Apek Go,

menarik sekali ceritanya. Bukjam jadi ingin tahu kemana para keturunan
Kapten Ong yang lainnya?

salam,
BUKJAM





2010/3/22 ChanCT <sa...@netvigator.com>

>
>
>
> ----- Original Message -----
> *From:* Sien Ay Go <gosie...@yahoo.com>
> *To:*
> *Sent:* Monday, March 22, 2010 4:18 PM
> *Subject:* Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa
>
>
> Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa
>
>       Oleh: Go Sien Ay
>
> Suatu kenang-kenangan zaman dulu yang pernah saya alami ialah ketika
> perayaan Sincia  di rumah seorang Kapten Tionghoa Pati bernama Ong Kie Bik
> yang berdiam di Daendelsweg nomor 295, berdampingan dengan
> rumah kakek/nenek saya yakni Gan Swan Tien/Liem Per Nio di Daendelsweg
> 297.
>
> Pada tiap perayaan Tahun Baru Imlek rumah Kapten tersebut selalu diterangi
> dengan lampu pom (lampu dengan bahan bakar gas) hingga terang benderang.
>
> Kapten Ong berdiam dengan istrinya yang ketiga di situ bersama 9 anaknya
> yakni 4 putra dan 5 putri, dua di antaranya sebaya dengan saya.
>
> Dari istri pertamanya, Kapten Ong dikaruniai  seorang putra dan seorang
> putri. Putra pertamanya bernama Ong Gwat Tjee dan bersama adik prempuannya
> berdiam bersama ibunya di rumah lain. Sedang istri kedua Kapten Ong
> melahirkan seorang putra dan 2 putri.
> Di masa kecilnya Ong Gwat Tjee, yang diharapkan dapat menggantikan
> kedudukan ayahnya kelak, ternyata lebih suka bermain dengan kudanya sampai
> berlebihan, sehingga membuat jengkel ayahnya dan ketika ia ditugaskan untuk
> melakukan suatu pekerjaan, ia membangkang. Maka ayahnya naik pitam dan
> menyumpahinya dengan kata-kata: "Hee... Klembak, besok kau akan diberi makan
> oleh kudamu". Klembak ini adalah nama Jawanya Ong Gwat Tjee. Ternyata di
> kemudian hari ucapan sang Kapten kepada putranya itu manjur sekali dan
> Klembak seumur hidupnya tak bisa bekerja selain sebagai sais dokar yang
> ditarik kudanya, walaupun dokarnya itu lux, sering digunakan untuk mempelai
> sebagai gantinya mobil di zaman Jepang dan pada masa revolusi.
>
> Bahkan saya bersama Thio Kiat Sing, ketika ke Semarang tanggal 19 Januari
> 1949 naik dokar Klembak, putra Kapten Ong sampai Kudus  yang dikusiri oleh
> Klembak sendiri.
>
> Sudah menjadi tradisi, bahwa pada tiap Sincia di rumah Kapten Ong itu
> diadakan judi antar kaum prempuan Tionghoa kaya Pati, yang disponsori oleh
> Ny. Kapten. Sayang Kapten Ong setelah baru naik pangkat dari Letnan menjadi
> Kapten telah wafat.
>
> Judi yang diadakan di sana adalah ceki dengan menggunakan meja bulat
> pendek. Semua peserta ceki duduk lesehan diatas tikar halus. Di situ ada 2
> pasangan ibu dan putrinya salah satunya ialah Ny Kapten dan ibunya sendiri
> yang khusus datang dari Tayu.
>
> Sebelum kedatangan nyonya-nyonya besar itu, telah dipersiapkan payung
> kebesaran untuk menyambut mereka. Saya dan adik Sien Ging serta putra Kapten
> Ong Hong LIat dan putrinya Ong Hong Ien, ditugaskan untuk memayungi pata
> tamu agung tersebut dan kalau hujan ditugaskan juga untuk mengganti sepatu
> mereka dengan sandal cap Macan buatan Srondol yang terkenal ketika itu.
> Sepatu-sepatu mereka kita bawa masuk. Kita juga ditugaskan mengambil buah
> pinang di belakang kebun rumah kakek/nenek saya serta membuatkan rokok dari
> bunga kecubung yang telah dikeringkan untuk ibu Ny. Kapten yang menderita
> asma alias bengek. Para putri Ny. Kapten mempersiapkan perangkat menginang
> yang ditempatkan dalam kotak perak antik serta tempolong tempat membuang
> ludah terbuat dari kuningan.
>
> Kita juga ditugaskan menyajikan minuman dan snack, yang seringkali kita
> mencicipinya terlebih  dahulu, dasar anak-anak.
>
> Momen yang paling mendebarkan dan menggembirakan, ialah ketika perjudian
> ceki berakhir. Kita ramai-ramai minta cok (baca seperti Koperasi) dari
> pemenang judi. Kita anak-anak diberi cok 4 sen masing-masing, sedang yang
> remaja mendapat 10 sen, lumayan.
> Kedatangan dan kepulangan para nyonya besar itu selalu menggunakan dokar,
> tapi tak pernah sekalipun naik dokar Klembak, putra sulung alm Kapten Ong
> Kie Bik.
>
> Seringkali Ny. Kapten juga memanggil rombongan ketoprak jalanan Sipon untuk
> mementaskan cerita Sanpek Engtay atau Nyai Dasima atau cerita lainnya. Jika
> Capgomeh tiba maka di rumah itu dipertunjukkan wayang kulit semalam
> suntuk.
>
> Demikianlah sedikit kisah di zaman dahulu pada saat Sincia. Saya tunggu
> respons sdr.
>
> Go Sien Ay
>
>
>  ------------------------------
>
>
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG - www.avg.com
> Version: 9.0.791 / Virus Database: 271.1.1/2760 - Release Date: 03/21/10
> 03:33:00
>  
>

Kirim email ke