<em>Malang Post, Maret 2009<br /><br />

Cinta itu buta. Kalimat itu sangat pas untuk menggambarkan cerita tokoh utama 
dalam novel Rosid & Delia karya Ben Sohib. Isi buku ini secara keseluruhan 
menceritakan konflik individu yang terjadi. dalam sebuah keluarga keturunan 
Arab yang memiliki anak bemama Rosid, yang mencintai warga pribumi (Betawi) 
yang berlainan agama (Kristen).<br />
<br />
Latar belakang kehidupan masyarakat Arab-Betawi yang bertempat di Ibu Kota 
dengan segala aktivitasnya membuat setting ceritanya menjadi dinamis, tetapi 
menimbulkan dilematik bagi pembaca.<br />
<br />
Cerita yang lugas dengan mengambil kejadian yang benar terjadi di sekitar kita 
membuat buku ini menjadi menarik dan dapat dibilang bukan fiksi. Mengingat 
seluruh jalannya cerita dan content yang terkandung di dalamnya menampilkan 
realita kehidupan sehairi-hari masyarakat Indonesia.<br />
<br />
Kisah bermula ketika Rosid berani menentang babenya, Mansur bin Salim 
al-Gibran, karena tidak diizinkan menjalin hubungan dengan kekasihnya yang 
cantik, Delia. Rosid yang menganggap ayahnya kolot dan tidak mempunyai cara 
pandang anak muda menuduh bahwa babenya hanya ingin menang sendiri tanpa pernah 
mau mendengar keluh kesah anaknya.<br />
<br />
Mansur yang tahu Rosid sudah punya pacar makin mendidih otaknya dan bereaksi 
dengan segala cara untuk memisahkan anaknya dari wanita yang tak di sukainya. 
Rosid yang kritis meskipun tak menempuh pendidikan tinggi terus berusaha 
meyakinkan kedua orang-tuanya bahwa Delia adalah jodohnya dan tentu akan 
dinikahinya kelak. Dan di lain pihak Mansur al-Gibran makin mempercepat 
memisahkan Rosid dari Delia dan berusaha menjodohkan anaknya dengan gadis 
pilihannya. Itu dilakukan Mansur karena dia tidak ingin anaknya lengket dengan 
wanita yang menurutnya tidak sesuai dengan penilaiannya.<br />
<br />
Pasalnya, setelah Mansur mengetahui bahwa anaknya punya pacar yang beda agama, 
dia merasa gusar dan menolak mentah-mentah pilihan anaknya yang ingin menikahi 
putri yang tak seagama dengan klannya.<br />
<br />
Mansur Bin Salim yang mewarisi ajaran nenek moyangnya tidak ingin anaknya 
tersesat dan keluar dari jalan kebenaran akibat kecantol gadis manis yang 
berbeda kepercayaan terhadap Sang Pencipta dengan agama yang dianutnya. 
Sehingga membuat dirinya merasa sudah menjadi kewajibannya untuk 
\\\'menyelamatkan\\\' anaknya dari cengkeraman \\\'setan perempuan\\\' cantik. 
Sebab dalam tradisi leluhur keluarganya pernikahan beda agama sangat 
dilarang.<br />
<br />
Persoalan rumit itu akhirnya membuat suasana keluarga Mansur al-Gibran memanas. 
Kondisi itu juga membawa Rosid pada suatu pilihan dilematis. Pasalnya 
pernikahan beda agama pasti menimbulkan dampak serius dan itu bukannya tak 
disadari Rosid. Tetapi dia siap menanggung segala konsekuensi logis yang harus 
dihadapinya terutama dari babenya. Yang penting dirinya bisa menikahi Delia 
sang pujaan hatinya.<br />
<br />
Pasangan yang sedang dimabuk cinta itu melakukan lobi khusus kepada orangtua 
masing-masing dengan tujuan agar hubungan kasih sayang yang sudah 
dipertahankannya bisa terus berlanjut. Karena mereka yakin akan kebenaran 
tentang jodoh di tangan Tuhan. Sehingga tidak bakal ada yang bisa memisahkan 
ketentuan Tuhan. Yang berarti keduanya pasti tetap menikah meskipun tanpa restu 
orangtua.<br />
<br />
Darah muda yang menyelimuti Rosid membuatnya berani menerjang badai penolakan 
dari keluarganya dan \\\'mengultimatum\\\' orang tuanya agar merestui hubungan 
keduanya. Bahkan, Delia, si cewek manis berani beradu argumen dengan ayahnya 
ketika dia mengutarakan kisah cintanya kepada ayahnya yang juga menolak 
hubungan dua insan muda tersebut. Dan bisa ditebak kemarahan ayah Delia 
membuncah dan dia harus menerima kenyataan pahit, serta harus menabahkan 
dirinya sendiri supaya tetap tegar karena orangtuanya melarang untuk 
menikah.<br />
<br />
Pada waktu bersamaan, Mansur meminta bantuan saudaranya, Rodiyah, untuk 
memisahkan anaknya dengan pacarnya yang berlainan agama. Rodiyah dengan segala 
cara akhirnya membuat taktik supaya Rosid bisa lepas dari Delia. Rodiyah 
melakukan perbuatan ekstrem hingga minta bantuan paranormal supaya Rosid, 
meminjam istilah sang babe, bisa \\\'disembuhkan\\\' Rosid dari gangguan setan 
cantik. Karena Mansur menganggap hubungan anaknya itu sebuah kiamat yang harus 
dihindari demi mencegah kerusakan lebih parali dalam silsilah keluarganya jika 
sampai menjalin hubungan dan menikah dengan Delia yang beda agama.<br />
<br />
Setelah Rodiyah berhasil memperoleh rahasia dari paranormal. Mansur melakukan 
segala upaya sesuai permintaan Rodiyah atas saran \\\'orang pintar\\\' yang 
diternuinya.<br />
<br />
Di samping menggunakan cara instans, cara nyata juga dilakukan Mansur, seperti 
mengenalkan Rosid pada Nabila, anak saudara jauhnya yang masih satu marga di 
bawah naungan al-Gibran. Semua itu dilakukannya demi memisahkan hubungan 
pasangan muda yang beda agama dan suku bangsa tersebut dan Rosid bisa melupakan 
Delia.<br />
<br />
Setelah lelah menunggu hasil kerja kerasnya, akhirnya Mansur mendapati kabar 
bahwa anaknya akan putus dengan Delia. Bukan main kepalang senang hatinya. Saat 
itu juga dia merasa bersyukur bahwa tawakalnya tidak sia-sia<br />
<br />
Namun keadaan berubah sehari setelahnya. Kegembiraan hatinya yang sudah senang 
melihat hubungan anaknyadi ujung tanduk dengan Delia lenyap seketika saat 
keduanya terlintas bersama di atas perahu karet yang datang menolong 
keluarganya saat rumahnya terkena musibah banjir yang menggenangi seluruh 
wilayah Jakarta.<br />
<br />
Sejak saat itu, kedua insan muda itu makin lengket dan tidak bisa dpisahkan. 
Hal itu makin membuat Mansur stress berat dan tak bisa habis pikir dengan 
keadan tersebut. Apalagi secara tersirat Mansur mendapati Muzna, istrinya 
dengan Rawina, kakaknya Rosid yang sudah menikah ikut setuju dengan hubungan 
mereka dengan alasan Delia memiliki hati baik.<br />
<br />
Walaupun novel ini dituturkan dengan gaya sederhana, namun benturan nilai dan 
cara pandang ayah dan anak yang mempunyai karakter yang sama sama ngotot dan 
ingin pendapatnya di kedepankan membuat novel ini menjadi menghibur. Dan secara 
tak langsung membuat pembaca (remaja) menjadi tersindir jika merasa bahwa 
dirinya selama ini melakukan hal sama kepada orang tuanya.<br />
<br />
Di samping itu, Ben Sohib seolah ingin mengajak kita untuk merefleksi dan 
bertanya pada diri sendiri, apakah kita selama ini tidak melakukan perbuatan 
yang sama dengan karakter utama dalam novel ketika memutuskan sesuatu tidak 
secara bijak? Karena kadang tanpa pembaca sadari bahwa dalam kehidupan nyata 
kita sering menuruti keinginan dan melakukan pembenaran untuk memperkuat 
argument supaya yang kita lakukan itu tampak benar.<br />
<br />
ERICK PURNAMA PUTRA<br />
Mahasiswa Psikologi dan pegiat pers kampus Bestari Universitas Muhammadiyah 
Malang<br />
erikeyik...@yahoo.co.id<br />
Gedung Student Centre Lt.1<br />
Bestari Kampus III UMM, Jl.Raya Tlogomas No.246 Malang

selengkapnya silakan klik http://www.dinamikaebooks.com/resensi.php
dan silakan klik detail bukunya di 
http://www.dinamikaebooks.com/details.php?view=742


Dinamika Ebooks
http://www.dinamikaebooks.com

Kirim email ke