Refleksi: Di Indonesia tidak ada penjahat seperti Charles Taylor?

http://www.antara.co.id/arc/2007/6/4/mantan-presiden-taylor-hadapi-pengadilan-kejahatan-perang-di-den-haag/

04/06/07 08:41

Mantan Presiden Taylor Hadapi Pengadilan Kejahatan Perang di Den Haag

Den Haag (ANTARA News) - Mantan presiden Liberia, Charles Taylor, mulai 
diperiksa di hadapan pengadilan yang didukung PBB di Den Haag, Senin, dengan 
tuduhan menghasut pembunuhan, pemerkosaan dan mutilasi dalam perang saudara di 
Sierra Leone.

Penuntut dan pengkampanye hak asasi manusia mengharapkan kasus itu akan 
mengirim pesan bahwa tidak ada satu pun pemimpin, termasuk kepala negara, akan 
lolos dari hukuman karena kekejaman (yang mereka lakukan).

Taylor, 59, mengaku tak bersalah atas 11 tuduhan kejahatan perang dan kejahatan 
terhadap kemanusiaan yang ia hadapi di Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone 
itu. Sekitar 50.000 orang tewas akibat perang saudara 1991-2002 di negara 
Afrika barat itu.

Bahkan di antara perang yang mengerikan di Afrika, pertempuran di Sierra Leone 
menonjol karena kekejamannya yang luar biasa -- pembunuhan tanpa alasan, 
pemerkosaan massal, pelukaan anggota badan warga sipil dan perekrutan paksa 
tentara anak seusia delapan tahun.

Taylor, yang mengarahkan kekuatan di belakang kekusutan konflik di Afrika 
Barat, dibawa ke Den Haag karena kekhawatiran bahwa pengadilan di Freetown 
dapat memicu ketidakstabilan regional baru.

"Kami melihat pengadilan ini sebagai pengadilan di mana kita memiliki 
kesempatan untuk memperoleh kebenaran -- untuk menunjukkan bagaimana orang 
dapat pergi untuk menuntut seorang kepala negara pada tingkat internasional dan 
berbuat demikian melalui cara yang dapat diterima," kata penuntut Stephen Rapp, 
seorang Amerika, seperti dikutip Reuters.

"Beberapa dari kejahatan itu melibatkan hal yang menghebohkan yang orang dapat 
lakukan pada orang lainnya."


Berlian

Penuntut menyatakan dalam tuduhannya bahwa Taylor telah berusaha untuk 
menguasai kekayaan mineral Sierra Leone, khususnya tambang intannya, dan 
membuat tidak stabil pemerintah Freetown guna meningkatkan pengaruh regionalnya 
sendiri.

Mereka berdalih bahwa Taylor mendukung dan mengatur pemberontak Front Persatuan 
Revolusioner (RUF) ketika mereka melakukan serangan teror terhadap warga sipil 
Sierra Leone. Penuntut mengatakan ia gagal menggunakan kekuasaannya untuk 
mencegah kejahatan perang dilakukan.

Pembela Taylor tidak memperselisihkan horor itu, tapi mengatakan ia tidak 
memberi perintah pada pemberontak di Sierra Leone, memasok senjata pada 
pemberontak itu atau merekrut tentara anak.

Mereka mengatakan pengadilan itu tidak dapat membuktikan keterlibatannya dalam 
periode tuduhan itu, yang mulai dari 1996, dan mengatakan hubungannya dengan 
RUF setelah itu melulu ditujukan untuk membawa perdamaian regional.

Taylor menyerang Liberia dengan satu pasukan pemberontak pada 1989 untuk 
mengakhiri kediktatoran dan dipilih menjadi presiden pada 1997. Musuhnya 
menyusun diri kembali di luar negeri dan petempur mereka memaksanya keluar dari 
Monrovia pada 2003, pertama mengungsi di Nigeria.

Taylor diserahkan oleh Nigeria karena tekanan internasional. Pada masa lalu, 
penguasa Afika yang dipecat sering meneruskan hidup mereka di pengasingan yang 
nyaman.

Pengadilan khusus itu ditujukan untuk menyelesaikan pengadilan Taylor secara 
cepat dan mengharapkan akan menghindari rasa ketidakpuasan ketika bekas 
presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic meninggal beberapa bulan sebelum putusan 
dibacakan setelah pemeriksaan selama lebih dari empat tahun. (*)


Copyright © 2007 ANTARA


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke