http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/5/28/o2.htm


Ikutan dari tersendatnya sektor riil itu adalah penyerapan tenaga kerja rendah, 
sementara di waktu yang sama angkatan kerja terus bertambah. Dalam beberapa 
tahun terakhir, data menunjukkan pertumbuhan ekonomi dalam menyerap tenaga 
kerja memperlihatkan trend penurunan.

--------------------------

Perekonomian yang Kontradiktif
Oleh Ida Bagus Raka Suardana 

PERTUMBUHAN ekonomi yang menjadi harapan kita bersama  tentunya adalah 
pertumbuhan yang berkualitas, memiliki sensitivitas terhadap pengurangan 
pengangguran dan kemiskinan. Tetapi sayangnya, faktor sensitivitas itulah yang 
tidak terjadi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini. Hal tersebut 
tampaknya ditengarai tidak lepas dari lemahnya landasan fundamental 
perekonomian Indonesia pada beberapa tahun belakangan. Sejak terjadinya krisis 
ekonomi dan moneter pada Juli 1997, kondisi ekonomi Indonesia masih menyisakan 
bekas yang belum pulih sampai sekarang, ditambah lagi dengan terjadinya 
ketidakseimbangan struktur pertumbuhan yang lebih tergantung pada sektor 
konsumsi, bukan pada investasi.

-----------------------------------

Penyerapan Tenaga Kerja

Kondisi seperti ini dapat dilihat dari rendahnya multiplier effect of money 
(efek pengganda uang) yang ditoreh oleh lembaga keuangan di Indonesia, yang 
artinya bahwa meningkatnya jumlah uang primer tidak dibarengi dengan 
pertumbuhan jumlah uang beredar pada tingkat yang sama. Dengan kata lain, 
lembaga keuangan di Indonesia belum berhasil dalam menyalurkan dana yang 
dipunyainya ke sektor produksi (sektor riil).

Tentu ini berdampak pada penambahan problem ekonomi Indonesia, karena ikutan 
dari tersendatnya sektor riil itu adalah penyerapan tenaga kerja rendah, 
sementara di waktu yang sama angkatan kerja terus bertambah. Dalam beberapa 
tahun terakhir, data menunjukkan pertumbuhan ekonomi dalam menyerap tenaga 
kerja memperlihatkan trend penurunan. Pada tahun 1994, setiap satu persen 
pertumbuhan ekonomi mampu menyerap hingga 400 ribu tenaga kerja, namun 10 tahun 
kemudian yakni pada tahun 2004, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya 
mampu menyerap tenaga kerja kurang dari 200 ribu jiwa. Bahkan tahun lalu, 
setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya menyerap tenaga kerja tidak lebih 
dari 50 ribu jiwa. Penurunan elastisitas penyerapan tenaga kerja dan yang 
dibarengi peningkatan angkatan kerja baru, tentu berakibat pada semakin 
meningkatnya pengangguran terbuka di Indonesia.

Kontradiktif

Ada fenomena menarik di tahun 2007 ini yang kontradiktif dengan harapan awal, 
yakni BI rate di bawah satu digit (saat ini 9 persen) bukannya menurunkan 
penempatan dana perbankan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), malah terjadi 
sebaliknya yaitu peningkatan jumlah uang yang ditaruh di sana. Berdasarkan data 
BI, penempatan dana pada SBI hampir 400 trilyun pada akhir Maret 2007. Jelas 
kondisi tersebut menunjukkan perekonomian Indonesia tidak kekurangan dana, 
tetapi mengalami masalah kelebihan dana menganggur (idle money) dan dana itu 
berputar-putar di sektor keuangan saja.

Jika diibaratkan ekonomi Indonesia adalah pesawat terbang, maka pesawat 
terbangnya yang melayang di udara hanya dengan satu mesin saja, yakni berjalan 
pada sektor keuangan semata-mata. Sektor ini terus tumbuh membesar karena 
derasnya aliran dana yang masuk, tetapi tidak dibarengi oleh pertumbuhan 
berkualitas dikarenakan belum mampu mendorong tumbuhnya sektor riil. Sektor 
riil masih berjalan di tempat karena berbagai hambatan struktural yang 
mengakibatkan risiko usaha dipersepsikan masih cukup tinggi. Misalnya 
ketidakpastian kebijakan ekonomi, persoalan perpajakan dan ketenagakerjaan, 
kondisi infrastruktur yang kurang layak, serta sistem hukum dan birokrasi yang 
tidak memadai.

Pengangguran

Sejatinya jika perekonomian mengalami pertumbuhan maka penyerapan atau 
permintaan tenaga kerja akan meningkat. Namun kondisi di Indonesia menunjukkan 
sebaliknya, di satu sisi perekonomian mengalami pertumbuhan namun pengangguran 
tetap persisten atau sulit untuk turun, bahkan malah meningkat. Kecenderungan 
ke arah munculnya kontradiktif tersebut telah mulai tampak dalam empat tahun 
terakhir di mana pertumbuhan ekonomi meningkat dari 3,7 persen (2002), menjadi 
4,1 persen (2003), 5,1 persen (2004) dan akhirnya 5,6 persen (2005). Namun di 
sisi lain, tingkat pengangguran terbuka juga meningkat dari 9,1 persen, 10,1 
persen menjadi 10,3 persen dan akhirnya 11,9 persen pada periode yang sama.

Hal yang kontradiktif ini ditengarai terjadi akibat adanya kendala struktural, 
seperti perbedaan sektoral yang tajam, di mana sektor yang bersifat padat modal 
mengalami pertumbuhan, sedangkan sektor-sektor yang bersifat padat karya 
mengalami stagnasi. Sektor pertanian, misalnya, yang dulunya memberikan 
kontribusi tinggi yakni 44 persen dalam penyerapan tenaga kerja, dalam lima 
tahun terakhir hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 
masing-masing hanya sebesar 0,64 persen pada tahun 2002, 0,51 persen pada tahun 
2003, 0,49 persen pada tahun 2004, 0,50 persen pada tahun 2005, dan 0,37 persen 
pada tahun 2006.

Sementara itu sektor-sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja lebih sedikit, 
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar. Seperti sektor 
perdagangan yang menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar 19 persen dalam lima 
tahun terakhir, sektor Industri yang sebesar 12 persen, dan sektor pengangkutan 
dan komunikasi sebesar 5 persen, masing-masing memberikan kontribusi pada 
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 masing-masing sebesar 1,41 persen, 1,31 
persen dan 0,76 persen.

Dengan demikian, persoalannya sekarang adalah pada kebijakan pemerintah, yakni 
mau tak mau harus lebih memberikan prioritas pada sektor yang lebih besar 
menyerap tenaga kerja untuk tumbuh dan berkembang, sehingga prestasi berupa 
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat secara signifikan dalam memperbesar 
penyerapan tenaga kerja. Sebab, akan percuma saja pertumbuhan meningkat, tetapi 
pengangguran malah bertambah.



Penulis, dosen Fakultas Ekonomi dan Program Pascasarjana Undiknas Denpasar, 
kini Deputy Rektor I Undiknas Denpasar

---------------

* Kondisi di Indonesia menunjukkan, di satu sisi perekonomian mengalami 
pertumbuhan namun pengangguran tetap persisten atau sulit untuk turun, bahkan 
malah meningkat.

* Perbedaan sektoral yang tajam, di mana sektor yang bersifat padat modal 
mengalami pertumbuhan, sedangkan sektor-sektor yang bersifat padat karya 
mengalami stagnasi.

* Kebijakan pemerintah, mau tak mau harus lebih memberikan prioritas pada 
sektor yang lebih besar menyerap tenaga kerja untuk tumbuh dan berkembang.


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to