> Kejaksaan  Mulai Gugat Soeharto & Son

* Kejaksaan Punya Bukti Penyimpangan Dana
 Kompas - Rabu, 11 Juli 2007

Negara cq Pemerintah Indonesia, melalui jaksa pengacara negara di
Kejaksaan Agung, menggugat perdata Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar
Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar atas perbuatan melawan 
hukum.
Tergugat diminta membayar ganti rugi materiil Rp 185 miliar dan 420
juta dollar AS serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

Anggota tim jaksa pengacara negara, Yoseph Suardi Sabda, mengatakan,
untuk keperluan gugatan perdata itu, Kejaksaan sudah memastikan
sejumlah dokumen pendukung, termasuk memastikan keterangan 
saksi. "Ada
25 saksi yang sudah dipastikan," kata Yoseph di Kejagung, Selasa
(10/7).

Salah seorang pengacara Soeharto, OC Kaligis, Senin, menyatakan siap
menghadapi gugatan perdata itu.

Kaligis juga mengatakan, keuangan Yayasan Beasiswa Supersemar sudah
diaudit hingga akhir tahun 2006. "Dari hasil audit itu, tak ada
masalah," ujarnya.

Yoseph yang juga Direktur Perdata pada Bagian Perdata dan Tata Usaha
Negara Kejagung menegaskan, kejaksaan punya bukti dokumen yang
menguatkan gugatan. Dokumen itu berupa hasil audit Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan tahun 1999 yang menyebutkan adanya sebagian
besar dana yayasan yang tidak digunakan sesuai tujuan sosial.

"Kami punya aslinya. Kami yakin ada penyimpangan dana yayasan," ujar 
Yoseph.

PP No 15/1976

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang 
penetapan
penggunaan sisa laba bersih bank-bank milik negara yang
ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/
1978 tentang pengaturan lebih lanjut penggunaan 5 persen dari laba
bersih bank-bank milik negara, kepada yayasan diberikan dana sebesar 
5
persen. Dana bagi Yayasan Dharmais dan Yayasan Beasiswa Supersemar 
itu
digunakan untuk kepentingan sosial.

Namun, dalam praktiknya ditemukan penyimpangan sepanjang tahun
1987-1997, antara lain dengan adanya aliran dana dari Yayasan 
Beasiswa
Supersemar ke Bank Duta, PT Sempati Air, PT Kiani Kertas, PT Kiani
Lestari, PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan
Tanaman Industri, dan Kelompok Usaha Kosgoro.

 Kompas - Rabu, 11 Juli 2007
===============
* Kejaksaan Mulai Susun Gugatan Perdata Tommy Soeharto
Koran Tempo - Rabu, 11 Juli 2007

Kejaksaan sudah mulai menyusun draf gugatan perdata untuk Hutomo
Mandala Putra alias Tommy Soeharto dalam kasus Badan Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh (BPPC). Bukti-bukti yang digunakan kejaksaan sama
dengan bukti yang dimiliki tim pidana khusus yang saat ini masih
menyidik kasus dugaan korupsi BPPC.

"Saat tim pidana khusus mendapatkan dokumennya, kami juga segera
memakainya," kata Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi 
Sabda
kepada Tempo kemarin. Dokumen yang dimaksud Yoseph itu adalah dokumen
seputar aliran dana pemerintah dari beberapa bank ke BPPC. "Bukti itu
menunjukkan adanya uang negara di BPPC."

Berdasarkan perhitungan sementara, kata Yoseph, dalam kasus BPPC ada
penyelewengan dana milik pemerintah senilai Rp 3 triliun. "Saat BPPC
bubar, dana itu tidak pernah dipertanggungjawabkan," katanya. Dia
menambahkan, "Perhitungan nilai kerugian itu baru berupa nilai
kewajiban pokok belum ditambah bunganya."

Gugatan perdata terhadap Tommy ini merupakan salah satu upaya
kejaksaan untuk memenuhi persyaratan pengadilan Guernsey, yang tengah
menyidangkan kasus pembekuan uang senilai 36 juta euro milik Tommy di
Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas.

Permintaan pembekuan uang Tommy ini muncul setelah kejaksaan 
Indonesia
mendapat tawaran dari pengadilan Guernsey untuk mengajukan gugatan
intervensi dalam sidang. Tommy menggugat BNP Paribas cabang Guernsey
yang menolak mencairkan uang Tommy di bank itu. BNP menolak 
mencairkan
uang Tommy di Garnet Investment Limited miliknya dengan alasan Tommy
masih terlibat hukum di Indonesia.

Kejaksaan Agung kemudian mengajukan dua aplikasi dalam sidang pertama
di negara persemakmuran Inggris ini. Aplikasi pertama untuk diterima
sebagai pihak ketiga dalam sidang gugatan Garnet ke BNP. Satunya lagi
untuk meminta pembekuan sementara uang Tommy. Sedangkan Garnet 
meminta
pembekuan uang Tommy dicabut. Hakim pengadilan Guernsey telah
memutuskan memperpanjang permintaan pembekuan sementara uang Tommy
pada 8 Maret lalu.

Dalam sidang terakhir 23 Mei lalu, pengadilan Guernsey memberi syarat
kepada pemerintah Indonesia untuk memperkarakan Tommy secara perdata
dalam waktu 3 bulan. Yoseph optimistis kejaksaan bisa memenuhi 
tenggat
yang diberikan pengadilan itu. "Draf gugatan harus selesai pada awal
Juli 2007," kata dia.

Pengacara Tommy, O.C. Kaligis, menyatakan dirinya sudah siap
menghadapi bukti-bukti yang diajukan kejaksaan. "Tapi tidak akan kami
buka sekarang. Ini kan bukan pengadilan koran," kata dia.

Yang jelas, kata Kaligis, bukti-bukti yang dia miliki bisa mematahkan
gugatan jaksa. "Jadi kita lihat saja nanti di pengadilan," katanya.
Sandy Indra Pratama | Suseno

Koran Tempo - Rabu, 11 Juli 2007
======================
* Tujuh Bank BUMN 'Wajib' Setor ke Yayasan Soeharto
Koran Tempo - Rabu, 11 Juli 2007

JAKARTA -- Tujuh bank pelat merah diwajibkan menyetor sebagian 
labanya
ke yayasan-yayasan Soeharto. Ketujuh bank itu adalah Bank Pembangunan
Indonesia, Bank Negara Indonesia 1946, Bank Dagang Negara, Bank Bumi
Daya, Bank Tabungan Negara, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Export
Import Indonesia. Beberapa dari bank tersebut sudah ditutup dan
dimerger.

Kewajiban menyetor dana itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 333/KMK.011/1978 tanggal 30 Agustus 1978 tentang Pengaturan
Lebih Lanjut Penggunaan Lima Persen dari Laba Bersih Bank-bank Milik
Negara. Keputusan itu dikeluarkan sewaktu Ali Wardhana menjabat
Menteri Keuangan. Aturan itu secara eksplisit mengatur 5 persen dari
laba bersih bank milik negara tersebut dibagi dua, yakni 50 persen
disetorkan langsung ke rekening Yayasan Dharmais. Separuhnya lagi
disetorkan langsung ke dalam rekening Yayasan Supersemar pada Bank
Indonesia dengan nama Rekening "Lima Persen dari Laba Bersih Bank-
bank
Milik Negara untuk Keperluan Sosial".

Namun, pada era reformasi, aturan itu dicabut melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 69/KMK.017/1999 tanggal 16 Februari 1999 saat
Menteri Keuangan dijabat Bambang Subianto.

Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution mengakui
terbitnya aturan mengenai kewajiban setor keuntungan bank-bank BUMN 
ke
yayasan-yayasan dilarang. Yang bertanggung jawab? "Ya, era siapa
lahirnya keputusan Menteri Keuangan itu," ujarnya kemarin.

Senin lalu, Kejaksaan Agung mendaftarkan gugatan perdata terhadap
Yayasan Supersemar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketua tim
jaksa pengacara negara, Dachmer Munthe, menduga yayasan itu
menyelewengkan dana lebih dari Rp 4 triliun.

Menurut kuasa hukum Soeharto, O.C. Kaligis, dia sudah bertemu dengan
Soeharto untuk membahas masalah gugatan perdata itu. "Pak Soeharto
tenang-tenang saja menghadapi gugatan ini," ujarnya.

Kaligis yakin Yayasan Supersemar tidak menyelewengkan dana yang
dikumpulkannya. Pemerintah, kata dia, tidak memiliki modal dalam
yayasan itu. Dalam aturan yayasan disebutkan, yayasan didirikan untuk
memberikan bantuan sosial dan lainnya. "Hal lain ini kan luas dan 
bisa
untuk apa saja," katanya. agus s | yudha s

Koran Tempo - Rabu, 11 Juli 2007


==============
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/11/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Gugatan terhadap Soeharto 

Kejagung Siapkan 43 Saksi
[JAKARTA] Kejaksaan Agung (Kejagung) optimistis menang dalam gugatan 
perdata terhadap Ketua Yayasan Supersemar, Soeharto, atas perbuatan 
melawan hukum. Kejagung mempunyai sejumlah dokumen untuk membuktikan 
hal itu. Selain bukti, Kejagung juga menyiapkan 43 saksi. "Dari 43 
saksi, ada 25 saksi yang sudah pasti. Saksi-saksi ini telah 
diperiksa oleh bagian Tindak Pidana Khusus," kata Direktur Perdata 
dari bagian Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung, yang juga 
menjadi anggota tim jaksa pengacara negara, Yoseph Suardi Sabda 
kepada wartawan di Kejagung, Selasa (10/7). 

Yoseph mengatakan, tergugat diminta membayar ganti rugi materiil Rp 
185 miliar dan US$ 420 juta dollar AS serta ganti rugi imateriil Rp 
10 triliun. Gugatan itu diajukan berdasarkan prinsip hukum yang 
menyatakan kalau ada orang menitipkan uang, uang itu harus 
dikembalikan. "Uang itu harus digunakan sesuai dengan apa yang 
dibebankan," kata dia. 

Menurutnya, kalau kasus Soeharto ini dibiarkan, maka akan menjadi 
preseden, yakni setiap orang bebas menggunakan uang orang lain. "Itu 
melanggar perjanjian atau wanprestasi," kata dia. 

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Alex 
Sato Bya menyatakan Soeharto memungut sejumlah dana berdasarkan 
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang penetapan 
penggunaan sisa laba bersih bank-bank milik negara yang 
ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/ 
1978 tentang pengaturan lebih lanjut penggunaan 5 persen dari laba 
bersih bank-bank milik negara kepada yayasan. 

Dana bagi Yayasan Supersemar seharusnya digunakan untuk kepentingan 
sosial. Namun, dalam praktiknya ditemukan penyimpangan sepanjang 
tahun 1987-1997, antara lain dengan adanya aliran dana ke Bank Duta, 
PT Sempati Air, PT Kiani Kertas, PT Kiani Lestari, PT Kalhold Utama, 
PT Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri, dan 
Kelompok Usaha Kosgoro. [E-8] 

Last modified: 11/7/07 

==========
* Yayasan Soeharto Dituduh Selewengkan Rp 4 Triliun etc
Koran Tempo - Selasa, 10 Juli 2007

Jakarta - Yayasan Supersemar, yang didirikan mantan presiden 
Soeharto,
diduga menyelewengkan dana lebih dari Rp 4 triliun (US$ 420 juta plus
Rp 185,9 miliar). Hal itu tercantum dalam berkas gugatan yang
didaftarkan Tim Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Agung di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan kemarin.

"Tergugat I adalah H M. Soeharto, sedangkan Yayasan Supersemar 
menjadi
tergugat II," kata Dachmer Munthe, Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara.
Yoseph Suardi, Direktur Perdata Kejaksaan Agung, menambahkan uang
tersebut adalah dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

Para tergugat dituduh telah melakukan tindakan melawan hukum dengan
menyelewengkan dana yang dikumpulkan dari pemerintah dan masyarakat.
Yayasan ini menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333 Tahun 1978 sebagai dasar hukum
pengutipan dana.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan itu, bank pemerintah harus
memberikan 5 persen dari 50 persen keuntungan bersih ke Yayasan
Supersemar. Seharusnya dana itu untuk beasiswa bagi anak kurang 
mampu.
Tapi, "Hanya 15 persen (dana yayasan) yang digunakan untuk bantuan
pendidikan," kata Yoseph.

Dalam gugatan disebutkan sebagian besar dana itu justru digunakan
untuk membiayai perusahaan keluarga Soeharto, di antaranya Sempati
Air, Kiani Kertas, PT Timor Putra Nasional (TPN), dan Goro. Ada juga
aliran dana ke Bank Duta, Nusamba Group, dan perusahaan Pelita.

Kejaksaan menuntut ganti rugi total Rp 15 triliun. Selain itu,
pengacara negara mendaftarkan sejumlah aset Soeharto yang terkait
dengan Supersemar untuk dijadikan sita jaminan, di antaranya gedung
Granadi di Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. "Nanti hakim yang
menentukan aset mana yang perlu disita," ujar Alex Sato Bya, Jaksa
Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.

Kuasa hukum Soeharto, Otto Cornelis Kaligis, menyatakan tak gentar
menghadapi gugatan itu. "Kami siap," katanya kepada Tempo.

Sebelumnya, Juan Felix Tampubolon, kuasa hukum Soeharto yang lain,
meyakini gugatan itu akan gugur. Menurut dia, kejaksaan tak percaya
diri karena hanya menggugat satu dari sejumlah yayasan mantan 
penguasa
Orde Baru tersebut. "Gugatan ini mengada-ada."

Dachmer mengatakan kejaksaan baru mengajukan gugatan terhadap satu
yayasan karena kekurangan tenaga. "Yayasan lain sabarlah," katanya.

Dalam situs Soeharto Center disebutkan ada 17 yayasan yang didirikan
penguasa Orde Baru itu, di antaranya Yayasan Dharmais, Supersemar,
Amalbakti Muslim Pancasila, Dana Karya Abadi, Purna Bakti Pertiwi.

Adapun istrinya, Tien Soeharto (almarhum), mendirikan Yayasan Harapan
Kita dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan. Selain itu, ada lagi
Yayasan Ibu Tien Soeharto, yang didirikan putra-putrinya, dan Yayasan
Mangadeg.

Sobari Achmad, Panitera Muda Perdata, yang menerima gugatan ini,
menyatakan pengadilan akan segera menggelar perkara ini. "Paling lama
seminggu (mendatang)," ujarnya. YUDHA SETIAWAN | RINI KUSTIANI |
MUHAMMAD NUR ROCHMI | AGUS SUPRIYANTO | IMRON ROSYID

Koran Tempo - Selasa, 10 Juli 2007
==================
* Soeharto Digugat Perdata
 Kompas - Selasa, 10 Juli 2007

Jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Agung, mewakili negara cq
Presiden RI, mendaftarkan gugatan perdata terhadap mantan Presiden
Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Beasiswa Supersemar (tergugat II) 
di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/7). Gugatan ini segera
mendapat reaksi dari berbagai pihak.

Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais di Jakarta
kemarin mengatakan, "Niat Jaksa Agung menggugat perdata Soeharto dan
Yayasan Supersemar harus dihargai. Namun, realitas yang ada juga 
harus
dipahami."

Realitas itu, lanjut Amien, antara lain data dan bukti yang ada
mungkin sudah tidak seutuh 10 tahun lalu. Selain itu, mantan Presiden
Soeharto juga sudah uzur. "Untuk itu, ambil jalan tengah saja.
Caranya, apa yang masih bisa diselamatkan, seperti Tapos, diambil 
alih
saja oleh negara dan kemudian tutup buku. Sebab, jika kita tidak
pernah menyelesaikan kasus ini, sebagai bangsa kita juga tidak akan
pernah selesai," ujar Amien.

Direktur Eksekutif Reform Institut Yudi Latief juga mengusulkan
penyelesaian politik. Caranya, pimpinan negara memanggil mereka yang
terlibat dalam kasus ini untuk diajak mengembalikan uang atau harta
yang mereka miliki kepada negara.

Ketika ditanya apakah pengajuan gugatan tersebut hanya untuk
menunjukkan kejaksaan telah bekerja, Wakil Ketua DPR Soetardjo
Soerjogoeritno menjawab, "Anda cukup cerdas membaca situasi."

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita 
di
Jakarta kemarin mengatakan, upaya Kejaksaan Agung mendaftarkan 
gugatan
perdata itu sebagai hal yang sia-sia.

Menurut dia, kasus korupsi Soeharto hanya dapat diungkap jika Jaksa
Agung membuka kembali kasus pidana Soeharto dengan mencabut Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Gedung Granadi

Gugatan didaftarkan ketua tim jaksa pengacara negara Dachamer Munthe
sekitar pukul 13.00 yang diterima panitera muda perdata Sobari 
Achmad.
Gugatan itu menyebutkan ganti rugi materiil sebesar Rp 185 miliar dan
420 juta dollar AS serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.
Disebutkan juga sita jaminan yang dimohonkan oleh penggugat, yakni
tanah dan bangunan Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kavling
8-9, Jakarta. (idr/MZW/NWO)

Penerima dana Dari Yayasan Supersemar

1. Bank Duta: 125 juta dollar AS (1990), 19 juta dollar AS (1990), 
dan
275 juta dollar AS (1990)
2. PT Sempati Air: Rp 13 miliar (1989-1997)
3. PT Kiani Sakti & PT Kiani Lestari: Rp 150 miliar (1995)
4. PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, & PT Tanjung Redep Hutan 
Tanaman
Industri: Rp 12 miliar (1982-1993)
5. Kelompok Usaha Kosgoro: Rp 10 miliar (1993)

Sumber: Kejaksaan Agung

 Kompas - Selasa, 10 Juli 2007
===================


Reply via email to