http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/7/12/n2.htm


JPU Tolak Yusril Dijadikan Terdakwa


Jakarta (Bali Post) -
Desakan untuk menjadikan mantan Mensekneg Yusril Ihza Mehendra sebagai terdakwa 
perkara dugaan korupsi pengadaan Automatic Fingerprints Identification System 
(AFIS -- Alat Otomatis Pemindai Sidik Jari), ditolak tim JPU. Alasannya, hal 
sebatas pendapat, karena tak didukung alat bukti yang cukup.

Demikian dikatakan JPU Edi Hartoyo dalam sidang perkara tersebut di Pengadilan 
Tipikor, Jakarta, Rabu (11/7) kemarin. Pernyataan itu disampaikannya menanggapi 
nota keberatan (eksepsi) terdakwa Apendi (Kabag Perlengkapan dan Rumah Tangga 
Depkum dan HAM/pimpro pengadaan AFIS). ''Permintaan terdakwa untuk menjadikan 
Yusril sebagai terdakwa, juga sudah memasuki pokok perkara,'' katanya. 

Menurut Edi, para pihak yang terlibat kasus korupsi ini sudah ditetapkan KPK 
berdasarkan bukti-bukti yang mendukung. Penetapan seorang untuk dijadikan 
terdakwa, juga harus didasari fakta dan alat bukti yang cukup. Selain itu, juga 
harus ada penetapan dari majelis hakim untuk memeriksa seseorang yang dicurigai 
terlibat kasus ini. 

Sebelumnya, dalam eksepsi pada Rabu (4/7) lalu, terdakwa Apendi mendesak KPK 
untuk menjadikan mantan Mensekneg Yusril Ihza Mahendra sebagai terdakwa. Yusril 
merupakan orang yang mengeluarkan surat persetujuan penunjukan langsung rekanan 
pengadaan alat tersebut. Selain Yusril, Apendi juga meminta sejumlah pejabat di 
jajaran Depkum dan HAM ikut dijadikan terdakwa.

Mereka yang ditudingnya tersebut, di antaranya Direktur Daktiloskopi Ditjen 
Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkum dan HAM Nazaruddin Bunas, Sekretaris 
Ditjen AHU Richson Hormat Tjapah, Sekretaris Panitia Pengadaan Alat AFIS 
Garnowo dan pengusaha bernama Yendra Fahmi. Para pejabat ini dinyatakan ikut 
terlibat dan menikmati keuntungan dari proyek tersebut. 

Selanjutnya, dalam tanggapannya, JPU Edi Hartoyo juga mengatakan kurangnya 
pihak yang dijadikan terdakwa dalam perkara ini, tidak tepat. Pasalnya, 
pengertian kurangnya pihak itu tidak dikenal dalam hukum acara pidana. 
Sebaliknya, hal itu hanya ada dalam hukum perdata. ''Penambahan pihak yang akan 
dijadikan terdakwa, hanya dapat dilakukan setelah sidang ini masuk dalam pokok 
perkara atau pemeriksaan saksi-saksi serta alat bukti,'' tandasnya.

Atas pendapat JPU tersebut, terdakwa Apendi hanya diam. Ia pun tidak sempat 
berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Lifa Malahanum. Pasalnya, majelis 
hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Moefri langsung mengeluarkan penetapan 
untuk menunda sidang hingga Rabu (18/7) mendatang. Agenda persidangan langsung 
memasuki putusan sela dari majelis hakim yang menentukan perkara ini 
dilanjutkan atau tidak.

Mangkir Sidang

Dalam sidang ini, sebenarnya Sekjen Depkum HAM Zulkarnain Yunus (terdakwa I) 
juga harus hadir. Tetapi, ia mangkir dari sidang. Hakim ketua Moefri tetap 
melanjutkannya, meski hanya dihadiri Apendi (terdakwa II). Mangkirnya 
Zulkarnain baru diketahui mejelis setelah pengacaranya, Albert M Sagala, 
menginformasikan kliennya tengah sakit di Rutan Mabes Polri.

Albert sempat meminta majelis hakim untuk mengizinkan Zulkarnain berobat ke 
luar rutan, tetapi hakim tidak mengizinkan. Berobat ke luar penjara baru boleh 
dilakukan setelah ada pemeriksaan awal dari dokter yang harus didatangkan ke 
sel Zulkarnain. Kalau dokter bersangkutan memberikan rekomendasi, barulah izin 
untuk berobat dikabulkan. (kmb3)




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke