Lampung Pos, 19 April 2009<br /><br />

<em>Untuk ketahuilah bersama alangkah hidup ini menakjubkan, sungguh 
menakjubkan. Sayang sekali kalau hidup bagimu hanya sekadar untuk menghirup 
oksigen. (Pidi Baiq, <em>Drunken Mama; hlm. 116-117)<br /><br />

KONON, kehidupan ialah pusaran tanpa titik henti. Mati bukanlah akhir dari 
kehidupan manusia. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat doktrin yang 
termaktub dalam ajaran agama-agama di dunia yang semuanya yakin akan adanya 
kehidupan setelah kematian menyambangi manusia. <em>Dus, tidaklah aneh jika 
manusia senantiasa mencari jawaban atas pelbagai fenomena yang melingkupinya 
setiap hari, seumur hidupnya.<br /><br />

Kiranya, hanya ada satu kegiatan yang membuat manusia tampak sebagai 
\"benar-benar manusia\", yakni menafsir kehidupan. Kegiatan tersebut 
menunjukkan manusia sungguh-sungguh memiliki akal--entitas yang membedakan 
manusia dengan hewan.<br /><br />

Akal yang selalu digunakan untuk menafsir kehidupan niscaya akan membuat 
manusia tak terperosok lubang hitam banalitas kebudayaan. Namun, akal yang 
digunakan untuk menafsir kehidupan haruslah bersifat bebas, lentur, dan liar. 
Sebab, kehidupan sehari-hari manusia telah disesaki segala hal yang serbakaku. 
Artinya, manusia tak harus berkerut kening dan berpeluh badan ketika menafsir 
lembar demi lembar dalam \"buku kehidupan\".<br /><br />

Kegiatan menafsir kehidupan ini sebenarnya pernah pula disebut sebagai sesuatu 
yang salah oleh Karl Marx. Filsuf asal Jerman itu berkata, \"Para filsuf hanya 
menginterpretasikan dunia dalam pemikirannya, padahal bagaimanapun yang 
terpenting ialah mengubahnya!\" Untunglah, Pidi Baiq bukan seorang 
filsuf--setidaknya ia tidak pernah mengaku sebagai filsuf, maka kita tetap laik 
membaca buku ketiga dari <em>Seri Drunken yang ditulisnya<br /><br />

Pidi seolah tiada pernah merasa jengah menafsir fenomena yang melintas di 
hadapan matanya. Lebih jauh, ia pun tampaknya belum merasa cukup mengembangkan 
imajinasi dalam berperilaku yang oleh awam disebut sebagai ganjil dan aneh. 
Tetapi, Pidi hanya ingin menghibur hati manusia yang sering tertimpa lara nan 
berat. Pidi, tidak lebih, cuma ingin mengajak orang lain menafsir kehidupan 
dengan hati riang dan perasaan yang gembira. Tentu saja, tujuannya ialah 
kehidupan yang bahagia.<br /><br />

Membaca seluruh karya Pidi, sampai di <em>Drunken Mama, saya memang harus 
tersentak dengan pertanyaan yang muncul otomatis dalam hati. Benarkah semua 
cerita Pidi selama ini sungguh-sungguh terjadi?<br /><br />

Kalau melihat struktur dan efek penceritaan dalam kisah yang telah ditulis Pidi 
sebagai catatan harian, pembaca akan merasakan kedahsyatan cerita-cerita 
tersebut. Kita memang akan dibawa untuk memercayai bahwa seluruh kisah Pidi 
adalah nyata adanya. Namun, lagi-lagi, kaidah umum memaksa pembaca untuk 
meyakinkan diri dengan bertanya pada hatinya; \"Sungguhkah ada manusia seperti 
Pidi ini?\"<br /><br />

Kalau cerita-cerita humor Pidi ialah suatu kebenaran, secara tidak sadar, ia 
telah meruntuhkan kekhawatiran Karl Marx terhadap orang-orang yang sering 
menafsir kehidupan. Pidi tak hanya menafsir kehidupan, tapi ia mengubahnya 
lewat perilaku yang humoris dan kritis. Sementara itu, jika Pidi hanya sekadar 
berimajinasi dalam bentuk tulisan--untuk tak menyebutnya berbohong--termasuk 
dalam 17 kisah di <em>Drunken Mama ini, tak seharusnya kita mencaci Pidi. 
Sebab, bagaimana mungkin memarahi orang yang telah menghibur hati?<br /><br />

Anggap saja cerita-cerita Pidi bagaikan tabung oksigen yang biasa diberikan 
kepada orang yang pingsan. Membaca semua cerita Pidi memang ibarat menghirup 
oksigen yang membuat kita segar untuk kembali menapaki gemunung persoalan dalam 
hidup ini. Bahkan lebih dari itu, kisah-kisah humor yang ditulis Pidi seolah 
setia mengajak pembaca untuk tak sekadar menjalani kehidupan yang kaku dalam 
rutinitas. Maka, sekali lagi, sampai di <em>Drunken Mama, Pidi Baiq seolah 
belum kehabisan energi kreatifnya. Hingga tetaplah laik kalau karya paling 
anyar dari Pidi ini dibaca.<br /><br />

* Denny Ardiansyah, peneliti kebudayaan di SoSADem (Society of Sociological 
Analitic for Democracy)


selengkapnya silakan klik http://www.dinamikaebooks.com/resensi.php
dan silakan klik detail bukunya di 
http://www.dinamikaebooks.com/details.php?view=1012


Dinamika Ebooks
http://www.dinamikaebooks.com

Reply via email to