================================= Seri : "Membangun Keluarga Indonesia" ================================= Environment Quotient [Envi Q] Supplement. Dear all, Bencana gempa bumi dan tsunami 2(dua) tahun yang lalu tetah meninggalkan luka dan kepedihan yang mendalam bagi masyarakat, keluarga Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah Aceh (NAD), Kepulauan Nias dan sekitarnya. Begitu pula kejadian bencana Gempa bumi di Yogyakarta setahun yang lalu. Kita melihat dan merasakan betapa pilunya ditinggalkan orang2 yang selama ini di cintai dan mencintanya, baik orangtua, ayah, ibu anak, dan orang-orang disekitarnya. Kejadian itu membuat kita menyadari, bahwa dalam kehidupan ini ada hal2 yang dahsyat diluar perkiraan dan pridiksi manusia, hal inilah membuat manusia terus berupaya mawas diri dan tetap harus berjaga-jaga. Kemudian bencana itulah menjadi pemicu kebangkitan semangat keperdulian bagi sebagian dari kita yang terpanggil, untuk mencurahkan perhatian dan dedikasinya kepada para korban bencana tersebut. Pemerintah beserta puluhan unsur2 swadaya masyarakat (LSM), baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dengan segala upaya dan potensinya masing-masing telah mengambil bagian dalam lini-lini pendampingan, pembinaan, rekontruksi bagi kebangkitan masyarakat pasca bencana gempa bumi dan tsunami tersebut. Sehingga akhirnya timbul Istilah Aceh Bangkit, Nisa Bangkit, Jogya Bangkit dan sebagainya. Minggu yang lalu teman baik saya, Esther Pormes G Norita Telaumbanua, yang saat ini bekerja di Bappenas, merupakan salah seorang unsur masyarakat Nias, papanya dari Nias, lahir dan dibesarkan di Sumatera Utara dan telah lama hidup di Jakarta. Pasca bencana tsunami selama ini ia terpanggil untuk mendedikasikan pemikiran dan aksinya dalam usaha membangkitkan semangat pasca bencana bagi para korban gempa dan tsunami di Nias. Bersama kolega membentuk Yayasan Tatuhini Nias Bangkit (YTNB). Kemudian bersama tim dan kolega dari beberapa daerah menggalang potensi dan sumber daya dari berbagai sumber, dengan membentuk Training Center bagi para nelayan dan dukungan peralatan usaha berupa pembuatan perahu nelayan dan pengadaan perlengkapan produksi pengolahan ikan hasil tangkapan nelayan di laut.. Keperdulian ini memerlukan perhatian, pemikiran, dedikasi, sumber daya, dana dan waktu yang tidak sedikit. Saat ini juga sedang dibangun usaha tersebut, dalam usaha meningkatkan kesejahteraan kehidupan para nelayan, untuk mengangkat harkat hidup mereka dari kemiskinan. Diharapkan semangat kerja keras nelayan akan bangkit kembali. Dan dengan adanya peralatan produksi dan pengolahannya ikan, maka hasil tangkapan nelayan akan dapat ternjamin kualitasnya maupun nilai ekonomisnya. Menurutnya, trauma masyarakat masih melekat karena gempa susulan masih sering terjadi, sehingga ia sangat senang dengan adanya early warning system, dan sistim mitigasi bencana yang terus diupayakan dari pemerintah dan berbagai pihak terkait, untuk mencegah korban yang lebih besar bila terjadi bencana sewaktu-waktu. Karena ketentraman, ketenangan hidup masyarakat, dan keselamatan jiwa adalah bagian dari sumber daya semangat kebangkitan masyarakat itu sendiri. Dibawah ini, saya lampirkan tulisan, pemikiran, perhatian dan keperduliannya bersama tim dan koleganya, dalam usaha menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi pemberdayaan masyarakatnya pasca gempa dan tsunami di Nias. Selanjutnya ia meminta dukungan doa kita semua, agar usaha tersebut dapat terlaksana dengat baik dan dirasakan manfaatnya.. Selain perlu dukungan doa kita, sekaligus dapat membantu kita untuk belajar aware kepada keluarga2 dan saudara-saudara kita di beberapa daerah bencana lainnya di Indonesia. Selamat berdharma bakti bagi ibu pertiwi, Dengan penuh semangat kebangkitan! Best regard, Retno Kintoko ******************* Nias, ”Paradise on Earth”, Bangkit Lagi Oleh : Esther Pormes GN Telaumbanua Bencana gempa dahsyat yang terjadi dua tahun lalu seakan harus terjadi untuk mengingatkan kita bahwa ada sekitar 729.966 orang ono Niha (orang Nias) hidup mendiami kepulauan di pantai barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka hidup di dua wilayah, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Inilah wilayah dengan jumlah masyarakat miskin terbesar di Sumatera Utara, yaitu 32,42% untuk Kabupaten Nias Selatan dan 32.17% untuk Kabupaten Nias. Pendapatan per-kapita, tingkat pendidikan, dan kualitas kesehatan masyarakatnya rendah. Fasilitas infrastruktur terbatas. Secara geografis, Nias terisolasi dari hiruk-pikuknya perkembangan sosial, pendidikan, ekonomi, dan politik yang terjadi di sekitarnya. Nias dulu dikenal oleh masyarakat dunia dengan sebutan “paradise on earth” karena keindahan alam dan pantainya. Kapal pesiar Prinsendam dari Belanda dulu mampir ke Nias. Pantai Sorake dikenal oleh peselancar tingkat dunia. Budaya, kesenian dan kearifan lokal Nias tetap terpelihara hingga kini dalam kehidupan masyarakatnya, Hombo batu (lompat batu) adalah salah satu atraksi yang merupakan peninggalan tradisi megalitik yang menarik perhatian wisatawan. Ironisnya kemampuan sumber daya alam dan kekayaan sistem budayanya belum mampu mengangkat kualitas kehidupan manusianya. Dua bencana alam yang melanda Nias pada akhir Desember 2004 berupa gempa tektonik yang diikuti gelombang tsunami serta pada bulan Maret 2005 berupa gempa bumi berskala besar seakan menyempurnakan keterpurukan Nias. Pemberdayaan masyarakat Nias sangat diperlukan untuk memulihkan kondisi ini. Pemberdayaan yang bukan saja berupa pengembangan diri tetapi juga pembenahan di semua sendi kehidupan dan berfokus pada manusia Nias. Membangun masyarakat Nias berarti membangun pola pikir, pola tindakan, sampai kepada meningkatkan kualitas hasil karyanya. Program-program pemberdayaan yang dibutuhkan harus berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat Nias sendiri. Masyarakat Nias harus diberdayakan sehingga mereka mampu merencanakan dan menentukan masa depannya sendiri. Pemberdayaan Manusia Saat ini sedang berlangsung proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias pasca bencana. Perhatian pihak luar, baik domestik maupun internasional, serta dana yang cukup besar mengalir deras ke Nias. Ini momentum yang sangat baik bagi masyarakat Nias untuk bangkit dari keterpurukan. Pembangunan fisik dilakukan jor-joran untuk memperbaiki berbagai fasilitas yang hancur atau rusak. Pembangunan fisik perlu, tetapi harus seimbang dengan pembangunan dan pemberdayaan manusianya. Kalau tidak, lagi-lagi yang jadi korban adalah masyarakatnya. Masyarakat Nias jangan lagi ditempatkan sebagai objek pembangunan, tetapi harus juga sebagai subjek. Pemberdayaan manusia seperti itu yang nantinya akan melahirkan suatu sikap mandiri dan percaya diri. Dua tahun lebih program rehabilitasi dan rekonstruksi Nias pasca bencana, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi maupun oleh lembaga-lembaga belum menghasilkan perubahan signifikan ke arah yang lebih baik. Prosesnya berjalan lambat, kurang terarah dan terkesan berjalan sendiri-sendiri. Kelambanan ini kiranya menjadi ’’wake-up call” bagi semua stakeholder pemulihan Nias. Saat ini sedang disusun “Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kepulauan Nias” sebagai acuan pelaksanaan program reabilitasi dan rekonstruksi. Tentunya dengan ini program BRR diharapkan lebih tepat sasaran, dilaksanakan dengan secepat-cepatnya dengan skala prioritas dan penuh rasa tanggung jawab. Penyusunan Rencana Aksi ini harus melalui kajian yang dalam dan mengakomodir kepentingan masyarakat Nias serta dalam prosesnya membuka ruang bagi masyarakat Nias menyampaikan aspirasinya. Pertemuan semacam Nias Islands Stakeholders Meeting dan pertemuan konsultasi publik lainnya yang mungkin diselenggarakan seyogianya tidak hanya sebagai forum penyampaian ‘success story’ tetapi lebih diefektifkan untuk menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat. Rencana Aksi ini tidak boleh berdiri sendiri dan kiranya menjadi ”pintu masuk” kepada pembangunan kehidupan Nias jangka panjang. Perlu disusun sebuah grand design yang mampu merekonstruksi kehidupan masyarakat Nias secara menyeluruh. Mengingat latarbelakang masyarakat Nias yang tertinggal dan miskin karena faktor struktural maka pembangunan yang dilakukan sebaiknya memberi porsi yang lebih besar kepada program-program pemberdayaan manusia. Sebagai daerah tergolong rawan bencana alam diperlukan program-program pemberdayaan jangka panjang yang menyiapkan seluruh komponen masyarakat Nias yang berkemampuan antisipatif dan berwawasan bencana. Program-program yang bersifat tanggap darurat mendapat perhatian khusus, seperti manajemen bencana, crisis center serta trauma healing. Perikanan dan Kelautan Program pembangunan masyarakat yang perlu diprioritaskan adalah di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial budaya. Di bidang kesehatan dimulai dengan pemberdayaan kesehatan ibu dan anak. Di bidang pendidikan, yang sifatnya terapan saat ini benar-benar dirasakan sebagai kebutuhan. Bidang ekonomi yang potensial dikembangkan di Nias adalah perikanan, pertanian, pariwisata, dan industri. Pendekatannya adalah dengan ekonomi kerakyatan. Lebih 60 persen dari desa desa kepulauan Nias berada di pesisir. Maka pengelolaan galangan kapal, penangkapan dan pelelangan ikan, cold-storage, pembinaan industri rakyat, adalah contoh-contoh kegiatan usaha yang bisa dikembangkan dengan melibatkan masyarakat lokal. Diperlukan program pemberdayaan yang tepat untuk membantu nelayan dan masyarakat setempat dapat mengelola sumberdaya laut dengan baik dan benar. Menyiapkan nelayan dengan kemampuan mengaplikasi teknologi tepat guna, akan menghasilkan tenaga kerja yang berkemampuan teknis dan keahlian dalam bidang perikanan dan kelautan dengan pengetahuan yang cukup untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut dan kepulauan Nias. Mengingat berbagai keterbatasan, melalui kemitraan dengan berbagai lembaga dapat dilakukan pilot-pilot project yang membangkitkan pengembangan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang belum tergali, untuk kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh masyarakat Nias itu sendiri. Pembangunan manusia Nias seutuhnya tidak bisa lepas dari akar budaya orang Nias itu sendiri. Penghargaan terhadap kehidupan, menciptakan kebersamaan, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan alam adalah ciri khas budaya Nias. Ini merupakan kekuatan untuk melakukan pembaharuan tanpa harus kehilangan jatidiri dan kebanggaan sebagai Ono Niha. Tatuhini Nias bangkit! Penulis adalah Ketua Yayasan Tatuhini Nias Bangkit [YTNB]. Sinar Harapan - Kamis 7 Juni 2007 http://www.sinarharapan.co.id/berita/0706/07/opi01.html
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3 --------------------------------- Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! [Non-text portions of this message have been removed]