Begitulah! Apa mau dibilang kalau semua tukang tipu bin copet yang berkuasa.

  ----- Original Message ----- 
  From: merapi08 
  To: CIKEAS@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 20, 2007 11:14 PM
  Subject: CiKEAS> * Kejagung: Tuntutan Pidana Soeharto Sudah Tertutup etc


  * Kejagung: Tuntutan Pidana Soeharto Sudah Tertutup

  http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/19/index.html
  SUARA PEMBARUAN DAILY 

  [JAKARTA] Tuntutan sebagian masyarakat Indonesia agar Kejaksaan Agung
  (Kejagung) menuntut mantan Presiden Soeharto secara pidana, terkait 
  masalah dugaan korupsi atas tujuh yayasan, tidak mungkin bisa 
  dilakukan Kejagung. Pasalnya, Soeharto mengalami sakit permanen. 
  "Atas dasar itulah Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan Surat
  Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) untuk Soeharto pada 
  tahun 2006. Jadi, Soeharto dituntut secara pidana sudah tertutup," 
  kata Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kemas Yahya 
  Rahman kepada wartawan di Kejagung, Senin (18/6). 

  Kemas mengatakan yang dilakukan Kejagung untuk Soeharto adalah 
  menuntutnya secara perdata. Kemas tidak sependapat dengan pandangan 
  sejumlah pihak bahwa Kejagung akan mengalami kesulitan menuntut 
  Soeharto secara perdata terkait dugaan korupsi yang dilakukannya, 
  karena Soeharto belum terbukti bersalah secara pidana. 
  "Perdata dan pidana merupakan dua hal yang berbeda. Jadi tidak ada
  hubungannya. Kita optimistis bisa membuktikannya nanti di 
  pengadilan," kata Kemas yang saat itu didampingi oleh Kepala Pusat 
  Penerangan Hukum Kejagung, Salman Maryadi. 

  Sebagaimana diberitakan, Kepala Divisi Advokasi LBH Jakarta, 
  Hermawanto, menyerukan, Jaksa Agung Hendarman Supandji harus 
  mencabut SKP3 untuk Soeharto yang dikeluarkan Abdul Rahman Saleh 
  (Jaksa Agung terdahulu) pada 2006. Sebab, kalau SKP3 itu tidak 
  dicabut, maka akan menyulitkan Kejagung untuk menggugat Soeharto 
  secara perdata. "Gugatan perdata kan intinya gugatan terhadap 
  seseorang yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum.
  Nah, bagaimana Kejagung membuktikan Soeharto melakukan perbuatan 
  melawan hukum kalau tidak pernah dibuktikan secara pidana?" 
  tanyanya. 

  Senada dengannya anggota Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan 
  Kejagung berencana menggugat mantan Presiden Soeharto secara perdata 
  terkait dugaan korupsi yang dilakukan Soeharto, hanya akal-akalan 
  saja. Sebab, untuk memastikan apakah Soeharto melakukan korupsi 
  harus dibuktikan secara pidana di pengadilan. "Saya pikir, Kejagung 
  berencana menggugat Soeharto secara perdata hanya untuk mengelabui 
  masyarakat saja, seolah-seolah Kejagung serius mengusut kasus 
  korupsi yang dilakukan Soeharto," kata Benny (SP,18/6)

  Siap 
  Sementara itu, Salman Maryadi menambahkan, Kejagung siap mendaftarkan
  gugatan perdata terhadap Soeharto ke pengadilan. "Jaksa Agung telah
  memberikan batas waktu kepada kami agar mendaftarkan gugatan untuk 
  Soeharto sebelum 22 Juli 2007," kata dia. 
  Salman mengatakan, gugatan perdata terhadap Soeharto terkait 
  pengelolaan yayasan miliknya, yakni Yayasan Supersemar, yang diduga 
  penggunaan keuangannya banyak menyimpang. 

  Pada tahun 2000, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muchtar Arifin SH mendakwa
  Soeharto melakukan korupsi di tujuh yayasan dengan total kerugian 
  negara Rp 1,7 triliun dan US$ 419 juta. Ketujuh yayasan yang pernah 
  diketuai Soeharto tersebut adalah Supersemar, Dana Sejahtera 
  Mandiri, Trikora, Dharmais, Dana Abadi Karya Bakti (Dakab), Amal 
  Bhakti Muslim Pancasila, dan Gotong Royong Kemanusiaan. [E-8] 

  Last modified: 19/6/07 
  =======================================

  SUARA PEMBARUAN DAILY, Last modified: 18/6/07

  * Kejagung Diminta Cabut SKP3 untuk Soeharto

  [JAKARTA] Jaksa Agung Hendarman Supandji diminta mencabut Surat 
  Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) untuk mantan 
  Presiden Soeharto yang dikeluarkan Abdul Rahman Saleh (Jaksa Agung 
  terdahulu) pada 2006. Sebab, kalau SKP3 itu tidak dicabut, maka akan 
  menyulitkan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menggugat Soeharto 
  secara perdata.

  "Gugatan perdata kan intinya gugatan terhadap seseorang diduga 
  melakukan perbuatan melawan hukum. Nah, bagaimana Kejagung 
  membuktikan Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum kalau tidak 
  pernah dibuktikan secara pidana?" tanya Kepala Divisi Advokasi LBH 
  Jakarta, Hermawanto ketika dihubungi SP Senin (18/6).

  Hermawanto mengatakan seperti itu sehubungan dengan rencana Kejagung 
  untuk menggugat Soeharto secara perdata terkait dugaan perbuatan 
  melawan hukum yang dilakukan Soeharto dalam mengelola Yayasan 
  Supersemar.

  Hermawanto menduga Kejagung yang berencana menggugat Soeharto secara 
  perdata tanpa dibarengi dengan gugatan pidana, merupakan tipuan 
  Kejagung terhadap tuntutan masyarakat bahwa Soeharto harus diseret 
  ke depan hukum terkait dugaan banyaknya uang negara yang 
  disalahgunakan.

  Senada dengannya, anggota Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan 
  Kejagung berencana menggugat mantan Presiden Soeharto secara perdata 
  terkait dugaan korupsi yang dilakukannya, hanya akal-akalan saja. 
  Sebab, untuk memastikan apakah Soeharto melakukan korupsi harus 
  dibuktikan secara pidana di pengadilan. "Saya piker Kejagung 
  berencana menggugat Soeharto secara perdata hanya untuk mengelabui 
  masyarakat saja, seolah-seolah Kejagung serius 
  mengusut kasus korupsi yang dilakukan Soeharto," kata Benny.

  Menurutnya, kalau Kejagung serius mengusut dugaan korupsi Soeharto, 
  yang bersangkutan harus diperiksa secara pidana. "Kalau Kejagung 
  serius, mudah sekali membuktikan kasus korupsi yang dilakukan 
  Soeharto. Tapi, saya pikir, Kejagung tidak mungkin berani melakukan 
  ini. Kejagung akan terus membohongi masyarakat," kata Benny.

  Kurang Progresif

  Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 
  Patra M Zen mengatakan langkah Kejagung menggugat Soeharto secara 
  perdata kurang progresif. Yang lebih progresif, kata Patra, adalah 
  negara dalam hal ini, Kejagung, segera menyita semua harta Soeharto 
  dan kemudian memberi kesempatan kepada Soeharto untuk membuktikan 
  semua itu bukan milik negara. "Saya pikir negara sudah mempunyai 
  bukti yang cukup bahwa harta yang dimiliki Soeharto hasil korupsi. 
  Oleh karena itu segera disita saja," kata dia.

  Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), 
  Kejagung Salman Maryadi mengatakan kepada SP, Senin (18/6), Kejagung 
  tengah siap mendaftarkan gugatan perdata terhadap Soeharto ke 
  pengadilan. "Jaksa Agung telah memberikan batas waktu kepada kami 
  agar mendaftarkan gugatan untuk Soeharto sebelum 22 Juli 2007," kata 
  dia.

  Salman mengatakan gugatan perdata terhadap Soeharto terkait 
  pengelolaan yayasan miliknya, yakni Yayasan Supersemar yang diduga 
  keuangannya banyak menyimpang.

  Berdasarkan catatan SP, pada tahun 2000, Jaksa Penuntut Umum (JPU), 
  Muchtar Arifin SH mendakwa Soeharto melakukan korupsi tujuh yayasan 
  dengan total kerugian negara Rp 1,7 triliun dan US$ 419 juta. Tujuh 
  yayasan yang pernah diketuai Soeharto tersebut adalah Supersemar, 
  Dana Sejahtera Mandiri, Trikora, Dharmais, Dana Abadi Karya Bakti 
  (Dakab), Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Gotong Royong Kemanusiaan.

  Sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili Soeharto waktu itu 
  terhenti karena Soeharto mengalami gangguan kesehatan (fisik). 
  Selanjutnya Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat bahwa Soeharto 
  mengalami sakit permanen, sehingga tidak bisa diperiksa terkait 
  dugaan korupsi yang dilakukannya. Surat MA itulah yang menjadi salah 
  satu alasan bagi Jaksa Agung Abdul Rahman 
  Saleh mengeluarkan SKP3 untuk Soeharto. [E-8]
  ==================================================
  Bukti Kasus Soeharto Lengkap & Kejagung Diminta Cabut SKP3 untuk 
  Soeharto
  ---
  http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=290644
  Selasa, 19 Juni 2007,

  * Prajogo Pangestu Juga Dititipi Dokumen Asli Kasus Soeharto

  Gugatan Kasus Soeharto
  JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan dokumen-dokumen asli
  yang akan dijadikan alat bukti kasus korupsi mantan Presiden Soeharto
  masih tersimpan baik. Saat ini, sebagian dokumen itu disimpan pemilik
  perusahaan peminjam uang dari yayasan-yayasan yang diketuai Soeharto.

  "Semuanya (dokumen) masih ada dan dititipkan agar tidak hilang," kata
  Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya
  Rahman di gedung Kejagung kemarin. Kemas didampingi Kapuspenkum
  Kejagung Salman Maryadi.

  Menurut Kemas, dokumen-dokumen asli dititipkan kepada masing-masing
  pengelola yayasan milik Soeharto. Sebagian lagi diserahkan kepada
  pihak-pihak yang diduga terkait kasus Soeharto. "Kami memfotokopi dan
  melegalisasinya," kata Kemas. Proses penitipan dokumen-dokumen asli
  itu disertai pembuatan berita acara penitipan yang ditandatangani
  pihak-pihak yang bertanggung jawab.

  Kemas lantas mencontohkan bentuk surat berita acara penitipan ke
  Yayasan Supersemar. Dalam berita acara tersebut, surat bukti asli
  dititipkan atas nama Saborono Slamet.

  Sedangkan Salman mencontohkan berita acara penitipan dokumen asli
  bukti pinjaman bos Grup Barito Prajogo Pangestu ke Yayasan Dakab Rp 
  40
  miliar. Dokumen tersebut dititipkan kepada Prajogo di kantornya, 
  Wisma
  Barito Pacific, Slipi, Jakarta Barat. "Ini salah satu contoh," kata
  Salman sambil memperlihatkan berita acara penitipan itu kepada
  wartawan.

  Baik Salman maupun Kemas menjamin, dokumen asli tersebut masih
  tersimpan dengan baik. Sebab, jika ada indikasi kesengajaan
  menghilangkan, yang dititipi dapat dimintai pertanggungjawaban.

  "Secara hukum, itu dapat dijamin. Dan, misalnya, (dokumen asli) itu
  hilang, maka kami dapat menuntut pihak yang kita titipi dengan 
  tuduhan
  menghilangkan alat bukti," beber Kemas.

  Menurut dia, kejaksaan sengaja menitipkan dokumen-dokumen asli karena
  dikhawatirkan hilang. "Kami tak mau mengambil risiko sehingga
  dititipkan ke pihak-pihak tertentu. Apalagi, dokumen-dokumen tersebut
  jumlahnya sangat banyak," kata mantan kepala Kejati Jambi itu. 
  Langkah
  kejaksaan menitipkan tersebut sesuai dengan prosedur penitipan
  dokumen, mengingat hal itu diatur dalam perundang-undangan.

  Kemas menegaskan, kejaksaan masih menyimpan dokumen-dokumen 
  fotokopian
  hasil legalisasi terkait kasus Soeharto. "Kapan pun siap diajukan ke
  persidangan," jelas Kemas. Jumlah dokumen fotokopian cukup banyak. 
  Dia
  mengilustrasikan, jika disimpan di sebuah ruangan, dokumen tersebut
  akan membutuhkan ruangan seluas sekitar 5 x10 meter persegi.

  Ditanya kapan berkas didaftarkan ke PN Jakarta Selatan, Kemas
  menjawab, akan dilaksanakan bulan depan. "Mudah-mudahan segera
  didaftarkan," ujar jaksa senior yang pernah menjabat Kapuspenkum itu.

  Sebelumnya, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Alex Sato Bya
  mengaku terkejut begitu mendapati alat bukti kasus Soeharto yang
  tersimpan pada sembilan filling cabinet merupakan dokumen fotokopian.
  Dia tidak tahu apakah dokumen aslinya hilang atau sengaja 
  dihilangkan.
  Nah, kejaksaan kini berupaya mendapatkan dokumen-dokumen asli sebagai
  materi gugatan kasus
  Soeharto. (agm)
  =======================================
  SUARA MERDEKA, Selasa, 19 Juni 2007 NASIONAL

  * Bukti Kasus Yayasan Soeharto Lengkap

  JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan alat bukti surat
  gugatan terhadap Yayasan Soeharto telah lengkap. Karenanya,
  simpangsiur pemberitaan tentang ada tidaknya surat bukti, tidak 
  benar.

  "Simpangsiur pemberitaan media selama ini mengenai keberadaan
  surat bukti-bukti yayasan HMS (Haji Muhammad Soeharto-red), hari ini
  saya luruskan. Surat bukti tersebut yang akan digunakan sebagai bukti
  gugatan tidak hilang," kata Sekretaris Jaksa Muda Pidana Khusus
  (Sesjampidsus) Kejagung, Kemas Yahya Rahman, Senin (18/6).

  Kejagung, tambahnya, menyimpan fotokopi surat bukti yayasan yang
  telah dilegasisasi. Sekarang fotokopi tersebut disimpan di Kejaksaan
  Negeri Jakarta Selatan.

  Sementara surat-surat aslinya dititipkan kepada yayasan-yayasan
  yang bersangkutan. Sebagai bukti penitipan, Kejagung menerima bukti
  berita acara penitipan.

  Surat bukti yang asli itu dapat diminta sewaktu-waktu oleh
  Kejagung untuk keperluan hukum. Secara hukum, prosedur demikian
  dibenarkan dan sudah lazim dilakukan.

  Jangan Khawatir

  Dia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir, bila surat
  tersebut hilang, karena yayasan itu bisa dikenai tuduhan penghilangan
  barang bukti.

  "Surat bukti dititipkan karena jumlahnya yang terlalu banyak.
  Kalau dikumpulkan bisa sampai memenuhi setengah gedung ini," ujarnya.

  Kemas menjelaskan, Jaksa Agung Hendarman Supandji memerintahkan
  kepada jajarannya meneliti ulang semua dokumen barang bukti.

  Awal bulan Juli mendatang, diharapkan bukti-bukti tersebut sudah
  dibawa ke pengadilan.

  Dia menunjukkan beberapa bukti berita acara penitipan barang
  bukti. Salah satunya adalah bukti berita acara penitipan dari Yayasan
  Supersemar. Bukti asli dititipkan kepada salah satu pengurus yayasan
  tersebut, Sabarano Slamet.

  Bukti berita acara penitipan lainnya berasal dari Yayasan
  Dhakab. Menariknya, dalam bukti berita tersebut, terdapat nama
  pengusaha Prayogo Pangestu.

  PT Barito Pasific milik Prayogo, kata dia, meminjam uang kepada
  Yayasan Dhakab sebesar Rp 40 miliar. Menurut Kemas, semua yang
  tercantum di bukti berita akan diperiksa Kejagung.(J21-49)
  =====================================================
  http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=290507
  Senin, 18 Juni 2007,
  Nilai Gugatan Kasus Tommy Rp 3 Triliun

  Korupsi Dana KLBI di BPPC
  JAKARTA - Nilai gugatan terhadap Tommy Soeharto dalam kasus dugaan 
  korupsi kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) mencapai Rp 3 
  triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyiapkan draf gugatan 
  penggunaan uang negara yang dimanfaatkan Tommy untuk membiayai Badan 
  Penyangga dan Pemasaran Cengkih 
  (BPPC) itu.

  "Nilai gugatan tersebut merupakan nilai minimal," kata Direktur 
  Perdata JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejagung Yoseph 
  Suardi Sabda kepada koran ini di Jakarta kemarin.

  Dia menyatakan, nilai gugatan itu didasarkan pada taksiran kerugian 
  negara dalam kasus BPPC. Selain dana KLBI Rp 175 miliar, Tommy 
  selaku ketua umum BPPC diduga menyalahgunakan uang petani serta 
  rekanan bernilai triliunan rupiah. Hal itu terkait dengan penyertaan 
  modal (DPM) koperasi unit desa (KUD) dan ribuan petani cengkih yang 
  ditengarai tidak jelas pertanggungjawabannya.

  "Sesuai ketentuan, dana-dana tersebut harus dikembalikan ke petani. 
  Tapi, sejauh ini, BPPC tidak pernah melaporkan pengembalian dana 
  tersebut ke Depkeu," tegas jaksa senior itu.

  Operasional BPPC diatur secara detail dalam Keputusan Presiden 
  (Keppres) No 20/1992 jo Inpres No 1/1992.

  Yoseph menegaskan, nilai gugatan bisa bertambah. Sebab, kejaksaan 
  bakal memasukkan potensi kerugian negara dari bunga, denda, serta 
  kewajiban BPPC lain terhadap pemerintah.

  Menurut dia, kejaksaan sedang menyiapkan penyusunan draf gugatan 
  tersebut. Tim jaksa pengacara negara (JPN) menargetkan penyusunan 
  draf selesai sebelum pertengahan Agustus. "Sebab, kami di-deadline 
  22 Agustus harus sudah mendaftarkan gugatan ke pengadilan," ujar 
  jaksa berkacamata tebal itu.

  Draf gugatan harus dilaporkan ke pengadilan Guernsey, Inggris, pada 
  22 Oktober. Selanjutnya, 22 November, pengadilan Guernsey menilai 
  apakah gugatan tersebut memenuhi syarat untuk memperpanjang 
  pembekuan sementara (temporary freezing order) atas uang Tommy di 
  BNP Paribas EUR 36 juta (Rp 424 miliar).

  Yoseph menyatakan, saat menyusun draf gugatan, tim JPN banyak 
  mengutip hasil penyidikan kasus BPPC dari jaksa penyidik di bagian 
  pidana khusus (pidsus). Sebagian hasil penyidikan memang telah 
  diserahkan ke JPN. "Kami (JPN) bakal melihat kerugian negara dari 
  aspek perdata," jelas jaksa eselon II tersebut.

  Di tempat terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan, 
  kejaksaan optimistis bisa mendaftarkan gugatan kasus Tommy sebelum 
  deadline yang ditetapkan pengadilan Guernsey. "Saat ini masih 
  dipersiapkan," katanya. Tim JPN diminta bekerja keras selama tiga 
  bulan penyiapan draf gugatan.

  Saat ditanya soal kasus Tommy di luar BPPC yang menjadi objek 
  gugatan, Hendarman menyatakan belum mendapat laporan. "Itu (kasus 
  BPPC) yang termasuk," ujar mantan JAM Pidana Khusus tersebut.

  Dia menambahkan, kejaksaan akan mengumumkan kasus yang digugat, jika 
  berkasnya benar-benar siap didaftarkan ke pengadilan. (agm)
  ================



   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.472 / Virus Database: 269.9.1/854 - Release Date: 6/19/2007 1:12 
PM


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke