Bung Anton dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan?
Nimbrung dikit ya. Dulu, sekitar tahun 80-an, memang pernah ada satu saudagar kue terang bulan, atau martabak manis, yang cukup top di kawasan Pasar Baru, benar mangkalnya di depan gedung Globe - dulu ada bioskopnya, malah tu gedung aslinya cuman gedung bioskop lantas dirombak jadi shopping center - istilah jaman itu. Di sebelahnya ada yang jual pisang goreng gepeng yang ditaburi gula pasir bubuk halus itu. Memang, jaman itu, di depan gedung Globe itu banyak saudagar kaki lima yang jualan aneka makanan pada malam hari, luberan dari yang dagang di 'pintu' masuk Pasar Baru gak kebagian tempat strategis utama. Jaman itu, yang namanya kue terang bulan itu per porsi-nya terdiri dari bundaran utuh yang dibuat dari 2 loyang - makanya disebut 'kue terang bulan', full moon, lantas ditangkupkan (ditumpuk) jadi satu setelah dikasih taburan kacang, meisyes dan wijen, dikasih topping finishing touch berupa SKM - susu kentel manis, menteganya untuk mengoles bagian dalam dan luar, bener-bener masih pakai mentega (lemak hewan) Wijsman itu, bukan 'mentega-mentegaan' aka margarine (lemak sawit - by product pembuatan minyak goreng?) di bagian dalam, baru dikasih olesan sedulit di bagain luar - kulitnya. Jaman itu seingat saya sih belum masuk budaya pakai parutan keju sebagai pilihan topping, juga standarnya ya itu: bundar sepasang ditangkupkan ala sandwich atau burger, bukan seperti sekarang yang dilipat jadi setengah bundaran. Dulu, kalau anda pesen-nya 'setengah' barulah dikasihnya bener-bener setengah bunderan gitu tuh, jeh! Saya cukup ingat ttg kue terang bulan di Globe ini, sebab itulah jajanan saya sebagai oleh-oleh buat camer (waktu itu) kalau habis pulang nongton ajak anak gadisnya di Krekot Theater. Kalau gak si kue terang bulan (bener-2 full moon - bundernya gak setengah-setengah), ya kami biasanya beli pisang gepeng bertabur gula halus itu. Saya gak ingat merek dagang yang top itu apakah Sinar Bulan atau apa. Kalau pun benar Sinar Bulan, disayangkan sekali bahwa sekarang memang rasanya biasa saja - ini bisa juga karena sekarang banyak pilihan dibanding dulu, tapi juga karena ilmu yang diperoleh penerusnya makin berkurang. Yang di Grogol itu memang cukup top, tapi saya sih agak sangsi kalau itu beneran 'keturunan' dari yang di Globe, walau mereka pasang bandrol harga cukup tinggi (lebih tinggi dari yang 'umum') - mungkin maksudnya untuk mem'beda'kan dari yang umum? Mungkin karena sekarang begitu banyak yang jual martabak manis ini [herannya martabak yang 'asin' (gurih) koq disebutnya 'martabak telor' - lha yang manis juga pake telor juga tuh!] di mana-mana saja, akhirnya sekarang sih kayaknya sulit menjadikan satu merek sebagai yang banyak digemari khalayak ramai. Biasanya sih merek top itu ya lokalan ajah ngetopnya. Kalau di Grogol, mungkin si keponakan Sinar Bulan itu yang top dan digemari oleh penduduk di seputaran situ saja. Atau saudara-2nya orang yang tinggal di seputaran situ - suka dibawain sebagai oleh-2 oleh saudaranya toh. Sementara yang tinggal di BSD, misalnya, sowrie deh mana mau jadi fans yang di Grogol. Mending juga beli dan mendoyani yang ada di BSD ajah. Berat di ongkos kalau mesti ke Garogol, juga keburu dingin dulu - biasanya kalau dah dingin jadi keras dan gak seenak kalau masih panas - hangat. Pernah ada (masih-kah?) urang Bandung yang coba bikin marbol - martabak bolu, katanya awet disimpen lama, ditarok kulkas sekalipun, teuteup wae awet gak keras, teuteup empuk. Tapi, ya tentu saja beda dari martabak manis yang 'normal'. Meski diklaim sebagai tanpa pengawet dan pengempuk ceunah, teuteup wae atuh beda dari yang masih 'fresh from the pan', euy! Lagipula, ciri khas makanan enak ape aje ya kudu gak tahan lame - baru tarok di meja bentaran aje udeh abis digasak rame-rame gitu lho dwong, dweh, jweh! Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "pempekd9" <pempe...@...> wrote: Apakah ada kemungkinan Hok Lo Pan adalah satu kreasi orang Hok Lo di Bangka. Berhubung orang Hok Lo tidak terlalu banyak lalu dipopulerkan oleh orang Khek. Mungkin seperti bika Ambon yang ada kemugkinan kreasi orang Ambon di Medan lalu dipopulerkan oleh orang Tionghoa dan Melayu. Seingat saya martabak Sinar Bulan yang diseberang Fuji Tanjung Duren (diujung Jl Delima adalah saudara dari Sinar Bulan yang di Jl Muwardi depan Indomaret sederetan pasar Grogol. Mereka dulunya berdagang dekat gedung Globe (?) Jl Samanhudi, Pasar Baru. Saya ingat waktu kecil ayah saya atau paman saya sering belanja martabak di Pasar Baru. Kemudian paman saya sering belanja martabak tipis di ujung Jl Delima. Beberapa belas tahun lalu saya mulai beli di Grogol. Satu saat saya iseng tanya,apakah ada kaitan dengan yang di Pasar Baru jaman dulu. Yang punya langsung jawab bahwa dulu mereka di Pasar Baru. Pindah ke Grogol karena yang jual makanan sudah terlalu banyak di Pasar Baru. Mereka merupakan pedagang kai lima pertama dikawasan Grogol. Sayang sekali Sinar Bulan saat ini rasanya sedikit berubah, mungkin karena perintisnya sudah tidak banyak campur tangan. Saat ini yang in charge di Grogol adalah keponakan yang punya. Salam, Anton W