Republika, Minggu, 19 April 2009<br /><br />Safari merupakan novel yang 
mengisahkan perjalanan seorang mahasiswa Indonesia melanglang buana: Eropa, 
Afrika, Australia, Amerika, dan Asia. Di setiap negara, tokoh utamanya, Jamal 
bin Mujahid, tak hanya mengunjungi tempat wisata, melainkan pula tempat-tempat 
bersejarah, masjid, serta bertemu aktivis Muslim. Setiap lokasi yang dikunjungi 
digambarkan secara detail seakan-akan pembaca dilibatkan turut serta melanglang 
buana.<br /><br />Kisah yang pernah dimuat sebagai cerita bersambung di 
Republika ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Sarat ilmu pengetahuan dan 
nilai-nilai sejarah. Di sisi lain, kisah ini mengupas kenyataan gesekan politik 
yang terjadi antara kelompok Barat dan kawasan Timur Tengah. Barat yang selalu 
mengagungkan hak asasi manusia, realitanya nothing. Diskriminasi terhadap umat 
Islam terang-benderang dilakukan kelompok Barat. Hal sederhana, larangan 
berkerudung bagi pelajar masih berlaku di beberapa negera Eropa. Cap Islam 
teroris terus didengungkan Barat.<br /><br />Kisah ini diawali kebahagiaan 
Jamal meraih beasiswa melanjutkan S2 di Universitas ternama di Jerman. Pria 
yang tinggal di Pulau Dewata ini kuliah di Aachen University of Technologi, 
kampus bonafid tempat mantan presiden RI, BJ Habibie, menimba ilmu pesawat 
terbang. Sebelum berangkat, Amal mendapat \\\'warisan\\\' dari ayahnya yang 
sedang dipenjara di Grobokan, Denpasar: Sebuah Alquran kecil. \"Bacalah selalu! 
Dan jangan tinggalkan shalat. Insya Allah kau akan terjaga,\" pesan ayah 
Jamal.<br /><br />Ayah Jamal seorang aktivis Mujahidin yang ikut angkat senjata 
ke Afghanistan melawan komunis Soviet. Ketika terjadi kasus bom Bali, ayahnya 
dianggap terlibat, akhirnya dipenjara. Kebutuhan hidup keluarga ditopang ibunya 
membuka toko roti.<br /><br />Kesibukan utama Jamal adalah kuliah. Kegiatan 
lainnya aktif mengikuti kajian ilmiah di kampus. Kegiatan ini membuatnya 
semakin berwawasan dan menambah teman Muslim dari berbagai negara. Sedangkan di 
luar kampus, lulusan ITB ini aktif mengikuti kegiatan yang diadakan Kedubes RI 
di Berlin. Kesibukannya bertambah ketika dia dipilih sebagai ketua umum PPI 
(Persatuan Pelajar Indonesia) Jerman. Semua kegiatan ini menjadi gerbang 
terbuka bagi Jamal menyambangi berbagai negara di dunia.<br /><br />Perjalanan 
dimulai dari Aachen, kota tempatnya kuliah. Kota lain di Jerman yang dikunjungi 
adalah Berlin sebagai pusat kepengurusan PPI. Tak hanya tempat bersejarah 
seperti Tembok Berlin yang didatangi, Jamal pun sangat tertarik berkunjung ke 
Islamic Center dan masjid-masjid di kota tersebut. Di antaranya, Masjid 
Sehitlik yang merupakan masjid terbesar di Berlin. Masjid itu dikenal sebagai 
masjid Turki, karena pengelolanya komunitas Turki. Ada pula masjid lain yang 
dikelola komunitas Arab dan Pakistan.<br /><br />Dari Jerman, perjalanan 
dilanjutkan ke Palestina. Kesempatan berkunjung ke Masjid Al-Aqsha, karena 
kedekatannya dengan Azam sahabat karibnya di kampus. Azam aktivis pengajian di 
kampus, asli dari Palestina. Azam menawarkan, kapan Amal bisa pergi ke 
Palestina. Modalnya hanya tiket pesawat, sedangkan selama di Negeri Yaser 
Arafat, Azam yang akan menanggung akomodasinya.<br /><br />Di kampus, Azam 
sangat antusias menceritakan bagaimana perlawanan masyakat Palestina menghadapi 
Zionis Yahudi. \"Maaf jangan gunakan istilah bom bunuh diri. Itu istilah yang 
diciptakan musuh. Gunakan istilah bom syahid,\" tegas Azam saat di kampus. 
Rangkaian cerita Azam terekam kuat di pikiran Jamal. Saat berkunjung ke 
Palestina, Jamal bagaikan menapak tilas membuktikan semua penjelasan Azam.<br 
/><br />Menuju Palestina Jamal melalui Amman, Yordania, lalu melewati Israel. 
Pemeriksaan sangat ketat lengkap dengan tentengan senjata. Perbedaan kota di 
Palestina dengan di Israel terlalu jomplang. Yerusalem penuh dengan bangunan 
pencakar langit, tidak demikian dengan Palestina. Orang Palestina miskin, 
sebaliknya Israel kaya. Pemerintah Israel mengembangkan politik apartheid 
mendiskriminasi etnis Arab.<br /><br />Khalid yang menjadi guide mengajak Jamal 
mengunjungi tempat bersejarah \\\'milik\\\' tiga agama di dunia. Masjid 
Al-Aqsha riwayat perjalanan Isra Mi\\\'raj Nabi Muhammad SAW. Sebelah barat 
daya masjid menempel dinding kapur tempat pemujaan Yahudi yang dikenal Tembok 
Ratapan. Bagian selatan Yerusalem adalah kota Betlehem yang diyakini tempat 
lahir Nabi Isa. \"Karena itu para peziarah beragama Yahudi, Nasrani, maupun 
Islam menganggap tempat ini sebagai tempat suci mereka,\" papar Khalid.<br 
/><br />Kembali ke kampus, Azam menegaskan kembali, bagaimana perlakuan Zionis 
Israel terhadap umat Islam. Negera yang didukung Barat itu tidak konsisten 
menegakkan HAM. Bahkan mereka sendiri terang-terangan melanggar HAM.<br /><br 
/>Posisi sebagai ketua PPI Jerman mengantarkan Jamal berangkat ke London. 
Tujuannya menghadiri pembentukan PPI se-Eropa yang diikuti perwakilan mahasiswa 
di negara-negara Eropa. Jamal beruntung terpilih sebagai ketuanya. Acara PPI 
tujuan utama, sampingannya mengunjungi kawasan bersejarah di London. Dia pun 
mengunjungi komunitas pemuda Muslim di Birmingham. Menurut Gulam, ketua Pemuda 
Muslim tersebut, masalah yang dihadapi umat Islam di London, antara lain 
pendidikan, rumah ibadah, dan makanan halal.<br /><br />Sebagai ketua PPI 
se-Eropa, Jamal berhasil memasyarakatkan PPI di semua negera Eropa. Komunitas 
Pemuda Islam dari negara lain antusias melibatkan PPI. Salah satunya Himpunan 
Pelajar Islam Prancis (AEIF) mengundangnya ke Paris. Kesempatan emas kembali 
datang menyambangi Jamal. Tak beda dengan di negara Eropa lainnya, Islam di 
Prancis pun penuh dengan tekanan. Jamal menyimak setiap permasalah tersebut. Di 
waktu luang dia mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang sangat eksotik di 
Negeri Menara Eiffel itu. Dia pun sempat menyambangi kampung kelahiran Zidane, 
La Castellane Marseille. Pemain bola kebanggaan Prancis ini berasal dari 
keluarga Muslim Aljazair yang hijrah ke Prancis.<br /><br />Penelusuran Jamal 
berlanjut ke Turki, Mesir, Australia, Amerika, bahkan sempat mampir kembali ke 
Bali, tempat tinggalnya. Di negera-negera tersebut pun banyak pengalaman 
berharga yang diperolehnya. Apa sajakah? Lanjutkan membaca di buku setebal 346 
halam ini.<br /><br />Bab akhir buku ini diberi judul \\\'Air Mata 
Perpisahan\\\'. Jamal harus berpisah dengan Azam yang putus kuliah di tengah 
jalan. Langkah ini ditempuh Azam karena ada tugas negara. Namun Azam tak mau 
menjelaskan secara rinci. Rasa penasaran itu terjawab ketika Jamal menyaksikan 
Azam di layar kaca. Ternyata, di Palestina, Azam bukan orang sembarang. 
Siapakah Azam?<br /><br />Sebagai penambah aroma, novel ini dibumbui kisah 
cinta anak Dubes RI di Jerman yang menyukai Jamal. Ada juga mahasiswi sekampus 
yang taat beragama simpati terhadap Jamal. Siapakah pilihannya, silakan 
melanjutkan membaca buku karya Muhammad Najib yang telah menelurkan 12 karya 
buku itu.<br /><br />Ditegaskan kembali bahwa novel ini syarat dengan ilmu 
pengetahuan dan nilai sejarah. Dipastikan penulis sendirilah yang telah 
mengarungi negara-negara tersebut. Pengalaman penulis menginjakkan kaki di 30 
negara di lima benua memperkaya novel ini. Dia menjelaskan, sejarah peninggalan 
Nabi-nabi masih bertebaran di negara yang dikunjunginya. Penulis pun 
mengingatkan kembali betapa hebatnya kejayaan Islam saat menguasai Eropa, 
Afrika, hingga Asia. Kisah tokoh-tokoh Islam di negara yang dikunjunginya 
dikupas pula dalam buku ini. Jika melihat dari kandungan sejarah, siapa pun 
layak membaca novel yang diterbitkan Penerbit Ufuk Press, Jakarta, itu. vie

selengkapnya silakan klik http://www.dinamikaebooks.com/resensi.php
dan silakan klik detail bukunya di 
http://www.dinamikaebooks.com/details.php?view=1204


Dinamika Ebooks
http://www.dinamikaebooks.com

Kirim email ke