* Menteri Pun Harus Ditindak http://www.indomedia.com/bpost/042007/2/opini/opini4.htm
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kini kembali berhadapan dengan Menteri Sekretaris Negara Yusril Izha Mahendra. Sebelumnya, keduanya pernah berseteru, gara-gara Yusril dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan alat sidik jari otomatis atau automatic fingerprint identification system (AFIS) tatkala ia menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Barang itu dibeli tanpa tender. Bidikan KPK kali ini terkait dengan melonjaknya kekayaan Yusril. Hanya dalam waktu tiga tahun meningkat Rp4,8 miliar. Diduga, ada kaitannya dengan upaya memasukkan uang Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) yang diblokir sebuah bank di Inggris sebesar Rp100 miliar. Usaha itu dilakukan bersama Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. KPK memang harus tegas dalam mengusut kekayaan pejabat, siapa pun mereka. Sebab, dalam situasi di mana korupsi semakin merajalela bukan tidak mungkin kekayaan itu didapat dengan cara tidak halal. KPK harus berani bertindak untuk memberikan terapi, bahwa pejabat itu tidak kebal hukum. Menteri sekalipun kalau salah harus ditindak. Kesan bahwa pejabat itu seolah-olah kebal hukum, muncul setelah beberapa kasus yang melibatkan pejabat tidak ditindak lanjuti. Ini antara lain karena ketidaktegasan pemerintah, apalagi kalau itu menyangkut kelompoknya. Sebagai contoh, tatkala Menteri Sekneg Yusril Izha Mahendra dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang disebutkan di atas, ia sangat reaktif. Keesokan harinya, ia ganti melaporkan Ketua KPK melakukan pembelian barang tanpa tender juga meski ia tahu sudah ada izin Presiden. Perseteruan ini memanas sampai akhirnya didamaikan oleh Presiden Yudhoyono. Sayangnya, masalah hukumnya juga ikut berhenti sehingga terkesan pemerintah takut menghadapi menterinya. Masyarakat sangat kecewa, karena seharusnya proses hukumnya berjalan terus. Kasus yang lain adalah pembelaan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap pencairan uang Tommy Soeharto di luar negeri. Kasus ini memperlihatkan sikap pemerintah yang tidak berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih, serta membiarkan aparatnya melakukan pelanggaran dan tindakan yang tidak etis. Pejabat yang terlibat dalam pencairan uang Tommy adalah Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, dan Yusril saat menjabat Menteri Hukum dan HAM. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution sendiri mengatakan, pejabat yang terlibat pencairan uang Tommy di luar negeri tidak bermoral dan tindakan itu tidak bisa dibenarkan. Apa yang dilakukan oleh ke dua menteri itu yang notabene ahli hukum semua, menunjukkan di negeri ini hukum bisa dilanggar seenaknya. Jangan salahkan banyaknya pelanggaran, suap menyuap di kalangan penegak hukum, korupsi dan lainnya karena pemerintah sendiri tidak tegas dalam menegakkan aturan dan menertibkan aparatnya. Ada contoh baik yang dilakukan Wapres Jusuf Kalla tatkala menangani kasus korupsi Bulog. Walau belum ada putusan hakim, begitu Direktur Utama Bulog Wijanarko Puspoyo dijadikan tersangka, Kalla langsung menunjuk Mustafa Abubakar yang mantan Pjs Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam sebagai penggantinya. Pada kasus yang lain penggantian itu tidak langsung seperti kasusnya Dirut PLN, tapi dalam kasus Bulog begitu cepat, seperti sudah disiapkan. Ini adalah contoh penanganan kasus yang cepat, terlepas berbau politik atau tidak karena menjelang pemilihan umum banyak partai politik bekepentingan untuk menguasai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bulog. Wijanarko Puspoyo dulu kader Golkar yang kemudian menyeberang ke PDIP. Ia memang pantas mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bukan hanya ia, pejabat tinggi lainnya yang melakukan kesalahan, apakah itu korupsi atau bukan, juga harus diperlakukan sama. Kembali ke KPK, kini masyarakat berharap banyak kepada lembaga ini. Karena pemerintah sendiri begitu lemah, maka tidak ada lagi yang bisa diharapkan kecuali dari penegak hukum yang masih terbilang bersih, dan ini berarti KPK. Jangan mundur menghadapi pejabat, menteri sampai wapres dan presidennya sekalipun karena undang-undang memberi wewenang penuh untuk menyidik berbagai kasus penyelewengan. Termasuk di antaranya menyidik kecurigaan atas kekayaan menteri yang meningkat secara mencurigakan. Tak usah takut ganti dilaporkan, karena kerja KPK dilindungi undang-undang. -- Wapres Jangan Jadi Bumper Koruptor Oleh Bali Post / Indonesia Media Wakil Presiden (Wapres) M Jusuf Kalla diminta jangan mengeluarkan komentar yang justru melindungi para pelaku korupsi (koruptor). Wapres juga jangan ikut campur dalam masalah penegakan hukum. Masalah penegakan hukum adalah tugas dan wewenang pihak yudikatif. Demikian dikatakan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universita Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Dr Denny Indrayana SH kepada Pembaruan, Sabtu (24/3), menanggapi pernyataan Jusuf Kalla. Sebelumnya, Wapres menyatakan, baik Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Hamid Awaludin, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra yang juga mantan Menkum HAM, maupun Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal Tommy Soeharto, tidak terlibat kasus tindak pidana korupsi dalam kasus transfer dana milik Tommy Soeharto dari Banque Nationale de Paris et de Paribas (BNP Paribas) di London ke rekening Menkum HAM di BNI Cabang Tebet. "Kita harus berpikir agak tenang, baru kita pikir itu persoalan. Kalau ada orang Indonesia bawa (uang) ke luar negeri ada yang marah, ada yang bawa uang masuk ke dalam negeri juga orang marah. Kapan kita tidak marah? Pertanyaannya apakah uang itu haram atau tidak," kata Kalla saat ditanya wartawan di Jakarta, Jumat (23/3) setelah rapat dengan jajaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) di kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Menurut Kalla tidak satu pun dari ketiga orang itu yang sedang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Kalaupun Tommy Soeharto pernah dipenjara, itu akibat tindak pidana lain, yaitu membunuh orang. "Biasanya uang korupsi selalu bawa dari sini ke luar. Tidak ada dari luar ke sini," ucap Jusuf Kalla. Dia meminta berbagai pihak untuk tidak terlalu mencurigai Hamid, Yusril, maupun Tommy Soeharto, dalam kasus tersebut. "Kita jangan terlalu curiga terhadap orang lain, baik (menyangkut) uang masuk maupun ke luar dari negara," lanjut Kalla. Melindungi Menurut Denny, pernyataan Jusuf Kalla itu terkesan melindungi Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaludin. "Pernyataan beliau, semakin benar dugaan, beliau selalu melindungi Hamid Awaludin," kata dia. Denny menegaskan, uang Tommy itu ditransfer melalui rekening kantor pengacara milik Yusril Ihza Mahendra, Ihza and Ihza. Atas transfer itu, kata Denny, kantor Yusril mendapat fee Rp 7 milliar. Dalam negara yang serba tidak normal seperti sekarang ini, semua pihak, terutama pejabat negara, jangan berpikir secara sempit dalam melihat masalah. Walaupun Tommy Soeharto tidak terlibat kasus korupsi, kata Denny, namun uang milik Tommy di BNP Paribas, patut diduga hasil korupsi yang dilakukan Soeharto, ayahnya. ------------------- http://www.antara.co.id/arc/2007/4/1/gus-dur-sby-masih-tebang-pilih-soal-korupsi/ 01/04/07 20:49 Gus Dur: SBY Masih "Tebang Pilih" Soal Korupsi Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih bersikap "tebang pilih" dalam soal pemberantasan korupsi. "Buktinya, mereka yang dijerat 'kan orang-orang dekat Megawati, seperti Widjanarko Puspoyo (mantan Dirut Perum Bulog) dan yang terakhir adalah Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan)," ujarnya di Surabaya, Minggu. Saat berbicara dalam Majelis Silaturrahim Ulama Rakyat (MaSURa) Jatim di Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya, mantan Presiden RI itu menjelaskan sikap "tebang pilih" itu terlihat dari orang-orang dekat pemerintah yang "aman" dalam korupsi. "Yang dekat dengan Megawati diseret ke pengadilan, tapi mereka yang dekat dengan orang lain justru dibiarkan," paparnya dalam acara yang dihadiri belasan ribu massa dari kalangan ulama dan tokoh masyarakat se-Jatim itu. Didampingi isterinya Hj Nuriyah Wahid dan putrinya Inayah, mantan Ketua Umum PBNU itu menegaskan bahwa rakyat sendiri tidak menghendaki apa-apa dari pemerintah, melainkan sikap jujur dan perhatian terhadap kemiskinan rakyat. "Tapi, saya bangga saat ini masih ada ulama yang memimpin rakyat dengan perhatian yang ikhlas, tulus, dan seadanya, bukan untuk kepentingan sendiri. Rakyat itu butuh akhlak pemimpin yakni sikap jujur, ikhlas, dan peduli," ungkapnya. Namun, kata cucu pendiri NU Hadratusyekh KH Hasyim Asy'ari itu, rakyat selama ini juga melakukan kekeliruan dengan menyerahkan harapannya kepada para pemimpin seluruhnya. Dalam kesempatan dialog, Gus Dur sempat menjawab tiga pertanyaan yakni sikap PKB terhadap Israel, cara mengajarkan akhlak dalam era globalisasi, dan upaya MaSURa dalam memberdayakan masyarakat miskin dan bodoh. "Israel itu negara ber-Tuhan, karena itu kita sebaiknya berhubungan dengannya untuk memberi nasehat kepadanya. Dengan negara tak ber-Tuhan seperti Uni Sovyet dan RRC saja, kita membuka kedutaan. Jadi, kita jangan emosional, apalagi anak SBY yang menjadi pasukan PBB juga jalan-jalan ke Lebanon," ucapnya. Acara yang diawali dengan khataman Al-Qur'an 30 juz dan istighotsah itu dihadiri sejumlah ulama, diantaranya KH An'im Falahuddin Mahrus (Lirboyo, Kediri), KH Chotib Umar (Jember), KH Faruq Zainuddin Djazuli (Ploso, Kediri), KH Azmi Nawawi (Masjid Ampel, Surabaya). (*) Copyright © 2007 ANTARA ------------------------------------------------- http://www.antara.co.id/arc/2007/3/30/negara-ditaksir-rugi-rp7-3-triliun-akibat-korupsi-sejak-2005/ 30/03/07 21:11 Negara Ditaksir Rugi Rp7,3 Triliun akibat Korupsi sejak 2005 Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan taksiran kerugian negara akibat penyelewengan berindikasi tindak pidana korupsi (TPK) sejak 2005 berjumlah Rp4,075 triliun dan 361,645 juta dolar AS, ekuivalen Rp3,29 triliun, yang berasal dari 32 kasus. Dalam laporan Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) II 2006 BPK, yang diperoleh di Jakarta Jumat, terungkap dari 32 kasus tersebut, 8 kasus dilaporkan ke aparat kepolisian, 18 kasus ke kejaksaan, 5 kasus ke KPK dan 1 kasus ke DPR. Pada 2005, BPK menemukan 5 kasus penyelewengan pada penggunaan APBN senilai Rp439,665 miliar dan 502 ribu dolar AS, serta 7 kasus pada BUMN senilai Rp2,648 triliun dan 39,095 juta dolar AS Sedangkan pada 2006, BPK menemukan 2 kasus penyelewengan pada APBN senilai Rp68,5 miliar dan 4,23 juta dolar AS, 4 kasus pada penggunaan APBD senilai Rp201,786 miliar, serta 12 kasus pada BUMN senilai Rp692,383 miliar dan 317,817 juta dolar AS. Dan hingga Maret 2007 ini, BPK telah menemukan 1 kasus penyelewengan pada penggunaan APBN senilai Rp17,323 miliar dan 1 kasus di BUMN senilai Rp7,214 miliar. Namun, dalam laporannya itu BPK tidak menjelaskan lebih jauh tentang kasus penyelewengan pada 2007 yang telah dilaporkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan tersebut.(*) Copyright © 2007 ANTARA --------------------------- * KPK: Lima Transaksi Yusril Tak Jelas Koran Tempo -� Jumat, 30 Maret 2007 Jakarta -- Komisi Pemberantasan Korupsi menilai setidaknya ada lima transaksi di atas Rp 100 juta yang tidak bisa dijelaskan asal aliran dananya oleh Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. Kelima transaksi itu terjadi saat ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada 2001-2004. "Saya tidak bisa menyampaikan jenis dan jumlah transaksinya, yang pasti itu transaksi keuangan," kata Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Muhammad Sigit di Kantor KPK, Jakarta, kemarin. Menurut Sigit, Yusril sebenarnya pernah ditanyai oleh KPK soal kelima transaksi itu beberapa waktu lalu. Hal itu dimintakan klarifikasi kepada Yusril, kata Sigit, karena transaksi itu cukup menarik perhatian. Pertama kali datang pada Januari 2006, Yusril pernah ditanya soal transaksi keuangan itu. "Dia belum jawab," kata Sigit. Alasannya, adik perempuannya yang mengurus administrasi keuangan. Dua bulan berselang, kata Sigit, adik perempuan Yusril datang membawa data. "Tapi itu pun belum bisa menjawab beberapa transaksi keuangan yang ditanyakan," ujarnya. Hingga saat ini, Yusril belum memberi penjelasan mengenai transaksi-transaksi tersebut. "Boleh dikatakan, Pak Yusril masih berutang." Saat Tempo bertanya soal pernyataan Sigit itu, Yusril tidak dapat memberikan konfirmasi. "Harus ada bukti transfer dari bank baru saya bisa menjelaskan. Transfer apa? Saya tidak mengerti," kata Yusril kepada Tempo melalui telepon kemarin malam. Bahkan Yusril mengatakan KPK belum meminta konfirmasi apa pun kepadanya seputar masalah transfer dana tersebut. KPK, Sigit melanjutkan, baru akan menanyakan kembali soal transaksi tersebut ketika Yusril menyerahkan data kekayaan terbarunya. "Sekarang sudah waktunya dia menyerahkan (data) Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara 2006," kata dia. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, total harta Yusril per 28 Agustus 2001 sebesar Rp 2,061 miliar plus US$ 110 ribu. Pada 26 November 2004, harta Yusril meningkat menjadi Rp 6,907 miliar plus US$ 110 ribu. Harta Yusril naik sekitar 245 persen. Yusril mengatakan kenaikan itu dikarenakan kenaikan harga tanah miliknya. tito sianipar | muslima hapsari Sumber: Koran Tempo -� Jumat, 30 Maret 2007 -----------------------------------------------------