=================================
  Seri : "Membangun Keluarga Indonesia" 
  =================================
  [EQ]
   
   
   
  CHRISYE : SEBUAH MEMOAR MUSIKAL
  [Naga Legendaris Indonesia]
  Oleh : Alberthiene Endah
   
   
  Bermimpilah,
  sebab harapan akan memberi hidup
   
  Berkaryalah,
  sebab seni akan memberi makna
   
  [Naga belajar . . . sampai menutup mata]
   
   
   
  03. Anak Menteng
   
  Saya bukan orang kaya. Tapi, masa kecil saya indah. Orang bilang, saat itu, 
kami anak Menteng.
  Ya, saya masih ingat betul. Tiap kali ada orang menanyakan di mana saya 
tinggal, kemudian saya sebutkan dengan lantang alamat rumah saya, Jalan 
Pegangsaan No 12A, mereka pasti langsung berujar, “Oh, kamu anak Menteng!” Dan, 
boleh tidak percaya, setelah itu sikap mereka menjadi beda. Jadi lebih 
perhatian dan ramah. Rupanya, Menteng jadi kata ajaib yang membuat orang merasa 
perlu memberikan penghargaan lebih. Belakangan saya tahu, Menteng identik 
dengan kawasan elit. Jadi, orang-orang yang tinggal di situ dianggap kalangan 
yang punya kelas. Wah!
   
  Saya sendiri tak pernah peduli dengan image kawasan Menteng kala itu. 
Barangkali karena saya memang tidak merasa elit. Gimana merasa elit kalau 
pemandangan masa kecil yang saya lihat di dalam rumah adalah kesederhanaan!
   
  Ketika kecil, dalam usia balita, kami tinggal di rumah yang pertama. Papi, 
yang bekerja di Dinas Perumahan Jakarta, mendapat jatah sebuah rumah kecil di 
gang sempit, Jalan Talang No 29. Gang ini ada di ruas Jalan Proklamasi. Kalau 
ditelusuri, tembusnya sampai ke Salemba. Gang ini sejajar dengan Jalan Kalasan. 
Kawasan ini jaraknya memang dekat dengan Menteng. Kesamaannya, sama-sama punya 
pintu, jendela, dan genteng. Tapi, soal tampilan rumah, jangan ditanya. Beda 
banget! Rumah kami sangat bersahaja. Jauh dan gambaran rumah Menteng yang 
kebanyakan punya ciri sama: megah, bertembok kokoh berwarna putih, dan memiliki 
ornamen artistik.
   
  Dari gerak-gerik dan pembicaraan Papi, saya tahu, ia bekerja mengurusi proyek 
pembangunan. Papi sibuk di proyek ini proyek anu. Bendungan sana, jembatan 
sini. Penampilan Papi tiap sore saat pulang kerja, nyaris sama. Agak dekil dan 
berkeringat. Mungkin karena ia sibuk berkutat dengan proyek-proyek bangunan. 
Perlahan-lahan saya akhirnya tahu Papi saya bekerja di Dinas Pekerjaan Umum. 
Pekerjaannya mengurusi proyek pembangunan perumahan, bendungan, jembatan, dan 
sejenisnya. Kata Mami sih, Papi dekat dengan pemerintah.
   
  Tahun 1954, saat itu saya sudah berusia lima tahun, Papi memboyong kami ke 
rumah baru, di Jalan Pegangsaan, yang kondisinya jauh lebih bagus dan secara 
konkret berada di atas tanah Menteng. Terletak di jalan raya yang cukup besar 
(saat ini sudah menjadi Apartemen Menteng). Pemandangan depan rumah adalah rel 
kereta api (sekarang stasiun Cikini) dan pasar Cikini.
   
  Papi mendapatkan satu dari dua bangunan yang sering disebut orang sebagai 
rumah kembar. Bentuknya sama persis, dengan luas tanah dan detail rumah juga 
sama. Papi mendapatkan numah dengan nomor 12A. Sedangkan rumah kembar sebelah 
dihuni oleh seorang Belanda bernama 0‘Brien. Tetangga kanan adalah keluarga 
Nasution (Keenan Nasution bensaudara). Keluarga ini kelak amat memengaruhi 
tumbuh-kembang saya dalam bermusik. Di antara rumah kami dan rumah keluarga 
Nasution ada paviliun yang dihuni oleh keluarga Darmaatmaja.
   
  Bangunan dan tanah rumah kami yang baru ini terbilang luas. Begitu luasnya 
hingga saya punya lahan bermain yang tak habis-habisnya. Lari sana lari sini, 
bebas sekali. Bangunan yang luas juga memungkinkan kami, tiga bersaudara 
memiliki kamar sendiri-sendiri. Sebuah kemewahan yang menyenangkan!
   
  Nah, saat itulah barangkali kami sudah pantas dibilang Anak Menteng! Itu pun 
lantaran perkara lokasi. Sebab, kalau ditinjau dari gaya hidup, sama saja! Papi 
dan Mami tetap sederhana, kami tetap hidup biasa-biasa saja. Tapi, memang saya 
akui, yang bikin beda adalah saya sering melihat pemandangan orang-orang sangat 
berkecukupan di sekeliling kami. Orang-orang yang sangat mapan. 
  
   
   
  [bersambung . . ]
   


    
  SONETA INDONESIA <www.soneta.org>

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


 
---------------------------------
 Get your own web address.
 Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke