujuan dari milis 
ini? Jadi, sekali lagi, komentar saya yang salah itu apa??? Saya kan menanggapi 
tulisan anda sendiri.

  Lalu "> > 
  > > Jika dari hasil diskusi bisa melahirkan gerakan2 konkrit untuk 
memperjuangkan pengembangan budaya Tionghoa, syukurlah. Tapi saya kira itu 
bukan tujuan utama dari millis ini. Maka jangan setiap berdiskusi harus 
digiring ke pertanyaan "anda bisa berbuat apa?" "Anda sudah berbuat apa?" Atau 
pernyataan " kalau memang begini, lantas anda mau apa?" "jangan hanya bisa 
ngomong doang, kalau berani bertindak!" "

  Apakah setiap diskusi digiring ke pertanyaan itu? Kan tidak!!! Lihat 
konteksnya dong, ada yang cukup didiskusikan, tapi ada juga yang perlu 
diterapkan (contohnya banyak lah). Kalau memang harus bergerak sesuatu, tapi 
pihak yang malas bergerak cuma bilang "enggak usah, kita kan cuma berdiskusi" 
padahal dia kalau diskusi selalu menggebu-gebu mengkritisi, apa itu namanya 
bukan menyia-nyiakan ucapan? Milis ini kan isinya bukan cuma para pendiskusi 
omong-omong doang, baik itu menambah pengetahuan dan wawasan ataukah tidak. 
Jadi jangan digeneralisasi seperti tulisan anda sendiri. 

  Kemudian "> > 
  > > Saya kira semua yg berdiskusi di sini punya pekerjaan, urusan dan 
intresan masing2 yg berlainan. Tidak semua orang terjun sbg aktivis di 
lapangan! Apa dng demikian mereka2 ini hrs bungkam, berhenti berbicara karena 
tak punya track record? Saya kira itu salah besar! Tujuan millis ini adalah 
untuk beradu pendapat, bukan untuk beradu track record! Di millis ini, bisa 
saja seorang yg hebat dalam aksi2 sosial disanggah oleh seorang yg bukan 
siapa2, selama pendapatnya masuk akal, kita pantas dukung dia!"

  Lha, yang menyuruh orang bungkam itu siapa? Anda hanya menyimpulkan sendiri, 
tapi lagi-lagi anda menggeneralisasi. Tidak ada larangan bicara, tapi seperti 
dibilang juga oleh pepatah, isi pembicaraan itu harus jelas, muatannya harus 
didukung fakta, dan arah pembicaraannya harus sistematis. Kalau misalnya kita 
memperdebatkan kebenaran klaim agama-agama, tentu akan ada yang menyemprit. 
Siapa yang akan didengarkan pendapatnya dalam masalah perdebatan yang 
berlarut-larut? Tentunya yang sudah teruji pendapatnya dapat dipercaya dan 
punya wawasan yang luas. Kalau ngikutin pendapat anda sih, seakan memang logika 
itu setara. Padahal dalam konteks sosiologis, selalu ada yang namanya dominan 
dan greener. Apa saya menolak pendapat dari greener atau orang yang baru saya 
kenal? Kan tidak! Tapi pendapatnya itu harus berada dalam kerangka sosial yang 
baik, tidak bias dan tidak melanggar kaidah (misalnya rasisme, darwinisme, 
chauvinisme). Jelas kesimpulan anda juga harus diuji kembali, karena tidak ada 
larangan berpendapat koq. Jangan bikin kesimpulan yang mengada-ada.

  Terus, "> > 
  > > Hasil dari berdiskusi disini tidak harus menghasilkan tindakan nyata. 
Tujuan utama adalah membuka wawasan dan menambah pengetahuan, Jika setelah itu 
ada yg tergerak berbuat sesuatu ya terserah individu masing2.
  > > 
  > > Sent from my BlackBerry®
  > > powered by Sinyal Kuat INDOSAT"

  Lha, yang saya komentari juga pantas koq! Bagi saya, hasil dari diskusi itu 
tetap bisa dibagi dua, yang memerlukan tindakan, dan yang cukup untuk sekedar 
tahu (atau setidaknya terbuka peluang tindakan yang berbeda-beda). Kalau memang 
harus ditindaklanjuti, yaaa, lakukan dong. Lagi-lagi banyak contoh diskusi yang 
harus ditindaklanjuti kalau tidak mau kehilangan makna budaya (misalnya 
lagi-lagi soal etika dalam berkabung, boleh tidak pake barongsai hitam di 
jalanan, pantas tidak barongsai dimainkan dalam perkabungan, boleh tidak 
memberi pengantin hadiah sapu tangan, boleh tidak memberi orang tua anda hadiah 
jam dinding, baik atau tidak mengucapkan gong xi fa cai, bagaimana sikap atas 
larangan pawai liong capgomeh, bagaimana sikap atas perusakan kelenteng, dst 
yang sangat banyak). Masak hal-hal seperti itu tidak bisa ditindaklanjuti dan 
bahwa milis ini hanya sekedar ajang diskusi berbusa-busa demi pengetahuan dan 
wawasan. Bahwa milis adalah untuk diskusi, itu sih jelas, tapi yang penting kan 
pertanyaan, apakah dengan demikian yang lain-lain itu melenceng dari tujuan 
milis??? Baca kembali deh halaman muka dari milis BT ini.
  Lagipula, budaya Tionghjoa kan bukan budaya yang mengawang-awang! 

  Budaya Tionghoa adalah budaya yang nyata, ada, rasional dan logis. Kalau kita 
mulai dengan aksi gerakan untuk mempopulerkan kembali soja, apakah itu 
melanggar tujuan milis??? Masih sangat banyak contoh, yang saya sebut hanya 
sekedar untuk menunjukkan bahwa komentar saya pantas-pantas saja. Bingung saya 
membaca komentar anda.

  Bagi seorang budiman, nama/istilah/fakta itu harus sesuai dengan yang 
diucapkan dan kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Itulah sebabnya 
seorang budiman tidak gampang mengucapkan kata-kata.

  Suma Mihardja

  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:
  >
  > Pak Suma, baca ulang baik2 pernyataan saya, baru anda beri komentar yg 
pantas!
  > Jika anda tdk bisa menangkap inti dari tulisan saya, ya repot diskusinya!
  > 
  > Sent from my BlackBerry®
  > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
  > 
  > -----Original Message-----
  > From: "sumamihardja" <sumamihar...@...>
  > Date: Fri, 05 Feb 2010 20:07:57 
  > To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
  > Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
  > 
  > Apa salahnya? Kalau bung CG mengajak untuk bergerak, itu hak dia. Hanya 
saja kalau argumennya keliru atau berkonotasi rasis yang keliru, yaaa, 
dibetulkan saja.
  > 
  > Dalam kebudayaan, ada komponen-komponen inert seperti sistem kepercayaan, 
sistem pendidikan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, adat-istiadat dan 
sistem hukum (untuk mempermudah klasifikasi saja). Semua komponen itu hanya 
bisa berkaitan kalau disatukan dengan apa yang dinamakan masyarakat. Budaya 
tanpa masyarakat bagaikan ilmu di ruang hampa. Orang cuma omong-omong doang, 
tanpa ada yang dikerjakan. Kalau sudah begitu, budaya menjadi kehilangan makna, 
cuma sekedar foto imajiner, buku novel atau film fiksi.
  > 
  > Sehubungan dengan itu, saya sih bilang bahwa budaya tanpa gerak adalah 
budaya dalam ruang tanpa gravitasi. Dalam hal ini, kalau muncul gerakan budaya, 
saya sih bukan sekedar mensyukuri, tapi malah mengharapkan. Percuma memberi 
pengetahuan ketika itu hanya sekedar menjadi pengetahuan. Kalau dalam dunia 
seni, l'art pour l'art. Le cuture pour le cuture. Jelas ini tidak mungkin. 
Budaya itu ada karena ada manusia pendukungnya, ada masyarakat yang dikenali 
sebagai pengusung budaya tersebut. Dalam hal ini, meskipun tidak 
terang-terangan ditulis, milis BT adalah juga milis untuk mempromosikan sikap 
budaya yang benar. Kalau tidak (dalam arti hanya sekedar pengetahuan), lebih 
baik buka web saja, tidak perlu ada diskusi kebudayaan (padahal diskusi 
kebudayaan adalah tawaran sikap atas kebudayaan). Dalam kenyataannya toh banyak 
Pendeta Kristen Bule di Amerika yang menulis buku soal Budaya Tionghoa. Mereka 
juga punya pengetahuan soal BT koq, kenapa tidak dengar dari mereka saja. Tentu 
ada bedanya. Mereka cuma berpengetahuan, tapi kemungkinan sangat besar sekali 
tidak mempraktekkan dan karenanya juga tidak berinteraksi dengan masalah 
kebudayaan Tionghoa. Seperti orang Jepang membicarakan apa itu sukiyaki namun 
hanya tahu rasanya dari cerita orang, lihat rupanya dari foto atau melihat cara 
masaknya dari film. Apakah hanya sekedar itu fungsi milis? Bagaimana dengan 
kebudayaan Inca Kuno? Yaa, itulah yang namanya kalau cuma sekedar pengetahuan, 
salah-salah sama seperti kita membicarakan apakah yang namanya kebudayaan 
Atlantis yang dibicarakan Plato itu? Ada dalam pengetahuan, tapi tidak terasa 
ada. Makanya ketika membicarakan bubur La Ba, toh harus dilakukan juga 
gathering untuk mencicipi apa yang namanya bubur La Ba. Itu juga kan sudah 
termasuk tindakan nyata. Kalau tidak, yang tahu bubur La Ba benar-benar kan 
cuma yang menjelaskannya (dengan asumsi dia memang tahu dan benar-benar 
merasakannya). Kalau tidak maka BT ini seperti Sukiyaki khayalan itu.
  > 
  > Saya sendiri memahami (meskipun saya tidak kenal satu-satu anggota milis 
ini, apalagi milis ini juga bisa dibaca oleh mereka yang bukan anggota), bahwa 
pemerhati milis BT bukan cuma Tionghoa. Mereka yang tidak tertarik untuk 
menjadi Tionghoa, yaa, silakan saja untuk tahu apa itu BT, tidak ada larangan 
koq, malah direkomendasikan juga oleh saya untuk mengenal dan memahami sehingga 
tidak terjadi kesalahpahaman antar pengusung budaya yang berbeda. Namun 
demikian, mengingat jejak Orba yang sudah sedemikian kuat bercokol mengacaukan 
relung sanubari kalangan Tionghoa, saya sih sangat berharap bahwa kalangan 
Tionghoa (yang kebingungan dengan Ketionghoaannya) mau sadar bahwa mereka punya 
(dulunya) budaya tersendiri yang khas dan bisa menggunakannya kembali tanpa 
harus malu, takut apalagi ngeri. Adakah yang salah dengan penghidupan kembali 
budaya Tionghoa ini? Kan tidak! Kalaupun ada yang perlu disesuaikan dengan 
jaman, BT sendiri sedari dulu juga selalu menyesuaikan diri dengan jaman. Tapi 
kalau hanya sekedar jadi bahan pengetahuan saja? Saya bilang sih: sayang kalau 
cuma sekedar jadi pengetahuan di dalam kepala.
  > 
  > Saya orang yang percaya bahwa teori/pengetahuan hanya berharga ketika 
disimbosiskan dalam kehidupan, menjadi aksi/kegiatan berbudaya. Tidak heran 
apabila dalam sejumlah diskusi saya, Sultan HB X pun menekankan bahwa untuk 
melawan kemunduran sosial, maka GERAKAN BUDAYA itu perlu. Orang Jawa (yang 
masih mengaku Jawa) tapi tidak mau tahu apa itu budaya Jawa, sebenarnya sudah 
kelunturan. Keprihatinan itu yang mendorong SHBX untuk mendorong adanya gerakan 
budaya, minimal sosialisasi, harap-harap (dan bukan sekedar syukur-syukur) 
membekas dan berfungsi.
  > 
  > Dalam konteks BT, tentunya seperti saya singgung di atas, BT tidak hidup di 
dalam ruang hampa, namun terpengaruh oleh kondisi sosial (paling tidak dalam 
konteks Indonesia). Bayangkan, misalnya satu ketika terjadi kembali kerusuhan 
model 98 yang menyudutkan kalangan Tionghoa sebagai kambing hitam, apakah milis 
ini menjadi terlarang untuk menggalang solidaritas dan menuntut negara untuk 
menghentikan stigmatisasi terhadap Tionghoa? Bagi saya, ini tetap sangat sah 
dan dimungkinkan. Koridornya adalah kita bicara dalam konteks Budaya Tionghoa 
yang memang cukup luas aspeknya itu. Malah, misalnya, ketika ada kasus 
hipotetis terjadi korban perusakan massal yang terbukti hanya ditujukan kepada 
kelenteng Tionghoa sebagai bentuk ramifikasi kebencian rasial, bolehkah milis 
ini menggalang class action untuk mendesak negara melakukan pengusutan kasus 
tersebut? Saya pikir boleh-boleh saja, selama koridor berfungsinya milis ini 
tetap dijaga (misalnya adanya press release di MBT ini mengenai keberatan atas 
politisasi yang dilakukan oleh MetroTV berkenaan dengan adanya sejumlah 
pengusaha besar Tionghoa yang terkena korupsi, kemudian mengenai ACFTA, apakah 
itu harus dicegah?). Yang penting, ada alasan rasionalnya, yaitu berkaitan 
dengan permasalahan Budaya Tionghoa.
  > 
  > Dari pengalaman saya berinteraksi dengan banyak kelompok termarginalisasi 
lainnya, masalah laten Tionghoa dan mereka juga sama, doktrin terlalu 
berhati-hati. Bahwa tidak semua orang adalah aktifis, itu alamiah. Tapi tidak 
ada larangan untuk bicara, asal jangan terlalu melantur. 
  > 
  > Track record juga penting. Sebagaimana diketahui, kemampuan intelektual 
tiap orang itu tidak sama. Bayangkan bilamana ada seorang yang tiba-tiba 
muncul, dengan berbagai teori canggihnya yang dibungkus rumus-rumus intelijen 
yang "tidak dipahami orang biasa" mengisahkan bahwa dia menyaksikan sendiri 
terjadinya pergerakan perusuh bermotif rasial di daerah Kramat Jati dan minta 
para miliser bersiap-siap untuk menyelamatkan nyawanya. Kita mau percaya atau 
tidak? Bagaimana kalu itu benar? Bagaimana kalau itu salah? Dari mana 
kepercayaan itu muncul? Kan dari track recordnya, orang itu dikenal baik atau 
tidak, suka membuual atau tidak, suka berbohong atau tidak (seperti kisah anak 
penggemabal domba yang suka berteriak-teriak serigala). Saya sih tidak 
menafikan bahwa orang tidak dikenal juga bisa saja bicaranya benar, tepat dan 
mengena. Tapi, proses sebagai manusia kan bukan robotik. 
  > 
  > Ambil cerita, kalau anda diajak oleh katakanlah pak X untuk datang ke Mauk 
pagi-pagi buta pake motor dia untuk merawat sebuah rumah yang di tiang-tiangnya 
ada puisi-puisi yang dibuat oleh seorang siu cay yang waktu itu kabur ke 
Selatan (yang anggaplah, menarik minat kita untuk mengetahuinya). Apa yang akan 
kita nilai mengenai pak X ini, sementara misalnya kita tahu bahwa Mauk itu sepi 
dan bisa jadi pagi-pagi buta banyak begalnya. Salah satu unsurnya tentu bukan 
apakah omongan pak X itu logis atau tidak, benar atau tidak. Yang kita nilai 
kan salah satunya adalah karakter pak X. Misalkan anda kenal lama pak X ini, 
penilaian juga akan menilai apakah pak X ini suka bohong atau membual atau 
tidak? Banyak orang yang omongannya manis, meyakinkan, logis dan sekaligus 
menggugah. Tapi karena anda tahu lama bahwa kelakuannya tidak seperti yang 
diomongkan, mau tidak mau track record juga akan menjadi perhatian.
  > 
  > Kalau cuma membuka wawasan dan menambah pengetahuan, seperti pepatah lama 
(dan tidak bisa diulang), bagaikan pohon yang membesar dan meninggi, menyerap 
semua bahan untuknya, tapi tidak berbuah atau berbagi (meskipun kiasan ini 
belum pas). Tentunya akan lebih baik kalau pengetahuan itu bisa disebarkan, dan 
kalau pengetahuan itu baik dan bisa diterapkan, yaa, tentunya harus diterapkan. 
Masak cuma disimpan di kepala saja? Saya jadi ingat para kelana di hutan bambu 
hijau. Meskipun mereka kabarnya cuma berdiskusi di antara mereka, toh mereka 
membuat puisi juga. Dengan demikian, ajakan untuk bertindak tidaklah salah 
dengan milis ini.
  > 
  > 
  > 




  

Kirim email ke