================================= Seri : "Membangun Keluarga Indonesia" ================================= [EQ] MIMPI ANAK JADI NAGA Oleh : Joseph LandRi [belajar sampai ke negeri China] GAN SHOU : MERASAKAN Percuma saja orangtua sering berkata kepada anaknya, bahwa mereka (orangtua) dulunya susah, sengsara, melarat, dan lain sebagainya. Anak tidak bisa benar-benar mengerti maksud perkataan itu karena tidak pernah merasakan sendiri apa itu susah! 43. Papa Dulu Sales, Tau Nggak? Ya Mana Gue Tau! Emang Gue Pikirin? Saat saya sedang bermain golf dengan teman-teman, salah seorang teman bercerita seperti ini. Ia adalah orang yang bisa dibilang sukses dalam karier dan keluarga. Ia punya tiga anak. Ia sering menasihati anaknya, Kalian harus bersyukur dengan keadaan sekarang. Semua kebutuhan terpenuhi, kalau mau beIi handphone tinggal bilang, mau beIi laptop tinggal biIang, ingin makan enak tinggal biIang, ingin jalan-jalan ke berbagai tempat tinggal biIang, semuanya pasti bisa Iangsung terpenuhi. Tapi, kalian tahu nggak, papa ini duIunya salesman, merangkak dari bawah. Orangtua papa miskin, jadi apa-apa harus papa usahakan sendiri. Sejak kelas 3 SMA, papa sudah cari uang untuk bayar sekolah. Sampai kuliah pun papa menggunakan uang sendiri. Papa ingat sekali, duIu sewaktu jadi salesman, papa cicil motor butut karena butuh motor itu untuk berjualan. Kalau tidak ada motor, ibaratnya papa tidak punya kaki untuk berjalan. Setelah berhari-hari mendengar hal itu, suatu hari si anak berkomentar dengan ringan, Kita mana tahu dulu papa seperti apa. Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Zamannya sudah beda. Anak yang lain bahkan sampai biIang, Orangtua papa, kan, miskin, jadi tidak mampu belikan apa-apa. Tapi, kita, kan, lain. Orangtua kita orang kaya, mampu berikan apa saja. Walaupun terkesan kurang ajar, tetapi sebenarnya tanggapan anak-anak cukup logis. Mereka tidak mengalami sendiri susahnya hidup, jadi mereka santai-santai saja dan tidak mau berusaha keras. Masalahnya, bagaimana membuat anak mengerti bahwa hidup memerlukan perjuangan dan bahwa tidak selamanya keadaan akan seperti sekarang ini. Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Sebagai orangtua, kita harus tegas dalam mendidik anak. Misalnya, setelah anak bekerja, biarkan mereka hidup dari gajinya sendiri. Walaupun mungkin gaji si anak tidak besar, dan lebih kecil daripada uang saku yang biasa kita berikan kepadanya, kita harus tega membiarkannya hidup dari usahanya sendiri. Kita toh tidak ingin anak selamanya tergantung kepada kita. Jadi biarkan ia berjuang untuk hidupnya sendiri. Kalau ía ternyata tidak bisa hidup dengan gajinya itu, doronglah ia untuk berusaha lebih keras mendapatkan gaji yang lebih besar. Selain itu, biarkan juga ia mencari pengalaman sendiri. Kita tidak perlu membuatkannya perusahaan sendiri karena tidak tega membayangkan harus bekerja dengan orang lain. Anak perlu belajar bergaul dan menjalin network, atau kalau ia bekerja di perusahaan kita, perlakukan ia sama dengan karyawan lain. Jangan beri hak-hak istimewa kepadanya. Kalau ia melakukan kesalahan, tegurlah dengan sewajarnya. Biarkan ia mengerti bahwa hidup memang perlu perjuangan. Jangan terlalu berharap anak bisa mengerti kata-kata seperti Papa dulu saIesman, tau nggak lu? Biarkan ia merasakan sendiri yang namanya perjuangan. Baru setelah itu, ia akan bisa lebih menghargai hidup. [bersambung . . .] Rgds.
WAHAHA DHARMA NUSA CENTER -WDNC Retno Kintoko Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3, Fax. 62 21-7511404. --------------------------------- Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell? Check outnew cars at Yahoo! Autos. [Non-text portions of this message have been removed]