Tulisan ini juga disajikan dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak)
Catatan A. Umar Said Pinochetkan" Soeharto !!! Jarang sekali ada suratkabar atau majalah yang menulis yang setajam atau sekeras editorial Suara Pembaruan tanggal 25 Mei 2007 tentang perlu di- Pinochet-kannya Suharto. Editorial ini bisa diartikan sebagai dukungan kepada aksi-aksi generasi muda kita di berbagai kota di Indonesia baru-baru ini dalam rangka memperingati 9 tahun mundurnya Suharto dari jabatannya sebagai presiden. Editorial yang berjudul Pinochetkan Suharto ini memperkuat aksi-aksi generasi muda itu jelas mencerminkan hati-nurani banyak orang, yang sudah lama menginginkan dituntutnya Suharto demi ditegakkannya keadilan. Di bawah ini disajikan sebagian kutipannya untuk bisa kita simak lagi bersama-sama : Sejak mantan Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan pada BJ Habibie banyak suara yang menuntut agar Soeharto dan para kroninya diadili. Namun sampai sekarang upaya untuk mengadili Soeharto itu belum terwujud, walaupun ada Ketetapan MPR XI Tahun 1998. Peluang mengadili pemimpin rezim Orde Baru ini secara pidana tampaknya sudah tertutup karena alasan kesehatan dan berbagai keputusan lembaga hukum. Sekarang ada upaya menuntut Soeharto secara perdata agar dana yang terhimpun dalam berbagai yayasan yang didirikan dan diketuainya dapat kembali pada negara. Mengadili Presiden yang berkuasa mutlak selama 32 tahun pasti sukar karena lembaga yang mengadilinya masih dipenuhi oleh orang-orang yang menempati kedudukannya semasa Soeharto dan rezimnya berkuasa. Kalau mereka betul-betul mengadili Soeharto dampaknya bisa mengenai diri sendiri, ibarat memercik air comberan ke muka sendiri. Karena itu, upaya mengadili Soeharto selama ini terkesan setengah hati. Bahkan mungkin hanya upaya kosmetis untuk menipu khalayak ramai dengan memberi kesan bahwa yang berkuasa pasca-Soeharto sungguh-sungguh mau menegakkan kebenaran dan keadilan. Tujuan mengadili Soeharto yang terpenting bukan untuk merebut kembali dana, bukan pula untuk balas dendam. Namun untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dalam membangun bangsa Indonesia sebagai masyarakat yang beradab dan berbudaya. Kejahatan Soeharto dan rezimnya yang utama selama berkuasa 32 tahun adalah membiarkan dan memerintahkan tindakan yang bisa digolongkan sebagai kejahatan kemanusiaan. Penculikan dan pembunuhan para penentang kekuasaan, menghukum mati para pengganggu keamanan tanpa peradilan ("petrus"), memenjarakan dan membuang ribuan orang tanpa peradilan, tidak menuntut orang yang melakukan genosida politik (pembunuhan ratusan ribu orang karena perbedaan keyakinan politik), merampas hak sipil kelompok masyarakat dengan melarang penggunaan bahasa dan pengungkapan budaya. Kalau kita mau tumbuh sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya, mengungkapkan kejahatan kemanusiaan ini merupakan proses penjernihan, dan pembelajaran sejarah yang harus kita lakukan agar kejahatan semacam ini tidak terulang lagi dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Karena itu Soeharto harus di-Pinochet-kan bukan diperdatakan. Jenderal Pinochet, sampai mati dituntut bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya selama berkuasa di Cile. Seperti Jenderal Pinochet, Soeharto harus terus digugat tanggung jawabnya atas terjadinya kejahatan kemanusiaan dalam masa pemerintahannya. Para penguasa sekarang dan di masa datang harus tahu bahwa pelaku kejahatan kemanusiaan harus bertanggung jawab atas perbuatannya, berapa pun usia dan betapa pun keadaan kesehatannya. Bahkan para pelaku yang sudah meninggal pun harus diungkap kejahatannya dan dicatat dalam sejarah kebangsaan kita. (kutipan dari editorial Suara Pembaruan selesai) * * * Tulisan kali ini dimaksudkan untuk memperkuat kemarahan atau protes yang dikandung dalam editorial di atas (karena pentingnya, sekali lagi diulangi kutipannya) yang antara lain berbunyi sebagai berikut : Jenderal Pinochet, sampai mati dituntut bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya selama berkuasa di Cile. Seperti Jenderal Pinochet, Soeharto harus terus digugat tanggung jawabnya atas terjadinya kejahatan kemanusiaan dalam masa pemerintahannya. Para penguasa sekarang dan di masa datang harus tahu bahwa pelaku kejahatan kemanusiaan harus bertanggung jawab atas perbuatannya, berapa pun usia dan betapa pun keadaan kesehatannya. Bahkan para pelaku yang sudah meninggal pun harus diungkap kejahatannya dan dicatat dalam sejarah kebangsaan kita Seruan yang tercermin dalam editorial tersebut patut menggugah perhatian kalangan dunia hukum dan peradilan di Indonesia, dan mengetuk hati nurani para intelektual atau para pemuka masyarakat luas dan seluruh kalangan atau golongan yang sejak lama menginginkan diadilinya Suharto. Sebab, diadilinya Suharto untuk menagih pertanggungjawaban atas berbagai dosanya yang besar terhadap bangsa dan negara, atau atas macam-macam kesalahannya yang berat terhadap rakyat, adalah suatu hal yang mutlak harus terus-menerus menjadi tuntutan kita semua. Diadilinya Suharto tidaklah hanya persoalan jutaan anggota dan simpatisan PKI yang sudah dibunuhi secara kejam, atau disiksa secara tidak berperikemanusiaan. Bukanlah pula hanya untuk pembalasan dendam bagi sekitar 20 juta keluarga korban peristiwa 65 yang sudah harus menanggung bermacam-macam penderitaan selama sekitar 40 tahun. Juga tidaklah pula hanya untuk menuntut keadilan bagi pendukung-pendukung politik Bung Karno yang selama ini sudah disisihkan, dikucilkan, atau dipojokkan Kalau kita telaah secara dalam-dalam, diadilinya Suharto adalah urusan bangsa kita sebagai kesuluruhan, tidak peduli apakah terdiri dari anggota dan simpatisan PKI atau bukan. Sebab, yang pernah dirugikan kepentingannya selama puluhan tahun -- dalam berbagai bentuk dan berbagai kadar -- adalah seluruh bangsa. Kalau Suharto tidak diadili maka hanyalah sebagian kecil sekali orang-orang yang diuntungkan, yaitu para kroni dan pendukungnya yang setia. Mereka ini umumnya terdiri orang-orang yang mempunyai sikap negatif terhadap urusan negara dan kepentingan rakyat banyak.. Apa artinya membiarkan kesalahan Suharto Membiarkan Suharto tidak diadili, berarti bahwa bangsa kita tidak berhak menamakan diri sebagai bangsa yang beradab, juga tidak patut menyebutkan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi perikemanusiaan, juga tidak pantas digolongkan sebagai bangsa yang menghargai perasaan keadilan. Membiarkan Suharto tidak diadili menjadikan bangsa kita mengkhianati Pancasila, atau bangsa yang tidak menghormati Piagam PBB, singkatnya bukanlah bangsa yang mematuhi ajaran-ajaran yang diperintahkan oleh Tuhan. Sebab, bagaimana bisa dikatakan bangsa beradab, atau bangsa yang menjunjung kemanusiaan, atau bangsa yang menghargai keadilan, atau bangsa yang mematuhi ajaran Tuhan, kalau membiarkan begitu saja Suharto yang sudah berbuat begitu banyak dosa dan begitu berat kesalahan atau kejahatan terhadap sebagian terbesar rakyat kita? Bersikap jujur dan adil terhadap dosa dan kesalahan Suharto adalah ukuran apakah seseorang betul-betul mempunyai kecintaan kepada tanah-air dan rakyat. Mempunyai sikap yang tegas terhadap segala kejahatan Suharto adalah ukuran bagi seseorang apakah ia sudah benar dalam menjalankan ajaran-ajaran Tuhan. Sebab, sudah begitu jelas terang benderang bahwa haji Suharto sudah berbuat zalim terhadap banyak sekali orang, baik yang Muslim maupun non-Muslim. Diadilinya atau dihukumnya Suharto sama sekali tidak akan merugikan kepentingan sebagian terbesar (sekali lagi: sebagian terbesar sekali !!!) rakyat Indonesia. Sebaliknya, diadilinya atau dihukumnya Suharto akan berarti ditegakkannya hukum dan keadilan, demi kebaikan seluruh bangsa dewasa ini dan juga untuk kebaikan generasi kita yang akan datang. Selain itu, diadilinya dosa-dosa dan kejahatan Suharto -- yang sudah dikutuk oleh banyak sekali orang itu -- maka akan merupakan langkah yang penting untuk menghancurkan sama sekali sisa-sia kekuatan Orde Baru. Sosok Suharto perlu dihancurkan sama sekali Adalah perlu sekali sama-sama kita sadari bahwa penghancuran sisa-sisa kekuatan Orde Baru (yang masih bercokol kuat di berbagai bagian pemerintahan kita dewasa ini) akan dimudahkan oleh dihancurkannya sama sekali sosok Suharto. Sebab, bolehlah dikatakan bahwa Suharto adalah pengejawantahan Orde Baru. Dengan kalimat lain : Suharto adalah Orde Baru, dan Orde Baru adalah Suharto. Karena itu, sisa-sisa kekuatan Orde Baru tidaklah bisa dihancurkan sama sekali tanpa menghancurkan lebih dulu ketokohan Suharto. Perlulah sama-sama kita renungkan, bahwa untuk bisa diadakanya perubahan-perubahan besar menuju perbaikan di segala bidang di negara kita dewasa ini (dan di masa datang) adalah mutlak sekali digantinya sistem politik, ekonomi dan sosial yang sekarang ini masih didominasi oleh Golkar yang berkoalisi dengan kekuatan sisa-sisa Orde Baru lainnya (termasuk sebagian pimpinan TNI-AD) Membiarkan Suharto tidak diadili atau tidak dihukum berarti membiarkan tubuh bangsa tetap terus dihinggapi penyakit kangker yang parah sekali dan tidak bisa disembuhkan. Tubuh bangsa yang dewasa ini sakit serius dengan berbagai krisis moral, politik, ekonomi dan sosial, adalah akibat menjalarnya secara luas penyakit kangker yang berupa kekuasaan korup dan diktatorial Suharto dkk. Jadi, membiarkan Suharto tidak menebus dosa-dosanya yang besar dan berat bisa merupakan pengkhianatan yang besar dan serius sekali. Sebab, kalau Suharto tidak diadili atau dihukum bisa diartikan bahwa ia tidak pernah bersalah apa-apa atau tidak mempunyai dosa sama sekali sejak peristiwa 65, selama Orde Baru, bahkan sampai sesudah ia mundur sebagai presiden. Dengan begitu, maka para pendukungnya atau simpatisannya masih bisa terus mengatakan bahwa ia berjasa kepada negara dan rakyat, bahwa ia telah menyelamatkan bangsa, bahwa ia adalah bapak pembangunan, bahwa ia adalah pembela dan penjunjung tinggi Pancasila, seperti yang sudah didengung-dengungkan selama lebih dari 32 tahun. Ikut menyerukan Pinochetkan Suharto !!! Dengan terbongkarnya harta haram Suharto beserta anak-anaknya (harap baca : laporan majalah Time 24 Mei 1999 dan hasil riset George Aditjondro) dan heboh dewasa ini mengenai simpanan harta haram Tommy Suharto di BNP, maka makin jelaslah bagi banyak orang bahwa Suharto beserta keluarganya adalah maling-maling terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, dan karenanya sudah pantas atau wajar disebut sebagai sampah bangsa. Korupsi, kolusi dan nepotisme Suharto beserta keluarganya sudah begitu keterlaluan besarnya dan luasnya, sehingga makin sulit bagi para pendukungnya atau simpatisannya untuk menutup-nutupinya lebih lama lagi. Tetapi, di samping korupsi, kolusi dan nepotisme yang merupakan dosa besar Suharto (beserta anak-anaknya) kejahatan terhadap kemanusiaan adalah juga dosanya yang besar sekali, kalau tidak dikatakan dosanya yang terbesar. Editorial Suara Pembaruan tersebut di atas mengatakan sebagai berikut: Kejahatan Soeharto dan rezimnya yang utama selama berkuasa 32 tahun adalah membiarkan dan memerintahkan tindakan yang bisa digolongkan sebagai kejahatan kemanusiaan. Penculikan dan pembunuhan para penentang kekuasaan, menghukum mati para pengganggu keamanan tanpa peradilan ("petrus"), memenjarakan dan membuang ribuan orang tanpa peradilan, tidak menuntut orang yang melakukan genosida politik (pembunuhan ratusan ribu orang karena perbedaan keyakinan politik), merampas hak sipil kelompok masyarakat dengan melarang penggunaan bahasa dan pengungkapan budaya Memang, kejahatan Suharto dan rezimnya yang utama selama berkuasa 32 tahun adalah kejahatan terhadap kemanusiaan ini. Kiranya, tidaklah perlu susah-susah untuk menemukan bukti-buktinya dan saksi-saksinya, juga sekarang ini. Ini bisa didengar secara langsung dari kalangan eks-tapol yang jumlahnya ratusan ribu itu, atau dari kalangan keluarga (dekat dan jauh) para korban pembunuhan sekitar 3 juta anggota dan simpatisan PKI, atau dari korban peristiwa 65 yang jumlahnya sekitar 20 juta di seluruh Indonesia. Atau di kalangan keluarga korban peristiwa Lampung, Tanjungpriuk, Haur Koneng, dan kalangan PRD. Mengenai masalah kejahatan kemanusiaan ini, amatlah menarik untuk diperhatikan bahwa jenderal Pinochet, yang menjadi diktator di Cile selama 17 tahun, sampai matinya dituntut bertanggung jawab atas pembunuhan 3000 orang yang dianggap menentangnya. Marilah kita bandingkan dengan Suharto, yang memegang pimpinan militer dan pemerintahan selama 32 tahun telah menyebabkan dibunuhnya jutaan orang tidak bersalah, dan dipenjarakannya ratusan ribu orang lainnya (yang juga sama sekali tidak bersalah apa-apa !) dalam jangka lama sekali, dan disengsarakannya selama puluhan tahun para korban Orde Baru pada umumnya. Mengingat itu semualah maka tulisan ini ikut-ikut meneriakkan dengan lantang : Pinochetkan Suharto !!! Paris, 28 Mei 2007 * * * No virus found in this outgoing message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.472 / Virus Database: 269.8.0/821 - Release Date: 27/05/2007 15:05 [Non-text portions of this message have been removed]