http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=138262


Kamis, 7 Juni 2007

Istri Rokhmin Akui Terima Dana DKP Rp 200 Juta


 
Jakarta,-  Senyum tersungging di bibir Pigoselpi Anas ketika memasuki ruang 
persidangan kemarin. Istri Rokhmin Dahuri itu tampak siap menjadi saksi atas 
kasus dugaan korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menjerat 
suaminya. Padahal ketika masih berada di ruang terdakwa, ibu empat anak itu 
tampak tegang sambil membolak-balik majalah di tangannya. 

Meski jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang 
memintanya hadir sebagai saksi dan dia berhak untuk menolaknya, perempuan 
kelahiran Payakumbuh itu tetap bersedia diminta keterangannya dalam 
persidangan. "Saya bersedia menjadi saksi. Saya minta disumpah agar keterangan 
saya lebih bermakna," ujarnya kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana 
Korupsi. 

Menurut JPU Tumpak Panggabean, pemanggilan istri Rokhmin sebagai saksi relevan. 
"Saksi akan dimintai keterangan soal dua hal yakni kepemilikan sertifikat 
tambak di Lampung dan uang sebesar Rp 200 juta yang masuk ke rekening saksi," 
ujar Tumpak. 

Pigoselpi mengakui ada transfer uang Rp 200 juta dari staf Rokhmin Didi Sadili. 
Namun, tambahnya, itu adalah uangnya yang dipinjam untuk keperluan DKP. "Beliau 
(Rokhmin, Red) minta saya menalangi dana untuk keperluan menteri sampai 
terakumulasi sampai Rp 200 juta," ujar Pigoselpi dalam sidang yang dimulai 
pukul 13.00 itu. Terlihat emosi, Pigoselpi mengungkapkan alasan meminjamkan 
uang karena saat itu dana untuk keperluan menteri belum tersedia dalam APBN, 
sedangkan sebagai menteri yang baru menjabat, banyak kegiatan yang harus 
dijalankan Rokhmin. Ditambahkannya, hal itu memang tak diungkapkannya pada saat 
diperiksa, dia sendiri baru ingat soal peminjaman itu setelah pulang dari 
pemeriksaan di Gedung KPK Veteran. 

Transfer uang itu, tambahnya, adalah bentuk pengembalian dari uang yang 
dipinjamkannya kepada Rokhmin. Meski demikian, tambahnya, baik peminjaman 
maupun pengembalian uang tak disertai tanda terima selain bukti transfer ke 
rekeningnya. "Setelah sampai Rp 200 juta, saya tidak mau minjami lagi," 
ujarnya. Tak hanya meminjamkan uang sebesar Rp 200 juta ke Rokhmin, Pigoselpi 
diketahui mengeluarkan uang sebesar Rp 500 juta untuk membeli tanah untuk 
tambak. 

Darimana uang sebesar itu? Menurut perempuan yang saat itu memakai stelan baju 
muslim serba ungu, sebelum menjadi menteri Rokhmin bekerja sebagai Guru Besar 
IPB dan konsultan beberapa perusahaan termasuk Freeport. "Itu uang simpanan. 
Beliau dibayar dengan dolar. Saya selalu bertanya pada suami saya, kapan 
selesai jadi menteri," ujarnya lantas menjelaskan dia lebih senang suaminya tak 
jadi menteri, salah satu alasannya adalah masalah pemasukan yang tak sebanyak 
ketika jadi konsultan. 

Namun, jawaban yakin Pigoselpi tak bertahan lama. Anggota majelis hakim, I Made 
Hendra Kusuma menyerangnya dengan pertanyaan tajam dan menjebak. "Talangan Rp 
200 juta itu Saudara berikan ketika terdakwa jadi menteri atau jadi Dirjen," 
tanya hakim ad hoc itu. Dengan tak yakin, Pigoselpi mengaku lupa. Dia bahkan 
tak ingat kapan suaminya menjadi Dirjen Pelayaran Tangkap dan Pesisir DKP. 

Ketika ditanya soal penyerahan uang Rp 500 juta untuk pembelian tanah tambak, 
Pigoselpi mengaku itu bukan pinjaman kepada DKP melainkan murni untuk membeli 
tanah. Ditambahkannya, Rokhmin yang menyuruhnya menyerahkan uang tersebut ke 
Didi Sadili. Pembelian tanah itu, ujarnya, juga atas perintah Rokhmin dengan 
alasan akan dijadikan tambak percontohan mahasiswa IPB. Namun, ketika ditanya 
apakah dia menerima tanda terima dan menandatangani surat tanda jual beli 
tanah, Pigoselpi tampak gugup sebelum mengiyakan jawaban itu. 

"Saya kesal. Padahal saya sudah minjemin (ke DKP, Red) saya malah dijadikan 
saksi," ujarnya dengan nada tinggi, lalu ditenangkan Rokhmin dengan cara 
menepuk bahunya. Pigoselpi mengaku yakin suaminya bukan koruptor karena sejauh 
pengetahuannya, pengeluaran dana non bujeter DKP selalu ditujukan untuk 
kepentingan nelayan. "Kalau suami saya korupsi, saya yang akan menjebloskannya 
ke penjara," ujarnya. 

Saksi yang lain yakni Akademisi IPB, Enang Haris membeberkan fakta-fakta soal 
tambak. Keberadaan tambak yang diklaim untuk percontohan mahasiswa IPB itu 
sempat mengaitkan mantan Menteri Koperasi dan UKM Alimarwan Hanan dan Mensesneg 
Hatta Rajasa dalam kasus yang menjerat Rokhmin. Keduanya diduga ikut menyetor 
ke dana non bujeter DKP yang bermasalah itu. 

Menurut Enang, tambak di Lampung itu memang dimiliki oleh istri Hatta Rajasa, 
istri Rokhmin, dan istri Alimarwan. Riciannya, tanah seluas 46.315 ribu hektar 
dimiliki Albaniawati Ali marwan, tanah seluas 45.955 dimiliki istri Hatta 
Oktiniwati Ulfa Dariah, dan tanah seluas 45.775 atas nama Pigoselpi. "Menurut 
Pak Rokhmin kalau bisa pembagian tanah dengan luas sama untuk ketiga orang 
itu," ujarnya. 

Meski berdalih bahwa tambak itu adalah tambak percontohan yang punya misi 
membuktikan bahwa bertani udang menguntungkan, Rokhmin tetap saja menuai 
keuntungan dari itu. Menurut Enang yang berkacamata, Rokhmin pernah minta uang 
dari hasil tambak itu. "Empat kali meminta transfer yang jumlah keseluruhannya 
mencapai rp 205 juta," tambah pria paro baya itu. 

Menanggapi kesaksian Enang, Rokhmin mengaku ide dibuatnya tambak berasal dari 
Hatta Rajasa ketika mereka bertemu dalam sebuah rapat kabinet. Ide itu akhirnya 
dibicarakan lebih lanjur ketika mereka sama-sama menunaikan ibadah haji pada 
tahun 2003. (ein


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke