PENGAMPUNAN KARESTEN EDAN TENAN
27 April 2007,kemis bingah
Secara tulus dari dalam hati nurani, 
Haris yang dibekuk polisi di Tolitoli,Sulawesi Tengah, 
pada 5 Mei 2006 itu mengaku menyesal. 
Tindakannya itu adalah
kesalahan terbesar dalam hidupnya. 
"Bukan hak saya untuk mengambil nyawa
seseorang. Itu hak Tuhan," tambahnya.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
KOMENTARANKU,
Kudunyah mata ganti mata!
Peler ganti buah dada
Bukannyah ampun ampunan kayak ginih!!
Taukkah gara gara kamu
Bangsa Indon ke ilangan satu jaksa penungtut,
YANG BISAK MEMBASMIH PARA BAJINGAN NARKOBAH!!
DASAR KAU ULER IJOH!!
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Hmm,gile!!

Guweh yang cintah ke adilan jadi sewoot,

Kudunyah Nyonyah janda 43 taon ituh,

Begituh bertemu dengen si bajingan uler ijoh,

YAH,DILUDAHIN KEK ITUH MUKAKNYAH.

Kok malahan DI DOAKEN,SAMA DI AMPUNIN!

Khan Edan, Khan gelo inih namanyah.

Hmm,apah maok ingkut2an si Paus yang

Ngampunin penembaknyah ituh?

Guweh paling enek mengliat urang karesten edan,

Yang dipenjaraken sakmodel si Amoy Rebekah ituh,

EH,MALAHAN BILANGNYAH NGAMPUNIN??

Apah bener sih, si karesten edan ituh punyak kasih?

Hmm,merekah cuman nampang keren hajah nampaknyah?

Ampunan, Ampunan!!

Mengapah si Jawa bajingan ituh ENGGAK DIBALES

DENGEN PANCUNGAN?

Sakmodel anak kecil Afganistan 

YANG DIAJARKEN MEMANCUNG LAWANNYAH?

HMM,BELAGAK PENUH KASIH SAYANG NIH YEH?

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Kamis, 26 April 2007

Ketika Tersangka Pembunuh Jaksa dan Keluarga Korban Buka-bukaan



Tiga Tahun Berdoa, Saat Bertemu Justru Beri Maaf



Sang suami, Jaksa Ferry Silalahi, tewas ditembak saat duduk 
mengendarai mobil di
sampingnya di Palu pada 2004. Namun, Julia Girsang, mengaku tidak 
dendam.
Bahkan, saat dipertemukan dengan pelaku kemarin, wanita berdarah 
Batak itu tegas
memaafkan pembunuh suaminya.

FAROUK ARNAZ, Jakarta

SUASANA haru menyelimuti aula Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) 
Mabes Polri
kemarin siang. Saat itu, dengan suara terbata-bata dan diiringi isak 
tangis,
Julia Girsang, 43, menceritakan peristiwa paling kelam dalam sejarah 
keluarganya
pada 26 Mei 2004.

Hari itu suaminya, Ferry Silalahi, yang berdinas sebagai penuntut 
umum di
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, meregang nyawa. Peluru yang 
ditembakkan orang
tak dikenal menembus dadanya. Mobil Isuzu Panther yang melaju di 
Jalan Swadaya,
Palu, itu pun berhenti.

Yang membuatnya trauma, saat peristiwa terjadi, Julia berada di 
kursi depan di
samping Ferry. "Kata pertama mendiang suami saya, 'Mami kita 
ditembak'," ujarnya
mengenang. Dia kemudian kembali menangis.

Suara tangis Julia didengar Lilik Purnomo alias Haris, penembak sang 
suami, yang
duduk terpisah sekitar 20 kursi sebelah kiri Julia. Namun, posisi 
keduanya tidak
memungkinkan untuk saling menatap karena terhalang wartawan.

Mendengar tangis Julia, Haris menundukkan wajah. Kemarin, untuk kali 
pertama
Julia datang bersama kedua anaknya, Adolf, 6, dan Angeliq, 5. Turut 
hadir
beberapa kerabat dekat Julia, termasuk mantan Menpan T.B. Silalahi.

Ketika jenazah (Ferry) yang menjadi korban rangkaian kerusuhan Poso 
dan Palu,
Sulawesi Tengah, disemayamkan, kata Julia, dirinya berdoa agar Tuhan
mempertemukan dengan orang yang menembak suami. "Tuhan, pertemukan 
aku
dengannya. One day (suatu hari) aku pasti bertemu," lanjut perempuan 
yang kini
menetap di Tangerang, Jawa Barat, itu.

Hampir tiga tahun berlalu, keinginan Julia akhirnya terkabul. Tapi, 
perempuan 43
tahun itu tidak menaruh dendam sedikit pun. "Pada Mas (Haris) yang 
melakukan
sesuatu pada suami saya, sungguh ini anugerah dari Tuhan. Sedikit 
pun saya tidak
ada dendam," tegasnya. Karena sikapnya tersebut, Julia mengakui ada 
orang yang
mengatakan dirinya tidak sayang kepada suami.

"Saya tidak tahu. Yang saya tahu Tuhan ada dalam diri saya yang 
memaafkan. Orang
juga mungkin bilang saya gila. Suamimu ditembak di depan kamu dan 
kamu lihat
sendiri tetesan darahnya (tapi kamu maafkan)," katanya. Dia kemudian 
menangis
lagi.

Julia yang kini hidup sebagai orang tua tunggal dan membuka usaha 
bengkel cuci
mobil di kawasan Bekasi itu menambahkan, dia tidak berhak menghakimi 
Haris.
Menurut dia, itu urusan Haris dengan Tuhan. "Tetapi, sebagai warga 
yang tinggal
di negara hukum, saya sudah serahkan (prosesnya) kepada pemerintah. 
Saya
bersyukur Tuhan telah menjawab doa saya," lanjutnya.

Serupa dengan sikap Julia, T.B. Silalahi sudah mengikhlaskan 
peristiwa yang
menimpa adiknya itu. "Terima kasih atas kesempatan ini. Termasuk 
dipertemukannya
kami dengan orang, yang katakanlah, menurut perasaan kami, orang 
yang tersesat
yang membunuh adik kami," tambahnya.

Silalahi yang menjadi anggota kabinet di era Presiden Soeharto itu 
mengenang
Ferry sebagai abdi negara istimewa yang dimiliki Kejaksaan Agung. 
Setelah lulus
FH UI, Ferry melanjutkan studi S2 ke Selandia Baru dan lulus cum 
laude.

Jaksa yang tewas pada usia 40 tahun itu juga sempat mengikuti 
serangkaian kursus
di Jepang, Prancis, dan sejumlah negara lain. "Selama berdinas di 
Tangerang,
Ferry juga selalu menuntut penyelundup narkoba dengan hukuman mati," 
ceritanya.

Saat berdinas di Palu, kata Julia, Ferry termasuk dalam tim jaksa 
penuntut umum
yang menangani sejumlah orang yang didakwa terlibat kasus terorisme 
dan
penyerangan Desa Beteleme di Kabupaten Morowali. Di Kejati Sulteng 
dia bertugas
bersama jaksa Firdaus Jahja, Edi Dikdaya, Syahrul Alam, dan Hartana.

Menurut Silalahi, selama berdinas di Tangerang, Ferry kebal dengan 
upaya suap
dari para bandar barang haram. Saking sederhananya, Ferry sempat 
meminjam uang
Rp 15 juta untuk membeli Suzuki Carry bekas. "Anak-anak Ferry hingga 
kini juga
masih tidak tahu apa-apa," tambahnya. Seperti yang diamati Jawa Pos, 
selama
Julia dan Silalahi bercerita, kedua anak tersebut memang hanya diam 
dan
menyimak.

Lalu, apa tanggapan Haris? Dengan tenang dia mengatakan momen yang 
digelar
kemarin sudah lama dia nantikan. Dia ingin meminta maaf langsung 
kepada keluarga
korban. "Namun, kapasitas saya sebagai tahanan tentu cukup sulit 
untuk bagaimana
dan ke mana mau menyampaikan maaf," katanya.

Secara tulus dari dalam hati nurani, Haris yang dibekuk polisi di 
Tolitoli,
Sulawesi Tengah, pada 5 Mei 2006 itu mengaku menyesal. Tindakannya 
itu adalah
kesalahan terbesar dalam hidupnya. "Bukan hak saya untuk mengambil 
nyawa
seseorang. Itu hak Tuhan," tambahnya.

Haris yang kemarin memakai baju kotak-kotak warna hitam tampak 
menyalami Julia
dan kedua anaknya, Adolf, dan Angeliq. Namun, meski sudah menyatakan 
memaafkan,
wanita itu terlihat tanpa ekspresi saat menyalami Haris. Demikian 
pula saat
menyalami Adolf dan Angeliq, Haris tidak mampu berkata apa-apa 
kepada kedua
bocah yang kini menjadi yatim itu.

Hingga kini Haris belum diadili atas keterlibatannya dalam kasus 
penembakan
Ferry. Dia baru divonis 14 tahun penjara atas keterlibatannya dalam 
kasus
mutilasi tiga pelajar SMA Poso yang terjadi pada 29 September 2005. 
Selain
Haris, terpidana dalam kasus itu adalah Hasanuddin alias Slamet 
Raharjo (vonis
20 tahun) dan Irwanto (14 tahun). Untuk kasus tersebut Bareskrim 
Mabes Polri
pada November 2006 juga sudah menghadirkan keluarga korban mutilasi 
untuk saling
bermaaf-maafan.

"Haris memang sedang akan dijerat kembali oleh polisi untuk kasus 
jaksa Ferry,"
kata anggota Tim Pengacara Muslim (TPM) Asluddin Hatjani saat 
dihubungi tadi
malam.

Dalam kasus Ferry, polisi juga sedang menjerat Iin Bone Sompe dan 
Iwan Asapa.
Sedangkan tersangka lain, Dedi Parsan, terttembak mati dalam 
penggerebekan di
Poso pada 11 Januari 2007. "Yang dua itu memang masih masuk DPO," 
kata
Kabidpenum Polri Kombespol Bambang Kuncoko. (*)



Kirim email ke