Itulah masalahnya. Karena ga ada yang berani angkat bicara. Para pemuka agama 
kan ga akan protes karena mereka diposisikan untuk menjadi 'teladan', coba 
kalau kita, umatnya yang ramai-ramai protes, didengar kaleeee ....... Kalau aku 
protes sendirian .......... siapa juga yang mau peduli ........

Maria





________________________________
From: "zho...@yahoo.com" <zho...@yahoo.com>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Sun, May 23, 2010 7:57:24 AM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re:  PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING

  
Saya kok belum dengar para tokoh agama yg keberatan dng pemaksaan nikah secara 
agama ini? Rupanya para agamawan senang2 saja dpt bantuan negara untuk 
mengumpulkan umat. Dimana nilai2 kejujuran dan ketulusan yg seharusnya 
dijunjung tinggi dlm ajaran  agama???

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
________________________________

From:  Maria Claudia <claudia_maria_ a...@yahoo. com> 
Sender:  budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
Date: Sun, 23 May 2010 00:21:49 -0700 (PDT)
To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
ReplyTo:  budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re:  PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING
  


Surya Paloh itu bener banget. Coba lihat UU Perkawinan. Masa sebelum menikah di 
catatan sipil harus nikah di lembaga keagamaan dulu. Apa urusannya agama dan 
negara? Nenek moyang juga kita juga bisa nikah di catatan sipil tanpa harus 
nikah di gereja. Memangnya kalau nikah di lembaga keagamaan dijamin bakal jadi 
orang beragama? Yang bener adalah waktu mau kawin sibuk cari tempat yang bisa 
mengawinkan, tapi setelah upacara selesai, mungkin lewat tempat ibadat pun 
tidak. Ga bener tuh! Harus ada yang memulai untuk merubahnya.

Salam
Maria


________________________________
From: ChanCT <sa...@netvigator. com>
To: tionghoa-net@ yahoogroups. com
Sent: Sat, May 22, 2010 5:43:53 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re:  PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING

  
Setuju! Pengalaman sejarah jangan dilewatkan begitu saja, bahkan banyak 
pengalaman sudah dibayar sangat mahal dengan korban jiwa manusia yang begitu 
banyaknya, ... Jadi, benar-benar harus dijadikan cambuk untuk menuntut 
generasi berikut lebih keras dan berani melihat kenyataan sejarh. Dengan 
berani akui dan betulkan yang salah, untuk maju lebih lebih baik dan jangan 
sampai terulang jatuh korban-korban yang tak diperlukan!

Seandainya kita perhatikan, saat-saat Tong Sien Fu yang meninggalkan 
Indonesia ditahun 1960, sebagaimana saya ketahui, Pemerintah Indonesia saat 
itu menetapkan bagi mereka yang pulang kampung (Hui Guo) lebih dahulu harus 
menandatangani pernyataan "TIDAK AKAN KEMBALI KE INDONESIA LAGI", maka 
ketidak berhasilan Tong Sien Fu mendapatkan WNI ada benarnya juga. Tentu 
saya tidak menyangkal kemungkinan hanya karena sang pejabat yang nakal dan 
serakah, setelah gaet 50 juta, merasa "KURANG", ingin dapatkan lebih banyak, 
akhirnya Tong balik pikiran setelah kesal-mendongkol melihat busuknya 
birokrasi dinegeri ini. Karena sayapun melihat kenyataan, tidak sedikit 
Tionghoa bisa kembali hidup di Indonesia, sekalipun juga yang pulang 
kekampung tahun 60, bahkan jelas tergolong korban PP-10.

Jadi, Pemerintah yang berkuasa sekarang ini, kudu lebih dahulu dengan TEGAS 
benahi ketentuan-ketentuan yang dirasakan "SALAH" pemerintah terdahulu dan, 
... benahi birokrasi Pemerintahan, agar setiap pejabat Pemerintah secara 
jujur menjadi pengabdi rakyat yang baik-baik, menjadi "KACUNG" rakyat yang 
membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat sebaik-baiknya.

Salam,
ChanCT

----- Original Message ----- 
From: "Flowing Water" <syahr...@cbn. net.id>
To: <tionghoa-net@ yahoogroups. com>
Sent: Sunday, May 23, 2010 8:13 AM
Subject: RE: [t-net] PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING

Kutipan: "Om Tong memang cerita tentang kesulitan dia memperoleh izin
naturalisasi. Dia telah mengajukan selama lebih dari sepuluh tahun dengan
biaya sendiri hingga habis lebih dari Rp 50 juta-an," kata Alan. "Awalnya
dia telah mendapatkan KIMS (kartu izin menetap sementara) yang diperpanjang
dengan menerima KIM (kartu izin menetap), tetapi ketika saatnya mendapatkan
surat bukti WNI, dia malah diminta mengurus ulang proses mendapatkan KIMS,"
katanya.

Membaca ini saya tidak bisa mengelak untuk marah. Apakah ulat2 yang
menjijikkan yang mengatur urusan beginian di kantor2 masih bercokol. Pantes
saja negeri ini terpuruk. Soalnya kebanyakan orang2 bermental b***k yang
bercokol dimana-mana. Alan benar negeri ini bukan hanya kurang bisa
menghargai nilai2 tetapi bahkan TIDAK menghargai nilai2, seperti para
pelatih nasional. Sangat memalukan...

-----Original Message-----
From: den suta [mailto:sutawiy...@yahoo. com]
Sent: Sunday, May 23, 2010 6:44 AM
To: tionghoa-net@ yahoogroups. com
Subject: [t-net] PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING

Dear T-neters,

Untuk dapat cepat membangun suatu bagsa dan negara,
harus ada keinginan keras dan mau cepat berubah....

Tak cepat berubah takkan sampai ke-mana2. Kayaknya
sudah merpakan hukum alam...."no pain mo gain"....ba-
hwa utk, meraih kemajuan apa pun harus ada pengorban-
nan!!

Memang, kata para umat Buddhis, agar bisa hidup baha-
gia, terutama harus berpikir "here and now", karena apa
yang sudah lalu gak akan terulang yang sama lagi, dan
karenanya hilangkan rasa takut. Demikian pula, apa yang
akan datang gak usah dikuatirkan, karena blm. tahu apa
yang akan terjadi. Namun, bagi DS belajar sejarah masa
lalu, dan antisipasi masa depan, demi maraih suatu kema-
juan dan kemenangan tetap perlu.

Dalam konteks ini, mungkin artikel kiriman seorang teman
di Canada ini, dapat menjadi contoh nyata yang perlu di-
pelajari, agar gak terulang kejadian yang merugikan...

Silakan...

Salam belajar sejarah,
DS

Sat, May 22, 2010 8:26:18 PM
Fw: Tong Sin Fu
From:
To: REUNION-3-HOUSTON <reunion-3-houston@ yahoogroups. com>
____________ _________ _________ __

----- Forwarded Message ----
From:
Sent: Sat, May 22, 2010 1:18:04 AM
Subject: Tong Sin Fu

TANG HSIN FOE

Mantan pemain nasional Alan Budi Kusuma menganggap negara lain lebih
memberi penghargaan kepada para pelatih bulu tangkis yang berprestasi.

Hal ini diungkapkan oleh Alan mengenai sosok pelatih China kelahiran
Indonesia, Tong Sin Fu atau Tang Hsienhu, yang mendampingi para pemain
negeri itu mengalahkan Indonesia 3-0 pada final Piala Thomas, Minggu
(16/5/2010).

Alan memang dikenal dekat dengan pelatih kelahiran Teluk Betung, Lampung, 13
Maret 1942. Perkenalan terjadi saat Tong melatih di Indonesia pada 1987
hingga 1998. "Bayangkan, pada usia setua itu, ia masih diberi kesempatan
duduk mendampingi pemainnya. Padahal setahu saya, ia memiliki masalah dengan
jantungnya, serta memang sejak muda hidup dengan satu ginjal," katanya.

Peraih medali emas olimpiade ini memang merupakan salah satu anak didik
Tong sejak muncul akhir 1980-an. Menurutnya, Tong sebagai pelatih
menanamkan disiplin tinggi buat anak didiknya. "Kalau latihan pukul delapan,
dia sudah di lapangan pukul 07.30. Kami terlambat satu menit saja akan
disuruh pulang," ungkapnya.

Ia juga memuji Tong yang memiliki metode latihan yang unik dan tidak pernah
sama untuk setiap pemain. "Saya dengan pemain lain, seperti Ardy, diberikan
metode latihan yang berbeda. Namun, setiap memberikan teknik latihan, Om
Tong selalu bilang, latihan yang dijalankan itu akan memberi hasil tiga
bulan kemudian. Dan ini terbukti," ungkapnya.

Mereka terus bersama hingga Tong memutuskan kembali ke China setelah
permintaannya untuk memperoleh surat bukti warga negara Indonesia ditolak.

"Om Tong memang cerita tentang kesulitan dia memperoleh izin naturalisasi.
Dia telah mengajukan selama lebih dari sepuluh tahun dengan biaya sendiri
hingga habis lebih dari Rp 50 juta-an," kata Alan. "Awalnya dia telah
mendapatkan KIMS (kartu izin menetap sementara) yang diperpanjang dengan
menerima KIM (kartu izin menetap), tetapi ketika saatnya mendapatkan surat
bukti WNI, dia malah diminta mengurus ulang proses mendapatkan KIMS,"
katanya.

Alan ingat bagaimana reaksi Tong Sin Fu saat permintaannya mendapatkan surat
bukti WNI gagal. "Waktu itu kami masih latihan hingga pukul 10 malam. Om
Tong bilang saya mau ke imigrasi sebentar," katanya. "Pukul 11 malam, dia
pulang dengan menendang pintu ruang latihan sampai kami semua berhenti
berlatih. Om Tong cuma teriak, 'kurang ajar... gue disuruh

ngulang prosesnya!'" kenang Alan.

Alan tidak tahu apakah dalam proses mendapatkan surat WNI tersebut Tong
mendapat bantuan dari pengurus PB PBSI atau pejabat berwenang lainnya.
"Beberapa hari setelah kejadian itu, dia bilang memutuskan akan kembali ke
China," katanya. "'Lan, apa sih yang kurang saya lakukan buat negeri ini?
Saya sudah membawa gelar juara, juga dapat penghargaan dari Presiden. Tapi
semua itu tidak ada gunanya'," ucap Alan mengulangi perkataan Tong.

Saat itu, Alan, karena masih menjadi pemain, meminta Tong mempertimbangkan
keputusannya itu. Namun, pelatih yang pernah melahirkan nama-nama besar di
China, seperti Lin Ying/Wu Dixi dan Li Lingwei ini mengatakan, "Gue di sini
warga negara asing. Kalau mati di sini, istri dan anak gue makan apa?"

Tong memang menikah dengan seorang wanita dari China daratan pada usia cukup
lanjut dan memiliki putra yang seingat Alan baru berusia enam tahun.
"Mungkin setelah menghubungi koleganya di China, ia mendapat kepastian
tentang masa depannya di sana," ucap Alan.

Juni 1998, Tong akhirnya kembali ke China dengan membawa keluarga. Ia
diantarkan oleh para mantan anak asuhnya, antara lain Alan Budi Kusuma,
Candra Wijaya, Hariyanto Arbi, dan Hendrawan sampai ke bandara
Soekarno-Hatta.

Menurut Alan, setelah pindah, Tong ditarik sebagai pelatih tingkat provinsi
kemudian timnas oleh pelatih kepala, Li Yongbo. Sebagai pelatih timnas,
Tong Sin Fu atau Tang Hsien Hu mendapat jaminan, seperti rumah, kendaraan,
dan jaminan hidup hingga seumur hidup anaknya. Ya, seumur hidup anaknya!

[Non-text portions of this message have been removed]

------------ --------- --------- ------

------------ --------- --------- ------

Motto : Persahabatan, Perdamaian dan Harmoni

# Mohon selalu berbahasa santun dan sopan, kunjungi rumah kita di 
http://tionghoa- net.blogspot. com #

# Isi tulisan merupakan tanggung jawab penuh masing-masing penulis atau 
member yang memposting tulisan dalam milis Tionghoa-Net #

Subscribe : tionghoa-net- subscribe@ yahoogroups. com
Unsubscribe : tionghoa-net- unsubscribe@ yahoogroups. com

Yahoo! Groups Links



 


      

Kirim email ke