refleksi : "Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Surya Paloh mengatakan, jatuh 
bangunnya bangsa ini tidak terlepas dari tanggung jawab bersama Golkar dan PDI 
Perjuangan." Kenyataan tanggung jawab Golkar-PDIP selama ini lebih banyak jatuh 
terpelanting semaput daripada  bangun mengangkat diri berdiri tegak bergerak 
maju kedepan dalam keadaan sehat segar bugar menuju hari depan yang bersinar 
gemilang.

RIAU POS


      Seriuskah Koalisi Golkar-PDIP?        


      25 Juni 2007 Pukul 08:57  
      Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Surya Paloh mengatakan, jatuh 
bangunnya bangsa ini tidak terlepas dari tanggung jawab bersama Golkar dan PDI 
Perjuangan. 

      Pengalaman empiris menunjukkan, keberlangsungan negara membutuhkan 
keadaan yang stabil. Indonesia punya pengalaman 1967-1997 -seperti pernah 
dicatat akademisi Donald K Emmerson saat ada kestabilan politik- ketika 
pembangunan bisa berlangsung meski kurang memberikan ruang bagi demokrasi. 

      Surya juga menekankan demokrasi bukan tujuan, melainkan "sekadar cara" 
untuk mencapai kesejahteraan rakyat. "Demokrasi tak ada gunanya jika tidak ada 
kesejahteraan," kata Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI P 
Taufiq Kiemas di hadapan ribuan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan 
Partai Golkar, yang memenuhi Balai Tiara, Medan, Sumatera Utara. 

      Kedua partai peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2004 itu memantapkan 
langkah, mengonsolidasikan kadernya menuju Pemilu 2009, suatu konsolidasi 
menuju koalisi dan revitalisasi aliansi kebangsaan. 

      Jika aliansi kebangsaan itu hendak berpihak kepada kepentingan dan hajat 
hidup rakyat banyak -dengan substansi tujuan kepada "kesejahteraan dan keadilan 
sosial" seperti yang sering diartikulasikan Jusuf Kalla dan Megawati di era 
reformasi dewasa ini- maka kontrol demokratis mereka terhadap kinerja 
pemerintahan saat ini merupakan suatu keharusan. 

      Dalam hal ini, meminjam perspektif Daniel S Lev, kontrol demokratis 
terhadap negara menjadi conditio sine quanon agar demokrasi yang sehat dan 
dinamis tetap terjaga, bukan sekadar demokrasi prosedural, melainkan suatu 
praksis demokrasi substansial. Agar social trust tetap terjaga.

      Menyadari?

      Pertanyaannya, apakah elite dan kader Golkar di bawah kepemimpinan Wapres 
M. Jusuf Kalla maupun PDI Perjuangan di bawah kepemimpinan Megawati 
Soekarnoputri menyadari bahwa negara di era reformasi menghadapi dilema dan 
masalah dari dalam dirinya sendiri? 

      Salah satu faktor penyebabnya adalah tidak efektifnya kontrol demokratis 
yang memadai dari partai-partai politik untuk mendorong negara agar semakin 
tangkas dan efektif memberangus korupsi kakap, korupsi politik, dan ekonomi 
biaya tinggi, atau bahkan mereformasi negara yang berwatak predator itu sendiri.

      Dari sisi internal, peran negara amat diperlukan, terutama dalam 
pemenuhan hak sosial dan kesejahteraan warga negara (citizenship). Negara 
tidaklah berperan seperti ambulans atau broker, tetapi sebagai regulator, 
pembuat aturan main yang harus memihak kepentingan rakyat. Negara pula yang 
menentukan apakah rakyatnya mampu bersaing atau tergusur di era kompetisi 
global. Pada aras persoalan itu, akhir-akhir ini, para analis dan akademisi 
mengeluh bahwa rezim penguasa menganut paradigma ala pedagang. Yang dipikir 
terfokus kepada saldo neraca keuangan meski rakyat dilanda aneka bencana dan 
kemiskinan. Negara menjadikan rakyatnya konsumen. 

      Jadi, pemerintah tidak mau repot mengurus warganya sehingga rakyat 
menjadi korban ulah negara (state neglect) yang tak terurus. Rakyat apatis dan 
hopeless karena dengan atau tanpa negara , rakyat toh harus berjuang sendiri 
untuk bertahan hidup. (Imam Cahyono, 2006). 

      Sejauh ini kegagalan negara (state failure) mengatasi kemiskinan serta 
lonjakan harga kebutuhan pokok (minyak goreng, beras, dan seterusnya) akan 
menyebabkan tergerusnya kepercayaan rakyat terhadap parpol. 

      Para analis dan akademisi melihat kondisi terpuruk yang terus berlangsung 
selama ini tak lepas dari sumbangan rezim bonapartis (bonapartist regime). 
Kebijakan bonapartis digunakan untuk terus mempertahankan dominasi negara 
terhadap rakyatnya. Konsekuensinya, di era reformasi ini, keadaan rakyat tak 
banyak berubah.

      Bahkan, cenderung kian memburuk, sengsara, dan menderita. Tanpa rasa malu 
dan segan, para penguasa secara sadar atau tidak sering membohongi rakyatnya. 
Rekayasa dilakukan agar tampak berprestasi, bahkan itu dilakukan sekalipun 
mengingkari realitas dan data kemiskinan Bank Dunia yang mencapai lebih dari 
100 juta jiwa. Adakah kesadaran elite dan kader Golkar maupun PDI Perjuangan 
atas realitas buram ini?

      Menguatnya spirit publik bagi munculnya calon independen atau 
perseorangan dalam pilkada atau dalam pemilihan presiden mendatang harus 
dihayati dan dicamkan oleh elite dan kader Golkar maupun PDI Perjuangan karena 
hal itu merupakan isyarat bahwa kualitas kinerja partai-partai politik sedang 
digugat rakyat. Selamat berkonsolidasi dan berefleksi diri. Semoga!(jpnn)


      Herdi Sahrasad, Director Media Institute dan Pusat Studi Islam 
      dan Kenegaraan (PSIK) 
      Universitas Paramadina. 


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to