Warga China Benteng Lawan Penggusuran

Selasa, 13 April 2010 | 03:53 WIB


Tangerang, Kompas - Ratusan warga keturunan China Benteng di tiga rukun warga 
di Kampung Lebak Wangi, Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Senin 
(12/4), menolak penggusuran. Pasalnya, mereka telah mendiami tempat itu sejak 
tahun 1980.

Mereka rela meninggalkan aktivitas keseharian, seperti berdagang, bersekolah, 
serta bekerja di pabrik mi dan tekstil, selama tiga hari ke depan untuk 
menghimpun kekuatan menghadapi program Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang.

"Kami sengaja menghentikan kegiatan sehubungan rencana penggusuran perkampungan 
Senin. Semua warga fokus menghadapi penggusuran ini," ujar Edie Lim Kheng Chie, 
salah satu juru bicara warga.

Sejauh pengamatan, sejak pukul 07.00, warga berkumpul di pinggir Jalan Raya 
Rawa Kucing sambil membawa kaleng bekas serta membentangkan spanduk dan poster 
yang berisikan kalimat penolakan penggusuran. Poster bernada protes antara lain 
bertuliskan "Camat, Cara Mati Bikin Kiamat".

Sembari duduk di sekitar kawasan itu, warga yang memakai ikat kepala merah 
menyanyikan lagu "Indonesia Pusaka" dan "Padamu Negeri". Mereka juga 
mengumandangkan lagu, antara lain, mana di mana rumah tinggal kami, rumah 
tinggal kami ada di bantaran kali sebagai penyemangat aksi protes itu.

Warga juga menebang sejumlah pohon. Batang pohon yang ditebang itu disiapkan 
untuk menghalangi jalan jika satuan polisi pamong praja datang dan menggusur 
warga.

Seperti direncanakan, kemarin, Pemkot Tangerang akan menggusur warga yang 
tinggal di bantaran kali yang ditempati 2.500 warga keturunan Tionghoa (70 
persen) dan warga pribumi (30 persen) tersebut. Penggusuran dilakukan untuk 
menghijaukan bantaran Sungai Cisadane sepanjang 10 hektar. Namun, penggusuran 
ditunda Selasa.

Camat Neglasari Habibullah mengatakan, Pemkot Tangerang telah menyosialisasikan 
rencana penertiban itu. "Warga sudah diberi tahu sejak enam bulan lalu. Karena 
selama ini mereka menempati tanah pengairan tersebut secara gratis, tak ada 
ganti untung saat pemerintah akan memakai lagi lahan itu," kata Habibullah. 
(PIN)


Kompas, 13 April 2010


Kirim email ke