GODAM PUAS, WONG SRAGEN JADI TIONGHOA JAWA. 25 april 2007,kamis hehehe,inih diah satu warga bangsa,
yang kudu diconto moralnyah, atawa di kembang biakkan ide idenyah, KERANA BUKANNYAH MENYULUT RACIALISME yang cuman mencoreng mukak bangsa hajah, melaenken MEMBERIKEN JALAN KALUWAR, MENEROBOSIN MENTAL PEMALESAN,TUKANG ADU AYEMAN, ATAWA CUMAN DUDUK MINGKIRIN, PIGIHMANA LACURAN? hehehe..kerana baharu hajah,daku ke Sragen, dan wong Cinanyah,ada jugak yang pengangguran, demen lacuran sembari hobinyah nembakin burung prenjak yang kecil kecil begituhan... SEMENTARA DAKU DI TANGERANG, sedeng memikirken,pigihmana ujang2 pinggiran betawih inih..ENGGAK NGEJUALIN SAWAHNYAH, sama singkek2 keparat yang bisak ngojokin Lurah2 bangsat..BUAT MENJADIKEN SAWAH JADI PABRIKAN?????????????????? ah..bupati Sragen!! KUDU JADI BUPATI BANTEN? sungpaya SPATAN,KEDAWUNG, ENGGAK JADI SAWAH BETON???? idup BUPATI WARAS,YANG ANTI RASIALIS, TATAPI PUNYAK IDE IDE BRILLIAN.. --- In CIKEAS@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/24/sh04.html > > Wong Sragen Ingin Jadi "Tionghoa Jawa" > Oleh > SU Herdjoko > > > > SRAGEN-Tahukah perbedaan antara orang Tionghoa dengan pribumi di Jawa? Secara cepat, orang akan menilai dari sisi ekonomi. Orang Tionghoa biasanya kaya, pemilik toko dan perusahaan; dan itu jelas kaya raya. Di sisi lain pribumi Jawa - entah mengapa - terhakimi menjadi orang miskin, menjadi buruh (boleh saja disebut karyawan) dari juragan Tionghoa itu. Artinya, tetap saja pribumi Jawa strata ekonominya rata-rata di bawah orang Tionghoa. > > > Mungkin sudah bukan zamannya lagi, bahkan dibilang tidak etis, membandingkan kesejahteraan Tionghoa dan pribumi Jawa. Hanya saja, kenyataan di lapangan memang seperti itu. > Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah saudara kita Tionghoa itu lebih rajin? Lebih pintar? Atau mereka memiliki "jurus sakti" menyiasati hidup? Coba bandingkan dengan pribumi Jawa. Kurang apa mereka? Tanah mereka punya dan jelas lebih luas daripada milik orang Tionghoa. Tetapi apakah tanah itu menghasilkan maksimal? > > Apakah mereka bisa bekerja terus selama 16 jam sehari? Itu dengan perhitungan 8 jam digunakan untuk istirahat dan tidur. Ternyata tidak. Dengan penduduk Sragen yang mencapai 865.375 jiwa, 58,22 persen sebagai petani, 11,16 persen sebagai pegawai dan pengusaha, 30,62 persen bekerja di bidang lainnya. Nah, khusus petani yang menempati porsi terbesar itu, menurut Bupati Sragen Untung Wiyono, memang sejahtera. "Tetapi sejahtera semu sebab dalam masa tanam padi selama 4 bulan, para petani hanya bekerja maksimal sekitar 45 hari (1,5 bulan). Sisanya untuk apa? Ini yang harus kita benahi bersama- sama. Jangan mereka menganggur," ujar Untung. > > > Dengan luas lahan sawah 40.129 hektar, dan tanah kering 54.026 hektar; bila jumlah penduduk makin bertambah, tanah garapan petani itu pun makin sempit. "Itu berarti hasil pertanian makin kecil, kesejahteraan petani berkurang. Oleh karena itulah, kami ingin rakyat Sragen bisa meniru saudara kita Tionghoa. Meski tidak punya tanah, mereka bisa sejahtera. Caranya adalah dengan wirausaha. Di mana ada orang, di situ usaha bisa berkembang. Wong Sragen harus jadi wirausahawan," tutur Bupati yang telah lama berkecimpung dalam wirausaha itu. > > > Bisakah itu dilaksanakan di Sragen? Untung punya jurus jitu menyebarkan "virus wirausaha" itu. Ia tidak mengubah dengan serta- merta budaya mayoritas petani. Namun, ia justru mengembangkan pola pikir dan usaha petani lewat pertanian juga. Caranya adalah menawarkan mix farming. > Apa pula itu? Itulah usaha pertanian yang saling mendukung sehingga membuat petani tidak pernah menganggur menunggu panen padi. Petani bisa mengolah kompos untuk pupuk, petani dipacu mengembangkan perikanan, dan petani Sragen mulai mengembangkan beras organik yang harganya di pasaran menjadi tertinggi di Indonesia. > > Pertanian Organik > Program pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan pada masa Orde Baru membuat petani tergantung pada pupuk kimia. Secara perlahan namun pasti, kesuburan tanah menjadi berkurang. Di sisi lain, beras yang dihasilkan ternyata kualitasnya masih kalah dengan beras organik. > Di samping itu, pada persaingan global, beras dari luar negeri dengan kualitas yang sama-atau lebih baik-justru masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah. Petani Indonesia yang kejatuhan sial. > Untuk mengatasi hal itu, Wong Sragen menggalakkan pertanian organik (padi) yang dimulai sejak tahun 2001. Hasilnya, tahun 2004, luas lahan pertanian organik itu mencapai 1.973,42 hektare. Hasil panen per hektare mencapai 10,909 ton gabah kering giling. > > > Harga gabah kering petani pun lebih dari Rp 2.000 karena kualitasnya jauh lebih baik daripada pertanian menggunakan pupuk kimia. Petani Sragen kini hanya menggunakan 250 kg pupuk kimia untuk 1 hektare sawah. Dulu, petani padahal harus membeli 450 kg pupuk kimia. > Selain itu dengan pertanian organik, ada usaha sampingan petani, yakni membuat pupuk kompos. Pupuk itu bisa dijual dan menghasilkan uang tambahan. Mereka juga beternak sapi. Kotoran sapi menjadi pupuk, ternak sapi masih menghasilkan susu dan daging. Dan yang lebih penting lagi, kesuburan tanah Sragen akan menjadi pulih lagi. Panen pun melimpah. Sragen pun punya sentra gudang beras organik. > > Usaha Batik > Wirausaha Wong Sragen lainnya adalah usaha batik. Bila empat tahun silam hanya ada 4.000-an pembatik di Sragen, kini telah mencapai 12.353 orang yang bekerja di 4.542 unit usaha. Itu artinya ada juragan-juragan batik baru. > > > "Banyak juragan batik di sini yang semula adalah buruh batik tulis di Solo. Kini kami yang memasok batik ke pasaran perusahaan- perusahaan besar di Solo," kata Marsono, pengusaha batik berlabel Dewi Arum. > > > Industri batik itu terdapat di Kecamatan Plupuh, Masaran, dan Kalijambe. Masaran menjadi sentra terbesar dengan 2.567 usaha yang menyerap 7.233 orang. Produksi kain batik mencapai 32.000 potong per bulan khusus dari Masaran saja. > > > Pangsa pasar batik Sragen di kota-kota Indonesia sampai luar negeri. Di tengah kota Sragen ada gedung Sentra Batik Sragen dan Galeri Batik Sukowati sebagai ajang bisnis transaksi batik itu. > "Untuk mendukung wirausaha itu, seluruh jajaran pemerintahan di Sragen juga telah menggunakan jaringan telekomunikasi murah lewat internet. PNS harus bisa komputer dan wirausaha. Bila mereka pensiun nanti, mereka tetap bisa wirausaha. Wong Sragen harus bisa menjadi Tionghoa-nya Jawa," kata Bupati Untung. (*) > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >