David,

Anda cenderung menyalahkan logat Jawa tengah dan timur. Karena anda memakai 
logat jakarta sbg patokan. Padahal kalau mau adil, kebenaran ada di kedua belah 
pihak, semua adalah masalah kebiasaan! Yg salah adalah lembaga bahasa 
indonesia! Alasannya seperti di bawah.

Orang jawa tengah/timur membedakan antara kuda, tidak(k telan) dan kodak(k 
tandas). 

Orang jakarta/jawa barat membedakan antara kuda, tida(k telan) dan kodak(k 
tandas). 

Dng ini, Orang jakarta bisa menertawai orang jawa tengah yg membunyikan K sbg K 
telan; sebaliknya orang jawa tengah juga boleh menertawai orang jakarta yg 
membunyikan A sbg K telan.

Jadi semua akhirnya adalah masalah konvensi belaka. Gara2 utk 3 bunyi yg jelas 
berbeda ini Dewan bahasa Indonesia hanya menyediakan 2 huruf : A dan K !

Mengapa tidak menyediakan tiga huruf:
A, K(k telan) dan G(k tandas)? Saya jamin semua urusan ini akan beres!

  

Jika mau meluruskan salah kaprah  


------Original Message------
From: David
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: (Bapak menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi 
Bapak?)
Sent: Apr 5, 2010 21:54

?0?2 Perkara lafal dan ejaan, owe jadi ingat pengalaman semasa SD dulu. Ketika 
ada mata pelajaran yang harus didiktekan oleh gurunya yang orang Jawa, maka 
dia, seperti umumnya orang Jawa, tidak bisa mengucapkan kata TITIK TITIK (??) 
dengan baik, melainkan jadi TITE?? TITE??. Tentu saja kami yang orang Jakarta 
langsung serentak berteriak mengoreksi, ??TITIK TITIK, bu, bukan TITE?? 
TITE??!?? Sang guru diam saja, karena dia tahu maksudnya memang benar itu, 
hanya dia tidak bisa melafalkannya dengan benar. Sebaliknya, pada kesempatan 
lain, dia selalu mengucapkan BANYAK ANAK-ANAK DUDUK-DUDUK sebagai BANYA?? 
ANA??-ANA?? DUDO??-DUDO?? (dengan konsonan akhir K yang seharusnya dilafalkan 
jadi seperti ??ditelan??). Setelah dewasa, semua itu owe pikir memang bukan 
semata-mata kesalahan sang guru, tapi karena EJAAN SOEWANDI (1947). Ejaan itu 
TIDAK bisa membedakan antara mana yang konsonan akhir K betulan (yang harus 
diucapkan dengan jelas, seperti kasus TITIK TITIK dan BANYAK ANAK-ANAK di atas) 
dan mana yang hanya merupakan bunyi hamzah ?? belaka (seperti dalam BAPA??, 
KAKA??, TIDA??). Keduanya disamakan saja dengan konsonan akhir K, berbeda 
dengan ejaan Van Ophuijsen yang jelas-jelas MEMBEDAKAN antara keduanya. Maklum 
SOEWANDI kan orang Jawa, dan orang Jawa kita tahu tidak bisa membedakan antara 
keduanya. Akibatnya, karena kesalahan dalam ejaan itu, yang kemudian diwarisi 
oleh EYD (1972), saudara-saudara Tionghoa kita dari Jawa Tengah dan Jawa Timur 
cenderung mengeja EMA (??nenek??) menjadi EMAK, dan TACI (??kakak perempuan??) 
menjadi TACIK, padahal ejaan Hokkiannya NG-MA dan CI-CI (tanpa bunyi hamzah 
??), sesuatu yang dihindari mereka yang dari Jakarta dan Jawa Barat. Karena 
mereka akan melafalkannya sebagai EMAK dan TACIK. Repot, bukan? Kiongchiu, DK 
--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zho...@... wrote: Karena Bapa, kaka 
dan tida begitu keluar dari mulut orang Jakarta dan sekitarnya diimbuhin bunyi 
K, maka Suwandi yg hidup di Jakarta menuliskan kembali menjadi bapak, kakak dan 
tidak. Lidah orang Jawa hanya mengenal huruf akhir A dan K, tdk mengenal G; 
sedangkan lidah orang jakarta tak mengenal huruf akhir A, tahunya K dan G! Ini 
yg repot. From: "Erik" <rsn...@...> Date: Mon, 05 Apr 2010 09:38:07 -0000 To: 
<budaya_tionghua@ yahoogroups. com> Subject: [budaya_tionghua] Re: (Bapak 
menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi Bapak?) Imlek Agama atau Budaya? Nah, ini 
menarik dan bisa dijadikan thread baru!! Apakah ejaan BAPAK dalam EYD (yang 
melanjutkan ejaan Suwandi) merupakan ejaan yang tepat dan sempurna.? Kalau kita 
rajin membaca terbitan-terbitan lama kata itu memang dieja BAPA kok!! Dan kalau 
dibunyikan juga BAPA (tanpa bunyi K)! Lain dengan kata BADAK, KATAK, JITAK dll 
yang memang berbunyi akhir K, kata-kata seperti BAPAK, KAKAK, NORAK dll yang 
tidak berbunyi akhir K sewaktu masih dieja dengan sistem Van Hophuijsen dulu 
ditulis sebagai BAPA, KAKAK, dan NORA (tanpa akhiran K sesuai dengan bunyinya). 
Mengapa tiba-tiba Suwandi mengeja kata-kata yang tak berbunyi akhir K itu 
menjadi BAPAK, KAKAK dan sebagainya?? Ada yang bisa menjelaskannya? Mohon 
petunjuknya. Salam, Erik --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, pozz...@... 
wrote: Dengan mengganti gantinya, itu merupakan tindskan ego arogansi manusia 
bagi saya. Mis: kata bapak yang bahasa umum menjadi bapa untuk tuhan yesus. Isa 
almasih menjadi jesus, bunda maria menjadi mary, menjadi siti maryam. Semua itu 
bentuk arogansi ego manusia untuk membedakan, untuk mengekslusifkannya. . 
 
Sent from my BlackBerry?0?3
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

------------------------------------

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    budaya_tionghua-dig...@yahoogroups.com 
    budaya_tionghua-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    budaya_tionghua-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke